Satu hal, yakni akses dan kesetaraan dalam pekerjaan merupakan hak yang diamanatkan oleh konstitusi, bahkan merupakan bagian dari mandat global yang tertuang dalam Convention on the Right of People with Disabilities (CRPD) – disahkan oleh PBB tahun 2006 – sebagaimana telah diratifikasi juga oleh Indonesia dalam UU No. 19 Tahun 2021. Artinya, memberikan akses pekerjaan merupakan kewajiban yang mutlak harus dipenuhi oleh siapapun Kepala Daerah terpilih nanti.
Piwulang ini lagi-lagi menawarkan kepada para calon pemimpin pada level nasional maupun lokal untuk bersikap inklusif, artinya mau menerima setiap ajaran kebaikan, tidak bersikap yen antuk tuduh kang nyata, nora pisan den lakoni (jika mendapat petunjuk ilmu yang nyata tidak pernah dijalankan).
Para calon pemimpin jangan hanya mengandalkan japa mantra, tapi harus dilakukan. Sikap reaktif, emosional dan mencaci zaman dan keadaan, maupun melakukan kesia-sian seperti Don Kisot, Sisipus harus dihindari.
Wedhatama membentangkan perspektif yang layak dimaknai sebagai upaya penguatan spirit explory, dreams dan discovery. Di aras lain juga menjadi simbol keberanian setiap calon pemimpin untuk melihat diri (otokritik) atas kekurangan dirinya.
Demikian juga ketika kontestasi Pilkada (pemilihan kepala daerah) Jawa Tengah (Jateng) 2024 (Gubernur/Wakil Gubernur, Wali Kota/Wali Kota dan Bupati/Wakil Bupati), Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng, mencatat ada sebanyak sebanyak 141.573 penyandang disabilitas terdaftar menjadi pemilih di Pilkada Serentak 2024. Adapun pemilih penyandang disabilitas tersebut terdiri dari enam kategori.
Berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada Jateng 2024, enam kategori itu yakni disabilitas fisik 55.479 orang dan disabilitas intelektual 10.517 orang. Kemudian penyandang disabilitas mental 27.493 orang, disabilitas sensorik wicara 23.667 orang, sensorik rungu 7.128 orang, dan disabilitas sensorik netra berjumlah 17.289 orang.
Para pasangan cakada penting untuk memperhatikan suara kalangan disabilitas. Jangan sampai membuat jarak, ditinggalkan bahkan dipandang sebelah mata apalagi apriori. Di sini sesungguhnya, bukan sekedar berapa jumlah yang harus diperebutkan, tapi adalah bagaimana agar suara disabilitas nantinya dapat benar-benar mengarah pada pilihan yang cerdas dan tidak golput.
Seperti halnya bagaimana kita dapat mendorong para pemilih kelompok ini agar sebelum menentukan pilihannya, terlebih dahulu dapat menelusuri rekam jejak mereka yang maju pada kontestasi pemilu dengan aneka asupan berita, informasi dan literasi Pilkada.
Atau bagaimana kaum disabilitas yang punya hak konstitusi juga harus tahu persis apa visi misi dan program yang ditawarkan dan akan diperjuangkan bila para kandidat menang pada Pilkada nanti.
Harapannya, tentu suara disabilitas yang jumlahnya cukup menyokong, benar-benar jatuh pada sosok yang tepat untuk memimpin daerahnya di legislatif dan eksekutif.
Kopi Pahit
Karena itu, kita berharap kepada pers dapat selalu mengabarkan politik sehat dan cerdas kepada generasi disabilitas melalui pemberitaan yang disampaikan. Dari kolom-kolom media tentang kaum muda disabilitas, dapat disisipkan edukasi politik yang mencerahkan.
Kita harus selalu bergerak pada upaya untuk memberdayakan kelompok disabilitas agar makin smart. Bukan hanya hebat dalam penguasaan usaha/bisnis, teknologi tetapi juga politik.
Kita juga berharap, seluruh pemangku kepentingan agar dapat selalu memberitakan informasi-informasi Pilkada yang mampu menjaga marwah demokrasi itu sendiri, yaitu suasana kehidupan masyarakat yang tansah adem, ayem lan tentrem.
Bersama kita lawan hoaks, dan kita perang atas ujaran kebencian yang bertebaran di media sosial, dengan pemberitaan-pemberitaan yang meluruskan dan mencerahkan. Bagaimanapun persatuan kesatuan, persaudaraan dan kebersamaan itu lebih berharga dari apapun.
Kini, kaum disabiltas itu anti korupsi. Maka, untuk mengkampanyekan semangat antikorupsi dan perang melawan korupsi tak cukup sosialisasi, bagi buku/brosur/modul tapi para paslon bisa melakukan inovasi dan cara-cara ngepop. Misalnya lewat festival musik, film, bikin kaus unik bertema tertentu dan atraktif sebagai salah satu media dalam menyampaikan pencegahan korupsi kepada generasi muda, termasuk kalangan disabilitas. Barangkali ini sesuatu yang menarik bagi kaum disabilitas. Terpenting, medianya relevan dan tidak jarkoni dan bukan gedhang uwoh pakel.
Penting bagi kelompok disabilitas mengaktualisasikan filosofi Jawa, “ngeli ning aja keli,” mengikuti arus tapi jangan sampai hanyut. Jadi disabilitas harus mempunyai benteng yang kuat, seperti keimanan, ideologi dan rasa kemanusiaan.
Kemudian, atas dinamika pilkada, ayo kita jaga terus kerukunan dan kebersamaan. Jangan gampang musuhan hanya karena sedikit perbedaan. Pilkada 2024 jangan sampai membuat kita terbelah. Tetap bersatu untuk keutuhan NKRI. Catatan kita hari ini adalah jangan mendekati kawan disabilitas kala butuh suara menjelang Pemilu/Pilkada saja, atau rumah difabel jangan saat Perpanas belaka.
Spanduk doa Douglas McArthur, di tengah perang pasifik pun terekam kuat hingga sekarang, ”…Tuhanku, jadikanlah anakku seorang yang cukup kuat mengetahui kelemahan dirinya. Berani menghadapi kala ia takut. Yang bangga dan tidak runduk dalam kekalahan yang tulus. Serta rendah hati dan penyantun dalam kemenangan…”
Inilah kopi pahit dan permenungan buat para calon pemimpin dan kita semua dari desa hingga Ibu Kota Nusantara. *
Marjono, Kepala UPPD/Samsat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah