blank

Penulis Dr Suparmi SSi MSi (ERT), dosen Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung, Semarang.

Anemia merupakan salah satu dari tiga masalah gizi di Indonesia selain malnutrisi dan obesitas. Anemia ditandai dengan kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah dari batas normal, dengan gejala lemas, pusing, hingga kulit pucat. Dilansir dari situs kemkes.go.id bahwa hasil Riset Kesehatan tahun 2018 melaporkan bahwa usia 5-14 tahun dan 32% usia 15-24 tahun, sehingga 3 dari 10 remaja termasuk siswa sekolah menengah menderita anemia. Anemia menyebabkan kurangnya oksigen ke sel otot dan sel otak, sehingga menurunkan kebugaran, imunitas, ketangkasan berpikir, prestasi belajar, dan produktivitas pada remaja. Dampak jangka panjang anemia pada remaja putri dan wanita usia subur yaitu perdarahan sebelum dan saat melahirkan, kelahiran prematur, bayi berat lahir rendah (BBLR), dan penurunan simpanan zat besi (Fe) untuk bayi sehingga menyebabkan stunting dan gangguan neurokognitif. Bayi yang lahir dengan cadangan Fe rendah akan menderita anemia, sehingga risiko kesakitan dan kematian meningkat. Dinkes Kota Semarang melaporkan bahwa pada tahun 2021 15,4% ibu hamil mengalami anemia, 10,43% mengalami Kekurangan Energi Khusus (KEK) yang terkait 1,53% kasus stunting balita. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan upaya kesehatan berkelanjutan mulai dari sejak remaja, sebelum masa hamil, masa kehamilan, persalinan dan nifas.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi anemia, seperti gerakan aktif minum tablet tambah darah (TTD) dan diet seimbang. Namun, baru-baru ini, klorofil dalam daun katuk mulai mendapat perhatian sebagai salah satu solusi alami untuk pencegahan anemia.

Manfaat

Daun katuk, atau bahasa ilmiahnya Sauropus androgynus, sudah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai pelancar ASI. Tanaman ini mudah ditemukan di pekarangan rumah warga, bahkan ditanam di taman TOGA karena dipercaya memiliki banyak khasiat kesehatan. Sayangnya, potensi tanaman ini dalam pencegahan anemia belum banyak diteliti lebih lanjut.

Klorofil, zat yang sering disebut “darah hijau” karena struktur kimianya yang mirip dengan hemoglobin, hanya saja atom sentral klorofil adalah magnesium, sedangkan hemoglobin adalah besi. Suparmi dan kolega tahun 2016 dalam artikel publikasi hasil penelitiannya melaporkan klorofil, pigmen alami dari daun katuk memiliki aktifitas antioksidan, dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan kadar ferritin, serta tidak menimbulkan efek toksik pada organ mencit. Selanjutnya, pada tahun 2021 mereka melaporkan bahwa klorofil daun katuk efektif sebagai antianemia pada tikus hamil yang mengalami anemia defisiensi besi. Efek antioksidan klorofil dapat melindungi sel darah merah dari kerusakan oksidatif akibat radikal bebas sehingga dapat mencegah anemia. Penelitian lain melapokan bahwa antioksidan dapat meningkatkan reduksi Fe³⁺ (yang sulit diserap oleh tubuh) menjadi Fe²⁺ (bentuk yang bisa diserap oleh tubuh), sehingga zat besi lebih mudah digunakan oleh tubuh.

Cara Mengkonsumsi

Masyarakat biasanya mengkonsumsi daun katuk dengan berbagai cara, seperti: dimasak sayur bening atau tumisan, diblender dengan buah dijadikan jus, dikeringkan kemudian diseduh menjadi teh. Tahun 2023 dan penelitian yang masih berjalan Suparmi dan kolega memformulasikan klorofil daun katuk dalam bentuk tablet dan diujikan pada tikus anemia. Baru-baru ini mereka mencoba menerapkan manfaat klorofil daun katuk ini untuk membuat minuman herbal dari klorofil daun katuk yang disukai oleh Ibu-Ibu. Dalam program pengabdian kepada masyarakat mereka membuat minuman klorofil daun katuk yang dibuat jelly kemudian dicampur air dan serutan kelapa muda, dan dicampur dengan berbagai buah-buahkan sehingga menambah rasa dan aroma yang segar. Selain itu, agar klorofil daun katuk untuk suplemen atianemia lebih disukai remaja anak-anak sekolah juga telah dicobakan dalam bentuk permen gummy yang kenyal dan sehingga harpaannya dapat disukai anak-anak maupun remaja. Pengembangan produk klorofil duan katuk ini masih perlu terus dikembangkan agar dapat mendukung upaya kerhasilan pencegahan anemia di masyarakat. Jika sudah mengalami anemia, tentunya terapi anemia tetap mengikuti petunjuk dari dokter.