blank
Kirab gunungan hasil bumi salahsatu yang menjadi perhatian dan ditunggu warga (Foto: Istimewa)

SLAWI (SUARABARU.ID) – Bertepatan dengan 1 Muharam 1446 H, objek wisata Guci Kabupaten Tegal menggelar ritual ruwat bumi.

Kegiatan ruwat bumi menjadi agenda rutin setiap tahun oleh Pemerintah Kabupaten Tegal melalui Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) bersama masyarakat obyek wisata guci.

Prosesi Ruwat Bumi dilaksanakan selama tiga hari, sejak 10 -12 Juli 2024, diawali dengan Istighosah, Ziarah ke makam Kiai Klitik dan Syekh Abdul  Karim, Tayuban, Kirab gunungan hasil bumi, Ngedusi wedus kendit, upacara adat ruwat bumi guci, serta ngalap berkah atau berebut gunungan yang dibawa masyarakat guci.

Prosesi pemandian wedus kendit dan pemandian keris dilakukan di Taman Wisata Guci Pancuran 13 secara berurutan dari pancuran ke11 sampai ke pancuran 13.

Tokoh masyarakat sekaligus sesepuh Desa Guci Romo Basuki Rahmat mengatakan, kambing kendit artinya beda sendiri. Sedekah ini amalannya bagus, dengan ruwat bumi masyarakat bisa berdoa bersama dengan kasih sayang,” kata Romo Basuki, Minggu (14/7/2024).

Pancuran 13, merupakan salah satu mata air panas yang ditemukan saat itu. Sampai saat ini sumber air panas alami masih terus mengalir. “Dengan adanya air panas pancuran 13 tersebut, desa yang dulunya terpencil dan terletak di kaki gunung Slamet ini, kini dikenal,” terangnya.

Pemandian air panas pancuran 13 kata Romo Basuki, dulunya  sebuah gua. Dalam gua itu ada mata air panas dan dibuatkanlah pancuran 13. Sampai saat ini dikenal dengan pancuran 13 Guci.

Konon, dengan mandi di air panas tersebut bisa menyembuhkan penyakit gatal, pegal-pegal dan lainya. Romo Basuki menambahkan, dengan ruwat bumi yang diadakan setiap tahun ini, pengunjung wisata Guci terus meningkat.

Ruwat bumi juga salah satu wujud pelestarian budaya atau nguri-uri warisan lokal menjadikan Guci menjadi promosi pariwisata Kabupaten Tegal.

“Sebagai generasi penerus sudah sepantasnya kita melanjutkan dan mengolah warisan ini untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dengan tetap memperhatikan keseimbangan alam,” terangnya.

Sutrisno