Ketua PP Rijalul Ansor KH R Mahfudz Chamid ketika hadir Masjid Al Jihad Binangun Wringinanom Kertek Wonosobo. Foto : SB/dok Rijalul Ansor

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Ketua PP Rijalul Ansor KH R Mahfudz Chamid berharap anggota Rijalul Ansor bisa meneladani dan belajar dari tokoh tokoh NU terdahulu seperti KH Hasyim Asy’ari dalam melaksanakan politik kebangsaan dan ke-Indonesiaan.

“Pemahaman tokoh NU tempo dulu terkait dengan nasionalisme selalu dilandasi pada moderasi dan mengakomodir kearifan lokal. Sehingga, sikap moderat tersebut, saat itu bisa diterima di semua kalangan,” ujarnya.

Hal tersebut ditegaskan oleh Ketua Umum PP Rijalul Ansor, KH R Mahfudz Chamid saat mengisi acara “Ansor, Banser dan Rijalul Ansor Bersholawat” yang digelar PAC GP Ansor NU Kecamatan Kertek di Masjid Al Jihad Kelurahan Wringinanom, Kertek, Wonosobo, Sabtu ( 24/8/2024).

Menurut pria yang akrab disapa Gus Mahfudz itu, sikap kenegarawanan tokoh tokoh NU sangat terlihat saat Muktamar Nahdhatul Ulama (NU) tahun 1934 di Banjarmasin Kalimantan.

“Saat itu, para tokoh berembug dan menghasilkan keputusan tentang bentuk negara. Di mana mereka menyepakati dasar negara seperti yang sekarang ini ada. Yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI,” katanya.

Dalam tahapan selanjutnya, lanjut dia, saat ada perdebatan tentang sistem kenegaraan Indonesia di mana kaum nasionalis menginginkan nantinya Indonesia dijalankan dengan sistem nasionalis sekuler, tokoh NU menanggapi dengan bijak namun mengena.

“Sedangkan kaum agamawan menginginkan sistem negara Islam. Saat itulah tokoh tokoh NU menyuarakan sikapnya untuk memberikan pandangannya tentang sistem kenegaraan Indonesia yang akhirnya dijalankan saat ini,” ujar Gus Mahfudz di hadapan ratusan kader Ansor, Banser, Rijalul Ansor dan warga NU setempat.

Kearifan Lokal

Ketua PP Rijalul Ansor, KH R Mahfudz Chamid. Foto : SB/dok Rijalul Ansor

Tidak kalan pentingnya, menurut Gus Mahfudz, adalah bagaimana menghormati kearifan lokal dalam berdakwah. Sehingga dalam prakteknya, budaya lokal tetap bertahan dan tidak berbenturan dengan ajaran Islam.

“Walisongo sebagai pembuka jalan penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan pola kearifan lokal. Menghargai tradisi dan pemahaman agama lain yang saat itu sudah ada,” tegas dia.

Disebutkan, Sunan Kudus misalnya, melarang masyarakat setempat untuk memotong sapi demi menghormati umat Hindu yang sangat mengagungkan sapi sebagai hewan suci. Budaya tersebut bahkan masih berlangsung sampai saat ini.

“Demikian juga dengan pondok pesantren yang ada. Masyarakat lebih mengenalnya dari nama daerah di mana PP itu didirikan. Seperti PP Ploso Kediri dan PP Lirboyo dan sebagainya. Kearifan lokal yang ada tidak hilang,” ujar pengasuh PP Al Anwar Maron Loano Purworejo tersebut.

Sementara itu, Ketua GP Ansor NU Kecamatan Kertek, Saman mengatakan, kegiatan tersebut merupakan ajang konsolidasi kader dan Banom NU di Kecamatan Kertek Wonosobo sebagai perekat silaturahmi.

“Kegiatan tersebut merupakan event pertama setelah vakum cukup lama semenjak pandemi Covid-19 dan dilaksakanan lebih besar dibandingkan penyelenggaraan acara serupa sebelumnya,” ujar dia.

Saman menambahkan acara tersebut juga dimaksudkan untuk mengorbitkan potensi lokal NU yang selama ini jarang mendapatkan kesempatan. Padahal potensi generasi muda NU di tingkat lokal sangat luar biasa.

Muharno Zarka