Sandy Walsh merayakan gol Timnas Indonesia ke gawang Arab Saudi, di laga babak ketiga Pra-Piala Dunia Zona Asia, yang digelar di Jeddah. Foto: dok/afc

Oleh: Amir Machmud NS

// maqam tak bisa membohongi/ di mana posisi kita/ seperti apa kualitasnya/ capaian sesaat/ tak bisa digaungkan/ sebagai gambaran lompatan…//
(Sajak “Glorifikasi”, September 2024)

KABAR baik dari Jeddah.

Skor 1-1 dari laga babak ketiga Pra-Piala Dunia Zona Asia melawan Arab Saudi, jelas menggembirakan. Bagaimanapun, Rizky Ridho dkk telah berjuang memperlihatkan level setara dengan salah satu langganan kontestan Piala Dunia itu.

Perjuangan memang masih panjang. Jepang mencukur Cina 7-0, dan Bahrain menundukkan tuan rumah Australia 1-0. Hasil-hasil ini meniscayakan persaingan yang bakal membara di laga-laga lanjutan.

Pelatih Shin Tae-yong tertantang untuk makin memberi bukti tentang kemajuan-kemajuan tim nasional Garuda, walaupun beraksen realitas “budaya sepak bola”, belum pada fakta trofi dari sebuah turnamen.

Dari peringkat FIFA, sikap bermain, dan sikap profesional bermain, coach STY menghadirkan atmosfer yang berbeda.

Indra Syafri
Ya, dibandingkan dengan pelatih nasional lainnya, satu nama ini memang menghadirkan suasana yang lain. Indra Syafri! Simaklah, dia menyimpan catatan-catatan hebat dalam karier kepelatihannya.

Dia bahkan melewati capaian Shin Tae-yong, yang kita akui sukses menumbuhkan gairah hebat tim nasional, namun yang sejak 2019 hingga sekarang belum membukukan prestasi kuantitatif dari sisi raihan trofi.

Dari 2013, buah karya Indra telah memberi warna. Dia mengantar Evan Dimas dkk meraih Piala AFF U19, lalu Gianzola Nugraha cs menjuarai Piala AFF U22, mengemas medali emas SEA Games 2023, dan juara Piala AFF U19 2024.

Catatan yang juga tak akan dilupakan adalah membawa Tim U19 ke putaran final di Uzbekistan, antara lain dengan mengalahkan Korea Selatan 3-2 di babak kualifikasi di Jakarta.

Terakhir, Indra Syafri juga sukses memberi sensasi: anak-anak Indonesia U20 membuat kejutan dengam mengalahkan Argentina 2-1 dalam turnamen Seoul Earth on Us, akhir bulan kemarin.

Mengejutkan dan membanggakan, tentu saja, walaupun dalam dua laga setelahnya Dony Tri Pamungkas dkk kalah dari Thailand dan Korsel 0-2 dan 0-3. Hasil yang “khas” memperlihatkan kebelumstabilan performa, karena terbukti Garuda masih belum benar-benar menandingi Thailand dan Korea.

Maka tepatlah apabila banyak pihak yang mengingatkan, kemenangan atas Argentina jangan diglorifikasi sebagai lompatan kemajuan yang memosisikan tim nasional kita berada di level yang sudah berbeda.

Kegairahan
Bahwa sepak bola Indonesia sedang mengalami peningkatan kegairahan, itu harus diakui sebagai realitas yang dirasakan.

Lolos ke putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 untuk menghadapi sejumlah “macan Asia”, patut disikapi sebagai langkah menggembirakan dan dirawat.

Lompatan itu menerusi sukses kelolosan ke 16 besar Asia, dan semifinal Piala AFC U23, dengan fokus memobilisasi sejumlah pemain diaspora yang selama ini dibentuk oleh kompetisi liga-liga Eropa, khususnya Eredivisie (Liga Belanda).

Merekrut pemain berdarah Indonesia untuk diberi kewarganegaraan dan memperkuat timnas, bagaimanapun meningkatkan kualitas pasukan STY. Ini menjadi warna dominan pembentukan timnas dalam tiga tahun terakhir.

Hasilnya, antara lain juga bisa kita simak dari awal babak ketiga Pra-Piala Dunia 2026 menghadapi tim-tim kuat Asia: Arab Saudi, Australia, Jepang, Cina, dan Bahrain, yang telah dimulai sejak kemarin. Kita bisa meraih satu angka di kandang Saudi.

Glorifikasi
Glorifikasi setelah melaju hingga empat besar Piala AFC U23 2023, dan jauh sebelumnya — mengalahkan Korsel 3-2 dalam kualifikasi Piala Asia U19 — memang menciptakan glorifikasi yang berpangkal pada konfidensi bahwa timnas telah naik kelas.

Kemenangan atas Argentina di turnamen SoU, dan hasil laga pertama babak ketiga Pra-Piala Dunia di Jeddah juga menumbuhkan rasa yang berbeda, dan suka atau tidak suka menggaungkan suasana kemenangan dengan nilai kebanggaan tertentu.

Hanya, menyimpulkannya secara berlebihan sebagai lompatan kemajuan memang tidak pas. Setelah kemenangan itu, kekalahan dari Thailand dan Korea segera memberi realitas kesadaran bahwa kita tetap harus membumi.

Pesan moralnya, kemenangan itu memang patut menumbuhkan kepercayaan diri bahwa sepak bola Indonesia “bisa” bergerak di jalan yang tepat. Tentu apabila dikelola dengan manajemen yang pas.

Kompetisi liga harus digulirkan dengan moral pembinaan yang bertanggung jawab untuk melahirkan pemain-pemain yang siap secara fisik, teknik, dan mental.

Infrastruktur pembinaan dibenahi sesuai dengan standar dan daya saing dengan liga-liga internasional, seperti yang melahirkan para pemain diaspora yang direkrut ke timnas.

Kondisi-kondisi inilah yang pada gilirannya bisa mendorong glorifikasi. Benar-benar untuk meraih atmosfer yang pantas diglorifikasikan…

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah