Peresmian Jembatan Pulau Balang di Provinsi Kalimantan Timur para Influencer dengan Presiden RI. Foto : Instagram raffinagita17171

SUARABARU.ID Oleh: Fikri Shofin Mubarok MIKom

Duncan Brown dan Nick Hayes dalam bukunya yang berjudul “Influencer Marketing” mengungkapkan bahwa influencer memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku konsumen dan membentuk opini publik. Influencer dapat berupa selebriti, blogger, atau pengguna media sosial yang memiliki jumlah pengikut yang banyak dan dianggap otoritatif atau tepercaya di bidang tertentu. Brown dan Hayes menunjukkan bahwa kekuatan influencer terletak pada kemampuan mereka untuk menjangkau audiens yang luas dan untuk membangun hubungan yang lebih personal dan otentik dengan pengikut mereka dibandingkan dengan iklan tradisional.

Dalam era digital saat ini, influencer media sosial telah menjadi kekuatan besar dalam membentuk opini publik dan menggerakkan aksi massa. Tidak mengherankan jika kemudian influencer semakin populer misalnya dalam kontestasi Pemilu 2024. Para kandidat menggunakan influencer sebagai strategis cerdas menarik perhatian pemilih muda dan melek teknologi.

Influencer juga digunakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesadaran publik tentang program-program pemerintah dengan cara yang lebih engaging dan relatable. Misalnya, dalam sosialisasi pembangunan IKN, influencer yang memiliki jutaan pengikut di media sosial memproduksi konten yang menjelaskan manfaat dan tujuan pemindahan ibu kota. Dengan gaya komunikasi yang lebih personal dan interaktif, influencer mampu membuat informasi yang kompleks menjadi lebih mudah dipahami oleh masyarakat luas.

Melalui penggunaan influencer, pemerintah berupaya membentuk opini publik yang positif tentang program-programnya. Influencer yang mendukung pembangunan IKN, misalnya, dapat memposting konten yang menggambarkan proyek tersebut sebagai peluang untuk pembangunan berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi, dan modernisasi infrastruktur. Dengan demikian, mereka membantu membingkai isu tersebut dalam konteks yang positif, yang diharapkan dapat meningkatkan dukungan publik terhadap kebijakan tersebut.

Dalam praktiknya influencer media sosial bertindak sebagai agen media yang membantu menonjolkan isu-isu yang diinginkan pemerintah kepada khalayak luas. Dengan demikian, pemerintah berusaha memanfaatkan pengaruh influencer untuk membingkai narasi seputar kebijakan tertentu, seperti pembangunan IKN atau kebijakan- kebijakan pemerintah dan mendapatkan sorotan dari masyarakat.

Namun pendekatan ini menunjukkan bagaimana penggunaan influencer dapat menjadi alat hegemoni, di mana pemerintah berusaha mengendalikan wacana publik untuk membangun dukungan bagi kebijakan mereka. Hal ini sering dilakukan tanpa memberikan ruang yang cukup bagi pandangan alternatif atau kritik yang mungkin ada di masyarakat. Dengan demikian, penggunaan influencer dapat dianggap sebagai cara pemerintah untuk menegaskan dominasi ideologis mereka di ruang digital, yang pada gilirannya dapat mengurangi ruang untuk debat publik yang sehat dan demokratis.

Disisi yang lain pemerintah tidak hanya berusaha mempengaruhi apa yang dipikirkan oleh publik, tetapi juga bagaimana pemerintah berpikir tentang isu-isu tertentu. Banyak para praktisi dan ahli menyoroti bahwa strategi semacam ini dapat mengarah pada manipulasi publik yang tidak disadari, di mana informasi yang disampaikan mungkin tidak mencerminkan kenyataan yang lebih kompleks atau mungkin menyembunyikan kepentingan-kepentingan tertentu yang ada di balik kebijakan.

Kesimpulannya adalah bahwa penggunaan influencer oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung program-program seperti pembangunan IKN dan menyukseskan beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah merupakan strategi komunikasi yang sangat efektif dalam era digital. Namun, kita dapat melihat bahwa di balik strategi ini ada upaya untuk mengendalikan narasi publik dan mempertahankan dominasi ideologis. Penting bagi masyarakat dan pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan dampak etis dan sosial dari penggunaan influencer ini dan memastikan bahwa komunikasi pemerintah tetap transparan dan adil, serta memberikan ruang bagi diskusi publik yang lebih luas dan inklusif.

Mengkritisi penggunaan influencer dari perspektif ini membantu kita memahami dinamika kekuasaan yang lebih luas dan mendorong partisipasi publik yang lebih kritis dan sadar akan cara-cara dimana informasi dan opini dibentuk di era digital.

Pendekatan luar biasa influencer dalam mempengaruhi perilaku konsumen dan membentuk opini public juga mendapat perhatian khusus dari Theresa M Senft. Dalam bukunya Camgirls: Celebrity and Community in the Age of Social Networks ia menyebutnya sebagai fenomena microcelebrity.

Microcelebrity adalah gaya baru dalam perilaku online.  Mereka melibatkan upaya individu untuk meningkatkan popularitas mereka melalui berbagai platform digital seperti video streaming, blog, dan media sosial. Orang-orang ini secara aktif mempromosikan diri mereka sebagai merek untuk menarik perhatian audiens. Begitulah kinerja influencer yang berhasil mengubah lanskap marketing dan mengkooptasi opini publik.

• Fikri Shofin Mubarok MIKom adalah Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Sultan Agung