blank
Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI di Malaysia, Prof Dr Muhammad Firdaus, berfoto bersama mahasiswa Magister Hukum (MH) USM, yang sedang melaksanakan KKL di Singapura dan Malaysia. Foto: dok/usm

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia, Prof Dr Muhammad Firdaus, menerima kunjungan mahasiswa Magister Hukum (MH) Universitas Semarang (USM), yang sedang melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Singapura dan Malaysia, baru-baru ini.

Pada kesempatan itu, Prof Firdaus memaparkan tentang penangan masalah HAM, pidana, kemiskinan, budaya dan permasalahan batas wilayah negara. Menurutnya, tenaga kerja yang mengalami kekerasan atau menjadi korban tindak pidana, sebagian besar dialami wanita yang bekerja sebagai buruh migran.

Dalam memberikan perlindungan hukum kepada para korban itu, pihaknya mengacu pada UU Nomor 18 Tahun 2017, tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

BACA JUGA: Kanwil Kemenkumham Jateng Gelar Promosi dan Diseminasi Indikasi Geografis di Kabupaten Brebes

”Untuk mengentaskan kebodohan dari anak pekerja migran dan mengurangi kejahatan, maka Kedubes memiliki Sekolah di Malaysia, yang khusus mendidik anak pekerja migran,” kata dia.

Disampaikan juga, ada tiga kasus besar yang sering mencuat di Malaysia, yakni masalah perlindungan pekerja migran, isu perbatasan dan budaya.

Kaprodi Magister Hukum USM, Dr Drs H Kukuh Sudarmanto BA SSos SH MM MH menyatakan, KKL diikuti 27 mahasiswa dari angkatan XVII. Mereka melakukan KKL dengan tujuan Singapura dan Malaysia.

BACA JUGA: Pendataan QR Code Pertalite di Jateng dan DIY Diperluas

”Disamping ke Universiti Malaya dan kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, para mahasiswa juga diminta untuk mengamati, mempelajari regulasi, kultur dan adat istiadat di Jewel, Merlion Park, Sentosa Island, Yoyo Local Product, Vhovon Boutique, Genting Highlands Land dan Putra Jaya,” ujar Kukuh.

Dia berharap, dengan KKL di luar negeri, para mahasiswa Magister Hukum USM dapat membuka wawasan dan cara pandang global terhadap permasalahan hukum yang dianut di negeri tetangga secara praktis, teoritis dan psikologis.

”Selain itu juga, para mahasiswa bisa langsung berinteraksi dengan stakeholder yang ada di Singapura dan Malaysia,” ungkapnya.

Riyan