Striker Timnas Indonesia, Ragnar Oratmangoen, saat berduel dengan gelandang Australia, Jackson Alexander Irvine. Foto: dok/pssi

Oleh: Amir Machmud NS

// jika mereka mengklaim berstandar Eropa/ kita pun berhak menyatakan yang sama/ sepak bola adalah dinamika/ dan kita memiliki asa setara/ meraih terang bintang/ berselimut langit luas//
(Sajak “Indonesia dan Sepak Bola Australia”)

INGAR bingar membuncah di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, empat hari lalu

Bagai tergelar “pesta rakyat”. Kegempitaan sekitar 70 ribu suporter menandai perjuangan Jay Idzes dkk meraih satu angka dari tamunya, Australia dalam laga babak ketiga Pra-Piala Dunia Zona Asia.

Seolah-olah, skor tanpa gol itu adalah hasil yang layak disambut dengan ruap kegembiraan, karena tim nasional kita tidak kalah dari tim dengan reputasi sehebat The Socceroos. Selama ini, kita praktis selalu kesulitan menghadapi mereka.

Lalu di mana sesungguhnya posisi sepak bola Australia?

Bagi tim nasional Garuda, Australia menjadi salah satu momok, terlebih setelah sejak 2006 menjadi anggota Federasi Sepak Bola Asia (AFC), selepas kehijrahan secara struktural dari Zona Oseania.

Negeri Kanguru itu telah lima kali lolos ke putaran final Piala Dunia. Raihan terbaik dicatat di Piala Dunia 2006 dan 2022 dengan lolos ke 16 besar.

Kehadiran Australia selalu diperhitungkan, walaupun pemosisiannya sebagai “tim Asia” seolah-olah menegaskan bahwa The Socceroos masih belum “mentas” sebagai kekuatan yang betul-betul sejajar dengan tim-tim Eropa.

Dengan “macan-macan Asia” seperti Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, Iran, dan Qatar, kiprah Australia juga masih setara. Kepindahan ke AFC tidak serta merta menjadikan mereka sebagai “raja zona”. Australia justru terasa canggung di tengah tim-tim bertradisi kuat Asia.

Posisi Tuan Rumah
Memanfaatkan posisi setiap kali menjadi tuan rumah di babak ketiga Pra-Piala Dunia 2026 ini adalah target kita untuk meraup angka penuh. Apalagi menghadapi tim-tim kuat seperti Arab Saudi, Australia, dan Jepang.

Setelah sukses menahan Arab Saudi 1-1 di Jeddah, kita berharap bisa mengalahkan lawan-lawan terkuat ketika bertindak selaku tuan rumah. Bagaimanapun, menghadapi Australia yang “terluka” karena dikalahkan Bahrain 0-1, hasil 0-0 patut disyukuri.

Peluang gol beberapa kali didapatkan Ragnar Oratmangoen cs, namun Australia memang lebih sering mengancam dengan dominasi laga yang lebih terasa. Performa kiper Maarten Paes adalah bagian dari ketangguhan pertahanan Garuda.

Kita tetap meraih angka, namun hasil seri memberi beban lebih besar di kandang lawan nanti. Empat laga masih bisa dimanfaatkan ketika menjadi tuan rumah melawan Jepang, Arab Saudi, Cina, dan Bahrain; pada sisi lain pasukan Shin Tae-yong juga harus berjuang ekstra di kandang negara-negara tersebut.

Hasil imbang dari dua pertandingan pertama mengisyaratkan lawan-lawan tak lagi menjadikan Indonesia sebagai lumbung gol. Garuda diam-diam telah diposisikan setara sebagai lawan yang berbahaya, walaupun berperingkat FIFA paling rendah, 133.

Syarat lolos ke Piala Dunia 2026 adalah menduduki urutan kedua Grup C. Atau paling jelek lewat putaran keempat, dan itu harus dengan menempati peringkat ketiga atau empat Grup C.

Masih Jadi Momok?
Jadi masihkah Australia — yang berperingkat 24 FIFA — menjadi momok bagi timnas kita?

Progres era pemanfaatan pemain diaspora pada periode PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir nyata membawa pengaruh kuat bagi peningkatan performa timnas.

Walaupun proyek diaspora bukan tujuan akhir, namun atmosfer kegempitaan sangat kita rasakan. Di bawah coach STY, timnas berkembang menuju kesetaraan dengan tim-tim elite Asia.

Sejumlah negara yang selama ini menjadi momok, kini memandang timnas Indonesia tidak dengan sebelah mata. Australia kemarin hadir ke Jakarta dengan kewaspadaan, bukan lagi mereka yang menjadi momok bagi Tim Merah-Putih.

Atmosfer GBK yang seheboh itu menandai impian masyarakat terwakili oleh timnas yang tangguh, yang kini melekat dalam setiap penampilan pasukan Garuda.

Dengan asupan baru sejumlah pemain diaspora, progres tampilan timnas memang meniupkan harapan baru, meskipun jalan masih panjang untuk melewati aneka rintangan di babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 ini…

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah