Untuk menarik investor asing, pemerintah menyediaan fasilitas-fasilitas untuk menciptakan daya tarik. Beberapa diantaranya adalah pajak penghasilan melalui pengurangan pajak penghasilan bersih sampai dengan rasio tertentu terhadap penanaman modal pada waktu tertentu; pembebasan/keringanan bea masuk impor untuk barang-barang modal, mesin dan peralatan produksi, bahan baku, bahan penolong; pembebasan/penangguhan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor barang modal, mesin, peralatan produksi; dan insentif lainnya. PMA juga diharapkan memberikan technical assistance dalam menggunakan teknologi. Maka, penarikan modal keluar (capital outflow) berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi yang artinya sulit keluar dari MTI.
Exit Strategy dari Middle Income Trap
Pertama, langkah-langkah untuk keluar dari MTI pada dasarnya telah termaktub dalam roh APBN, khususnya APBN 2024. APBN 2024 menetapkan arah kebijakan mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Untuk tujuan tersebut, dalam fungsi alokasinya APBN 2024 dirancang untuk mendukung percepatan transformasi melalui percepatan reformasi struktural, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, percepatan pembangunan infrastruktur, perbaikan kelembagaan dan regulasi. Dalam fungsi distribusi, APBN 2024 diarahkan untuk mendukung berbagai program afirmasi dalam rangka menurunkan angka kemiskinan, menghilangkan kemiskinan ekstrem, mengurangi stunting. Sementara itu, sebagai fungsi stabilisasi APBN adalah shock absorber atas gejolak yang terjadi termasuk pengendalian inflasi. Persoalannya adalah, apakah langkah-langkah tersebut sungguh-sungguh menjadi komitmen bersama?
Kedua, menciptakan lebih dari iklim investasi yang kondusif. Pada survei kemudahan berbisnis (Easy Doing Business) di Indonesia telah menampatkan Indonesia pada peringkat 73 dari 190 negara. Peringkat yang masih sama dengan tahun 2018 dan 2019. Namun, iklim investasi saja tidak cukup. Dalam menjual wilayah sebagai daerah tujuan investasi, negara perlu menerapkan konsep-konsep pemasaran terbaru. Menurut Phillip Kotler, paradigma pemasaran telah bergeser pada era baru dalam lanskap teknologi digital dan ekonomi digital.
Marketing 6.0 merupakan revolusi pemasaran yang menyatukan kepentingan manusia dan teknologi digital. Marketing 6.0 fokus pada koneksi digital dengan alat utaman personalisasi dan artificial intelligent (AI). Pengalaman, interaksi-responsif-berkelanjutan, kepuasan pelanggan-loyalitas-engagement juga merupakan penciri Marketing 6.0. Oleh karena itu, bagaimana menyampaikan value kepada menjadi hal penting, termasuk memberikan pengalaman-pengalaman baik agar tercipta word of mouth yang positif.
Ketiga, sinergitas. Menghadirkan investasi asing sebagai salah satu saranan keluar dari MTI adalah tanggungjawab bersama. Namun, pada akhirnya investasi adalah keputusan rasional investor berdasarkan studi kelayakannya. Oleh karena itu, berbagai otoritas terkait serta pemerintah diharapkan memperkuat koordinasi. Penurunan suku bunga acuan dari 6.25 persen menjadi 6,00 persen oleh Bank Indonesia pada bulan September 2024 telah tepat.
Angka ini dapat dipertahankan dalam beberapa bulan sebelum diturunkan secara gradual pada bulan-bulan berikutnya untuk tetap menjadi daya tarik investor asing, mencegah capital outflow yang lebih besar. Bagi Pemerintah, perlu untuk memahami kebutuhan investor seperti jaminan ketersediaan lahan, ketersediaan tenaga kerja, Jaminan Rencana Tata Ruang dan Wilayah yang pro investasi, dan infrastruktur. Kepastian hukum, clean and clear perlu diperhatikan karena masih sering menjadi hal yang dikeluhkan investor.
OJK dapat berperan untuk mempertahankan kepercayaan dan optimisme investor. Partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan melalui berbagai edukasi untuk meningkatkan leterasi investasi.
MG Westri Kekalih Susilowati, Dosen FEB Unika Soegijapranata Semarang