SEMARANG (SUARABARU.ID) – Program penanganan dan penanggulangan stunting di Kota Semarang terbilang cukup berhasil karena saat ini, angka stunting di Kota Semarang masih tersisa 867 kasus.
Jumlah tersebut sudah menurun drastis dibandingkan tahun sebelumnya, yang mana terdapat 1300-an kasus stunting pada akhir tahun 2023
Meski begitu, pasangan calon walikota dan wakil walikota Semarang nomor urut 01 Jagoanku Agustina dan Iswar (Jaguar) tetap memandang serius masalah stunting.
Agustina mengatakan ada keluhan dari praktisi stunting dari beberapa perguruan tinggi yang masih melihat ada warga yang kurang terlayani.
“Kadang-kadang soal stunting ini supaya kita bisa mencapai apa yang ditargetkan oleh pemerintah pusat dan provinsi membuat kita lupa pada koor pelayanan,” ujarnya mengatakan di hadapan sivitas akademika Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) dalam agenda Pendidikan Politik, Rabu 23 Oktober 2024.
Fokus yang terlalu berat terhadap target angka menimbulkan pelayanan yang kurang terukur, karena pemerintah pada akhirnya hanya fokus di wilayah tengah kota.
“Sehingga pelayanan kesehatan yang kita lakukan tidak terukur. Maka secara administratif solusinya adalah pengintegrasian data mulai dari rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan posyandu,” tuturnya.
Namun begitu, Agustina juga merasa tidak cukup hanya dengan pengntegrasian administrasi. Menurutnya, perlu juga keterlibatan RT dan RW dalam melakukan deteksi masalah stunting dengan dana RT 25 juta rupiah per tahun.
“Tapi apakah integrasi administrasi saja cukup? Tentu tidak, maka kita harus melibatkan seluruh masyarakat sampai tingkat RT untuk mencari penderita stunting. Apalagi kita ada program 25 juta per tahun per RT,” tuturnya.
Dengan dana itu, Agustina mengatakan, pihaknya tinggal mengedukasi soal penanganan stunting kepada semua masyarakat. Karena baginya urusan stunting bukan hanya urusan rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan posyandu. Tapi urusan semua masyarakat.
Kemudian dijelaskan pula ada anak-anak yang stunting tidak terjamah karena keterbatasan akses yang dimiliki masyarakat, serta keterbatasan tenaga pemantau dari pemerintah.
“Nah peran masyarakat sekitar sangat penting untuk ikut berkontribusi memberi laporan,” ujarnya.