Sejumlah pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Forum Media Online Kota Semarang (FOMOS), di Rumah Popo Kawasan Kota Lama Semarang, Jumat 27 September 2024. (Foto: Diaz Abidin)

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Dua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah yakni Andika Perkasa – Hendrar Prihadi, dan Ahmad Luthfi – Taj Yasin Maimoen dinilai masih hambar gagasan dan miskin ide untuk persoalan-persoalan di provinsi tersebut.

“Belum ada gagasan brilian dari dua pasangan calon. Mungkin ini masih fase awal, mereka masih sibuk penguatan tim di internal,” kata Pengamat politik UIN Walisongo M Kholidul Adib, di Rumah Popo Kawasan Kota Lama Semarang, Jumat 27 September 2024.

Sejumlah permasalahan lingkungan juga dibahas, selain strategi pemenangan paslon dalam agenda Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Forum Media Online Kota Semarang (FOMOS) dengan tema  “Membaca Peta Politik Pilgub Jawa Tengah 2024; Seberapa Besar Peluang Masing-masing Paslon?” itu.

Selain lumbung suara, Jawa Tengah diketahui juga penuh masalah lingkungan, seperti penurunan tanah atau land subsidence, hingga abrasi di wilayah Pantai Utara (Pantura). Kota Semarang, Kabupaten Demak, Pekalongan dan lain-lain dihantam abrasi. Banyak lahan produktif jadi lahan tidur, dan bahkan pajak tanah masih dipungut.

“Ke depan diharap serius, (paslon) jangan hanya bermain branding diri sebagai apa (untuk tarik perhatian publik). Akan tetapi ada ide dan gagasan,” kata dia.

Dua paslon cagub yakni Andika Perkasa dan Ahmad Luthfi masih bermain pada branding diri. Andika sebagai tokoh nasional jenderal bintang empat TNI. Sementara Ahmad Luthfi memosisikan diri sebagai bapak petani, bapak nelayan, dan lain-lain untuk maju Pilgub Jateng.

“Saya rasa yang akan menguasai masalah para wakilnya. Hendrar Prihadi pernah jadi Wali Kota Semarang dan Taj Yasin Maimoen pernah jadi Wakil Gubernur Jawa Tengah,” kata dia.

Senada, Peneliti Kanigoro Network Joko Kanigoro mengatakan, pertarungan gagasan tidak akan ada dari dua paslon saat di zona kampanye. Akan tetapi, kata dia, hal itu akan muncul saat agenda debat di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

“Adanya di debat. Bobot dua-duannya (cagub) sama-sama dari institusi, tak pernah bicara tentang partai politik, atau kebijakan parpol. Andika Perkasa sebagai abangan anyar (kader baru PDIP), Ahmad Luthfi diidentifikasi didukung Jokowi. Karena dahulu kan calonnya Sudaryono, lalu akhirnya Ahmad Luthfi yang dicalonkan,” kata dia.

Menurutnya kedua cagub tersebut, tidak bicara program visi misinya seperti ekonomi, pupuk, infrastruktur. Karena, kata dia yang menguasai masalah di Jawa Tengah para wakilnya.

“Kalau perang gagasan? Menurut saya tidak ada, adanya perang bintang,” kata dia.

Luthfi dikondisikan sebagai kader partai gerindra secara komunikasi branding ke bawah.

Pengamat politik Unika Soegijapranata Andreas mengungkapkan, kondisi perang bintang itu tidak baik bagi Polri. Akan tetapi, sisi positif dari mereka, dua aparat angkatan cukup menentukan dinamika di tengah budaya politik patriarki.

“Budaya masyarakat kita melihat kalau orang pakai seragam akan berbeda. Juga stigmanya bahaya kalau mereka berpolitik. Budaya politik kita jauh dari rasional. Angkanya 20 persen masyarakat akan memilih partai ideologis,  di mana yang 80 persen tergantung ‘angin’,” kata dia.

Dikatakannya, memang tidak ada arah, tidak ada perang gagasan.

“Tapi mungkin ini bagian strategi. Mereka meyakinkan (publik) pilihlah saya, masyarakat akan memilih sosok yang sesuai untuk mewakili  (relevan) dengan karakter pribadinya,” kata dia,

Dia berharap, pada pilkada dua cagub Jawa Tengah bukan bicara program, akan tetapi sifatnya juga tentang kepemimpinan.

“Pekan kedua kampanye nanti harusnya sudah bicara soal tawaran slogannya, isunya. Branding cagub pada ide seharusnya. Gagasan harus ditonjolkan oleh pala calon. Baru dikaitkan dengan timses, relawan, bekerja, untuk target pemenangan mereka,” katanya.

Diaz Abidin