Oleh: Amir Machmud NS
// tak mungkin alam tak bergerak/ dalam pusaran waktu/ ia adalah keharusan hukum/ yang menapak dalam jejak/ yang bergerak dalam keniscayaan/ bisa lebih baik/ atau sebaliknya…//
(Sajak “Hukum Alam Sepak Bola”, 2024)
SEBUAH perubahan, pastikah menjamin perbaikan?
Pertanyaan itu meniscayakan dua jawaban, antara ya dan tidak. Antara memberi realitas perbaikan, atau justru sebaliknya. Itu adalah kondisi aksiomatis dalam manajemen bidang apa pun.
Apa yang tergambar untuk klub-klub sebesar Barcelona, Manchester United, Liverpool, dan Chelsea adalah cermin risiko perbaikan. Penyegaran bukan hanya terkait estafeta kepelatihan, tetapi juga dengan melepas sejumlah pemain dan merekrut materi baru.
Barcelona secara luar biasa beruntun menang dalam tujuh laga awal di La Liga. Hansi Flick, pengganti Xavi Hernandez, menyajikan konsistensi bermain dari taktik yang dia skemakan. Sejumlah pemain juga tampil gacor, menikmati taktik Flick. Ketajaman Robert Lewandowski, Raphinha, dan Dani Olmo bagai monster mengerikan bagi kiper lawan.
Dari hasil sementara ini, perubahan yang dilakukan manajemen Barca bisa dibilang sukses. Penyegaran pemain juga oke. Dani Olmo, alumni La Masia yang diambil dari Borussia Dortmund memperlihatkan sebagai rekrutan pas bagi kebutuhan Blaugrana.
Lihat pula Liverpool, yang didampingi pelatih baru, Arne Slot sebagai pengganti Juergen Klopp. Ada nuansa baru di Anfield. Sempat kalah mengejutkan, 0-1 dari Nottingham Forest, Mohammad Salah dkk kini menjadi salah satu penantang bagi kekukuhan Manchester City yang konsisten dengan produktivitas di laga-laga awal.
Arsenal, yang tetap di bawah Mikael Arteta, hadir dengan enam amunisi baru. Antara lain, mempermanenkan kiper David Raya yang semula dipinjam dari Brentford. Juga Marquinhos, dan meminjam winger Raheem Sterling selama satu musim dari Chelsea.
Untuk sementara, pilihan Arteta tidak keliru. Arsenal makin impresif dengan kematangannya. Hasil imbang 2-2 melawan The Citizens di Etihad menjadi gambaran bahwa penyegaran yang dilakukan pelatih asal Spanyol itu berada di trek yang tepat.
Lalu bagaimana dengan Chelsea?
The Blues kini berada dalam bimbingan Ezo Maresca yang menggantikan Mauricio Pochettino. Chelsea banyak dikritik melakukan penyegaran pemain secara berlebih di sejumlah posisi, namun perlahan tapi pasti mulai stabil dengan tampilan dan hasil-hasil menjanjikan. Peringkat kelima di klasemen sementara dengan lima kali menang, sekali seri, dan sekali kalah menjadi catatan pembuka yang tidak buruk bagi Maresca di Liga Primer.
Manchester United
Yang menjadi sorotan penting Liga Primer, bahkan liga-liga Eropa saat ini adalah Manchester United. Sang pemilik baru, Jim Ratcliffe mempertahankan Eric Ten Hag, namun apabila tidak ada perubahan yang menjanjikan, bukan tidak mungkin pelatih asal Belanda itu akan dievaluasi.
Ten Hag, yang dua musim lalu menggantikan Ralf Rangnick, pada periode pertamanya memberi harapan bagi penyegaran MU, yang belum juga mampu meraih trofi sejak kali terakhir pada 2013. Kini dia berkutat pada efektivitas rekrutmen pemain.
Dulu, Rangnick menganalisis, MU butuh “bedah jantung”, artinya membutuhkan perubahan total. Manajemen sudah sepenuhnya di bawah kendali Jim Ratcliffe, namun apakah “operasi jantung” dalam manajemen klub telah menyentuh wilayah teknis?
Kini disebut-sebut MU akan melepas tiga pemain yang bergaji mahal — Rp 7 miliar per pekan — yakni Casemiro, Christian Eriksson, dan Victor Lindelof. Setan Merah sudah berhasil mendapatkan Joshua Zirkzee, Leny Yoro, Matthijs de Light, Noussair Mazraoui, dan Manuel Ugarte. Dan, inilah tantangan bagi Ten Hag untuk meraciknya menjadi adonan yang sedap.
Penyegaran ibarat langkah spekulatif dalam membangun performa tim. Sejauh ini, dari lima laga, Eric Ten Hag belum menampilkan permainan gacor. Perubahan komposisi pemain juga belum menjawab, apakah sesuai dengan analisis “operasi jantung” ala Rangnick?
Tesis – Antitesis
Kompetisi di sebuah liga seperti menyajikan kondisi pertarungan tesis – antitesis – sintesis. Satu klub dengan klub yang lain saling mencari formula dari teori-teori dan praktik yang saling mematahkan tesis antarpelatih.
Tesis, antitesis, dan sintesis adalah “hukum alam”, atau bahkan “sunnatullah” yang akan terpastikan dari perjalanan yang telah tergariskan dari ikhtiar-ikhtiar para pelakunya. Semua berusaha dengan segala modalitasnya, dan garis “langit”-lah yang akhirnya menentukan.
Rivalitas kejeniusan Pep Guardiola, Mikael Arteta, Arne Slot, Enzo Maresca, dan Eric Ten Hag mengetengahkan persaingan bukan hanya ketetapan dalam meracik penyegaran, tetapi juga taktik yang bisa berbeda-beda sesuai kebutuhan di setiap laga.
Lalu siapa taktikus Liga Primer yang akan menjadi “the last man standing”, seperti juga perjalanan yang dihadapi oleh Hansi Flick di La Liga?
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —