Komunitas Khoja Semarang mengikuti festival di Festival Kota Lama Semarang. Foto: Dok. Chandra AN

Komunitas Khojas dalam arak-arakan festival di Kota Lama Semarang. Foto: Dk Chandra ANDia menuturkan, tradisi dan budaya Khoja ini meruakan kekayaan bagi Kota Semarang. Warga Khoja merasa turut bertanggung jawab untuk menjaga tradisi ini agar jangan sampai hilang. Tentu tidak sepenuhnya, tetapi ada penyesuaian sesuai perkembangan zaman.

Chandra yang juga dikenal sebagai fotografer jurnalistik andal ini menyebut, di antaranya pengantin semarangan. “Tutup kepala yang dipakai disebut turban khas Khoja ada kemiripan dengan peci Arab, kemudian ada pedang ini Eropa, busana pengaruh Cina. Mereka diarak dengan iringan seni terbangan atau tetabuhan sameer dengan lagu-lagu berlirik Bahasa Arab.

“Isi liriknya bukan hanya doa, tetapi juga nasihat dan harapan-harapan agar anak-anak yang disunat kelak menjadi orang yang berguna bagi orang lain, bangsa, dan negara,” kata Chandra.

Orang Khoja yang funny, kata Chandra, selalu mengajak orang untuk bergembira. Misalnya mereka suka menari seperti halnya di film-film India.

“Mereka berjoged dan ngobrol pada malam menjelang pengantin sunatan. Tujuannya untuk menghibur keluarga yang punya kerja,” ujar Chandra.

Chandra yang juga dikenal sebagai seniman keroncong ini juga merasa kehilangan, Ketika tokoh kuliner Khoja, Cik Rul meninggal. “Cik Rul ini yang membuat makanan kopiah bobrok, pisang banten, putu tegal, dadar saus coklat, dan sebagainya,” ujar dia.

Unik dan Lucu

Chandra menuturkan, untuk mengajak warga Khoja mengikuti festival ini memang unik dan ada lucu-lucunya juga. Warga Khoja ini umumnya adalah pedagang di Pasar Djohar, ada yang berdagang karpet, sajadah, arloji, atau kacamata.

“Kami mengingatkan, pukul 16.00 esok hari harus sudah kumpul, karena festival dimulai jam-jam itu. Meereka bilang ya. Tetapi pas pelaksanaan ada yang belum datang, Ketika ditelepon menjawab, bahwa dia masih mengerjakan reparasi arloji, akan diambil pemiliknya pukul empat sore. Ini hal-hal unik dan lucu yang kami alami,” ujar Chandra.

Disinggung soal biaya untuk penyelenggaraan festival, Chandra menyebut,ada sitmulan dari Pemkot Semarang. Kemudian yang lain, anggota komunitas kami membantu. Yang punya usaha kuliner menyumbangkan kuliner khas Khoja.