Divisi Humas Polri gelar FGD kontra radikal di Jateng, hadirkan narasumber mantan napi terorisme (24/7/2024). Foto: Humas

“Terorisme itu benar ada walaupun gerakannya tidak kelihatan. Saya ini mantan Napiter, dulu saya musuh negara, dulu saya disiapkan untuk menghadapi pemerintah Indonesia. Dulu saya direkrut untuk jadi teroris di Indonesia,” ucapnya.

Ia juga menjelaskan tahapan ekstremisme yang dimulai dari kegagalan menyikapi perbedaan yang kemudian berkembang menjadi radikalisme, dan akhirnya terorisme. Menurutnya, siapapun dapat berpotensi direkrut oleh jaringan terorisme untuk berbagai kepentingan seperti tenaga, pendanaan, maupun informasi.

Nasir Abbas, yang telah mendedikasikan dirinya untuk merehabilitasi mantan ekstremis dan mendorong perdamaian, berbagi wawasannya tentang akar penyebab radikalisasi dan pentingnya melawan narasi ekstremis.

“Kita perlu memahami, bahwa terorisme tumbuh subur karena ketidakpedulian serta pemahaman yang salah,” katanya.

Nasir Abbas berpesan kepada seluruh masyarakat untuk waspada terhadap paham-paham radikal dan menjaga keluarga, serta negara agar paham tersebut tidak berkembang, sehingga Indonesia tetap utuh dan damai.

“Kita harus waspada terhadap orang-orang yang tidak mau menerima perbedaan pendapat, orang yang suka mencela, mudah menyalahkan, dan mudah mengkafirkan sesama muslim. Mari kita waspadai paham-paham radikal di masyarakat,” pesannya.

Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya radikalisme dan terorisme, serta memperkuat kerja sama antara aparat keamanan dan masyarakat dalam menjaga keutuhan dan kedamaian Indonesia.

Ning S