Adanya reaksi itu, menyebabkan bangkit rasa percaya dirinya. Selanjutnya dia mencoba memanfaatkan jurus dorong (jeblak). Reaksinya? Gelandangan itu terdorong lalu jatuh di jalan raya. Beberapa kali penyerang berupaya bangun dan menyerang lagi.

Namun setiap kali mau bangun, sopir membuatnya jatuh cukup dengan hentakan kaki yang disertai getaran tenaga dalam. Kejadian itu disaksikan puluhan pasang mata yang bukan  dari orang dalam perguruan. Setelah kejadian itu, warga banyak yang mendaftar menjadi anggota perguruan.

Itu karena mereka melihat bukti yang sulit dipungkiri. Kejadian itu menjadi catatan bahwa olah batin, jurus, dan pernapasan itu jika dilatih dan diyakini, bisa dimanfaatkan untuk ikhtiar menjaga keselamatan dan pengobatan. Selain kejadian itu, masih ada informasi lain yang menunjukkan, berlatih tenaga dalam itu bukan sia-sia.

Intinya, dibalik yang tampak, masih tersimpan banyak potensi yang jika digali dan dikembangkan tentu menghasilkan potensi yang bermanfaat bagi kehidupan. Dan tenaga dalam itu bagian dari Kuasa Tuhan yang  diberikan kepada kita.

Pukulan dan Emosi

Kejadian lain, dalam rombongan terdiri dari enam orang, -dua diantaranya anggota perguruan tenaga dalam- saat bertugas pemberantasan malaria di daerah transmigrasi, mereka dihadang kawanan pemalak. Ketua rombongan adalah anggota seperguruan tenaga dalam.

Karena kawanan pemalak  akan menjarah infentaris kesehatan, ketua rombongan dan tim berupaya mempertahankan sehingga terjadi benturan fisik. Kawanan pemalak mendahului menyerang. Yang pertama kali menjadi sasaran pukulan anggota perguruan beladiri yang tidak ketua rombongan.

Sayangnya, anggota perguruan itu grogi dan tidak bisa memanfaatkan jurus tenaga dalamnya. Ketika dia dipukul oleh pemalak, langsung terkapar. Ketua rombongan  melihat teman seperguruannya jatuh saat dipukul, maka hilang kepercayaanya dengan tenaga dalam.

Serangan berikutnya tertuju kepada ketua rombongan. Saat diserang, dia bertahan dengan memanfaatkan ransel berisi pakaian kotor, ini untuk melindungi serangan senjata tajam. Yang berikutnya, ketika beberapa pemalak mengayunkan golok, selalu meleset.

Dan ketika serangan diulang, walau dibantu kawananan yang lain, tetap saja gagal. Mereka tidak mampu mendekat, dan sebagian dari mereka ada yang terpental. Karena tidak ada satupun serangan yang berhasil, kawanan pemalak kabur dan sembunyi dibalik semak-semak.

Kalap, Emosi

Tradisinya, tenaga dalam itu lebih berperan optimal ketika penyerang dalam kondisi emosi total, selebihnya tergantung bagimana dia menjaga ketenangan dan memanfaatkan ilmunya. Tenaga dalam itu lebih berfungsi sebagai sarana menahan serangan  atau pukulan lawan.

Kejadian ribut dijalanan ini pernah dialami anggota perguruan yang tidak sengaja menyenggol pejalan kaki dengan motornya. Aslinya dia berniat baik, ingin menolong korban yang mengalami luka, namun dia menjadi sasaran massa, sehingga dia menggunakan jurus tenaga dalam.

Akibatnya, sebagian penyerang yang dari arah depan terpental, namun penyerang yang dari belakang, serangannya masih masuk, walau tidak telak. Saya mengambil kesimpulan, sifat dari tenaga dalam itu “adil”. Jika serangan yang memiliki bobot pukulan satu kuintal, jika dilontarkan dengan emosi separuhnya, bobot pukulannya dirasakan separonya.

Jika kadar emosinya ditingkatkan 45 persen, maka bobot pukulan yang dirasakan hanya 20 persen. Jika getaran emosinya 100 persen, atau kalap (membabi buta)  bobot pukulannya mendekati “nol” persen, yang berarti, pukulan tidak mengenai  sasaran.

Bersambung