Ketua RW 10 Kampung Sukorejo, Giritirto, Wonogiri, Ari Prasetyo (kanan), siap menyerahkan tokoh wayang Arjuna kepada Dalang Ki Budiyono (kiri). Ikut mendampingi Dalang Ki Sahrul Ramadan, Nabil Putra Angkasa dan Wahyu.(Dok.Ist)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Dalam menutup Agustus Bulan Merdeka, semalam, digelar wayang kulit Lakon Wahyu Makhuta Rama di Rukun Tetangga (RT) 5/Rukun Warga (RW) 10 Kampung Sukorejo, Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri.

Menampilkan lima orang dalang, terdiri atas Ki Budiyono, Ki Warino, Ki Sahrul Ramadan (peraih gelar juara lomba dalang remaja tingkat Kabupaten Wonogiri), bersama dua dalang cilik Nabil Putra Angkasa dan Wahyu.

Pentas wayang kulit Lakon Wahyu Makutha Rama ini, diiringi oleh Group Seni Karawitan Suko Laras, dengan dua waranggana Nyi Suwarti dan Nyi Suwarni. Diawali dengan penyerahan tokoh wayang Arjuna oleh Ketua RW 10, Ari Prasetyo, kepada Dalang Ki Budiyono.

Wahyu Makhuta Rama termasuk lakon pakem episode Mahabarata. Berkisah tentang ambisi Raja Ngastina Prabu Duryodana ingin memperoleh Wahyu Makutha Rama dengan mengutus Adipati Karna. Keberangkatan Adipati Karna ditemani Patih Sengkuni bersama para Prajurit Kurawa.

Adipati Karna mendatangi Begawan Kesawasidi (Prabu Kresna) di pertapaan Kutharunggu. Sang Begawan ditemani oleh Anoman, Resi Maenaka, Yaksendra dan Gajah Setubanda. Begawan Kesawasidi mengatakan, dirinya tidak memiliki Wahyu Makutha Rama. Adipati Karna tidak percaya, maka terjadilah perselisihan. Adipati Karna menyerang, tetapi dilawan oleh Yaksendra dan Yajagwreka. Adipati Karna melepas panah Wijayandanu, tapi panah ditangkap oleh Resi Anoman.

Begawan Kesawasidi tahu, bahwa Arjunalah yang pantas ditempati Wahyu Makutharama. Dia kemudian menyampaikan ajaran Rama kepada Wibisana, yang disebut Hasta Brata (Asthabrata). Berisi ajaran kepemimpinan dengan karakter 8 Dewa bersama dengan unsur alamnya.

Aji Pamasa

Delapan karakter Dewa itu terdiri atas Batara Wisnu dengan sifat Bantala (Bumi), Batara Bayu dengan sifat Maruta (Angin), Batara Baruna dengan sifat Samodra atau air. Selanjutnya Bethari Ratih dengan sifat Candra (Bulan), Batara Surya (Matahari), Bathara Indra (Angkasa atau Langit), Batara Brama dengan sifat Dahana (Api), dan Batara Ismaya dengan sifat Kartika (Bintang).

Pada awalnya Asthabrata ditulis dalam Bahasa Sanskerta, termuat dalam Ravanawadha Bhaktikakawa, yang kemudian dibukukan dalam Kakawin Ramayana. Raden Ngabehi (RNg) Ranggawarsita (Pujangga Keraton Surakarta), memasukkan Asthabrata dalam Serat Aji Pamasa (Tahun 1856 M).

Serat tersebut membeberkan tentang ajaran Asthabrata sesuai dengan delapan karakter alamnya. Yakni Bumi atau Bantala (pengayom, penolong, pendarma, jujur, berbudi luhur), Air atau Tirta (sabar, suka membahagiakan orang lain), Api atau Dahana (wibawa peduli memecahkan masalah), Angin atau Maruta (waspada, cemat). Selanjutnya Surya atau Matahari (adil, manusiawi, cinta kasih), Candra atau Bulan (rendah hati, suka menolong), Sudarma (Kartika) atau Bintang (cerdas, tegas, teguh pada pendirian), Hima atau awan (adil tak pilih kasih).

Raja Surakarta Paku Buwono (PB) IX, memasukkan Asthabrata ke dalam Buku Wulang Dalem Warni-Warni. Yang menuliskan delapan sifat kepemimpinan yang baik. Yang masing-masing dilambangkan sebagai sifat delapan Dewa. Yakni Hyang Endra (sopan, kerja keras, adil), Hyang Yama (tegas tidak pilih kasih), Hyang Surya (tenang, membantu siapa pun), Hyang Candra (ramah, setia, lemah lembut), Hyang Bayu (teguh, pemaaf, berbudi luhur), Hyang Kuwera (tanggungjawab, perasa), Hyang Baruna (cerdas, pemberani), Hyang Brama (tabah, tegas, pemberantas musuh).(Bambang Pur)