Oleh : Tri Hutomo
Empat orang terdakwa pelaku tambak di Kawasan Strategi Pariwisata Nasional Karimunjawa telah menerima putusan, Rabu,30 Oktober 2024. Sidang pembacaan putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara dibacakan secara bergantian, dipimpin oleh ketua majelis hakim Meirina Dewi Setiawati, S.H., M.Hum. didampingi hakim anggota Parlin Mangatas Bona Tua S.H., MH dan Joko Ciptanto S.H.
Dalam keputusannya majelis hakim menghukum Mirah Sanusi Darwiyah Binti Tular dipidana 1 tahun, denda 30 juta, jika tidak dibayarkan diganti kurungan 3 bulan. Terdakwa Sutrisno Bin Sunardi sebagai pemilik CV Bimantara Vanname, diputus pidana 1 tahun 2 bulan, denda 30 juta jika tidak bisa membayar diganti kurungan 3 bulan. Sementara Terdakwa Sugianto Limanto Bin Tri Santoso Limanto Pemilik PT. Indo Bahari dipidana 1 Tahun, denda 30 juta jika tidak dibayar diganti kurungan 3 bulan. Dan terdakwa Teguh Santoso Bin Sumarno dengan hukuman pidana 1 tahun 10 bulan, denda 50 juta jika tidak dibayarkan maka diganti kurungan 3 bulan.
Perkara ini berporses setelah dilakukannya kegiatan operasi gabungan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum KLHK tanggal 2 s/d 4 November 2023, atas dugaan Tindak Pidana Bidang Konservasi Alam Hayati yaitu setiap orang dilarang melakukan kegiatan tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2 Jo Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang KSDAE dan/atau Tindak Pidana dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria batu kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH;
Selaku Kuasa Monitoring Perkara, penulis tentu akan menghormati putusan tersebut. Akan tetapi dalam hal ini sangat disayangkan putusan Hakim terlalu ringan, kurang 2/3 dari tuntutan Jaksa dan Majelis hakim hanya mempertimbangkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Tindak Pidana Bidang Konservasi Alam Hayati yaitu setiap orang dilarang melakukan kegiatan tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari Taman Nasional. Namjun tidak mempertimbangkan Tindak Pidana dibidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH.
Padahal sebelumnya, dalam persidangan agenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum terdakwa Teguh Santoso Bin Sumarno dituntut hukuman penjara 6 tahun dan denda sebesar Rp. 7 Milliar, kemudian terdakwa Sutrisno Bin Sunardi dituntut penjara selama 4 tahun dan denda Rp. 7 Milliar. Sementara Mirah Sanusi Darwiyah Binti Tular dituntut hukuman penjara selama 3 tahun dan denda Rp. 6 Milliar. Untuk terdakwa Sugianto Limanto Bin Tri Santoso Limanto, dituntut penjara selama 3 tahun dan denda Rp. 6 Milliar.
Sehingga Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jepara tidak berpedoman seutuhnya pada Perma Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup. Diantaranya pada Pasal 23, yang menjelaskan bahwa dalam memeriksa bukti ilmiah yang diajukan dalam proses persidangan perkara lingkungan hidup, Hakim Pemeriksa Perkara mempertimbangkan ketepatan metode dan validitas prosedur pengambilan sampel dengan memperhatikan akreditasi laboratorium serta pendapat ahli dari kedua belah pihak. Dan apabila terjadi perbedaan pendapat antara para ahli, Hakim Pemeriksa Perkara dapat meminta dihadirkan ahli lain atas biaya para pihak atau menggunakan pendapat ahli yang dianggap benar dengan memberikan alasannya dalam pertimbangan hukum.
Kemudian pada Pasal 25, dalam hal pembuktian kesesuaian kegiatan/usaha dengan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c, Hakim Pemeriksa Perkara memeriksa dan menilai konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang oleh pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang; dan kesesuaian lokasi suatu kegiatan/usaha dengan rencana tata ruang yang berlaku. Padahal kita ketahui bahwa usaha tambak udang di Kawasan Strategi Pariwisata Nasional tidak sesuai peruntukannya, sehingga bisa dikatakan illegal karena tidak terpenuhinya perijinan dasar.
Hakim Pemeriksa Perkara juga seharusnya menerapkan Asas Kehati-hatian apabila terdapat ketidakpastian dalam Bukti Ilmiah pada suatu perkara lingkungan hidup. Dalam menerapkan Asas Kehati-hatian, Hakim Pemeriksa Perkara mempertimbangkan hal, seperti terdapat ancaman serius yang berpotensi tidak dapat dipulihkan baik ancaman terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan manusia generasi saat ini dan generasi yang akan datang, terdapat ketidakpastian ilmiah dalam menentukan hubungan kausalitas antara kegiatan/usaha dan pengaruhnya pada lingkungan hidup; dan upaya pencegahan kerusakan lingkungan lebih diutamakan meskipun upaya pencegahan tersebut membutuhkan biaya yang lebih besar daripada biaya awal rencana kegiatan/usaha.
Sehingga dalam sidang perkara lingkungan ini, sejak awal seharusnya Hakim bisa memerintahkan Sidang pemeriksaan setempat atau descente dalam perkara lingkungan hidup dengan menentukan siapa yang harus membayar biaya tersebut, tujuannya agar hakim dapat melihat secara langsung keadaan sesuai fakta lapangan. Meski tidak merupakan alat bukti, tetapi dapat menjadi pendukung alat bukti lainnya, seperti surat, saksi, pengakuan, persangkaan, atau sumpah. Seperti telah diatur dalam Pasal 153 HIR/Pasal 180 RBg/Pasal 211-pasal 214 Rv dan SEMA Nomor 7 Tahun 2001.
Dari catatan penulis ada beberapa hal yang akan kita sampaikan ke pengawas eksternal. Pertama majelis hakim tidak sepakat dengan JPU terkait penerapan dakwaan Undang-Undang Lingkungan Hidup kepada para terdakwa, kedua para terdakwa mulai usaha dengan waktu yang berbeda, memiliki luasan tambak yang berbeda, dan jalur pipa inlet yang berbeda, dari 1 jalur sampai 11 jalur, akan tetapi putusan hampir semua sama.
Selain itu ada catatan pada hal yang memberatkan sebagai dasar putusan diantaranya para terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam menjaga dan melestarikan lingkungan di Balai Taman Nasional Karimunjawa, akan tetapi yang diterapkan dakwaan hanya menggunakan UU Konservasi, ini sebagai catatan yang akan kita sampaikan ke lembaga pengawas internal seperti Komisi Yudisial (KY) ataupun lembaga eksternal lainnya, untuk melakukan pengawasan proses hukum bukan hanya kepada 4 (empat) terdakwa pelaku tambak di Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN) Karimunjawa.
Akan tetapi juga melakukan pengawasan terhadap lembaga dan pejabat yang menangani perkara tersebut, dengan terus berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pengawas baik internal maupun eksternal, jaringan nasional Non-Governmental Organization akan terus melakukan monitoring dan memantau semua proses hukum berjalan, apakah dari para terdakwa akan melakukan upaya banding, yang kita harapkan Jaksa Penuntut Umum melakukan upaya banding, karena putusan Hakim kurang 2/3 dari tuntutan. (*)