Historical Study Trips bekerja sama dengan Pagelaran Eksotika Tjintjinggoeling mengadakan telusur sejarah di utara Gombong, Kebumen, Minggu 7/7.(Foto:SB/Humas HST)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Sejarah selalu memberikan pengetahuan masa lalu yang akan berguna untuk masa kini dan masa depan.

Jika membaca “Kaart van Java met vijf bijkaartjes” karyaThomas Stanford Rafles terbitan tahun 1817, belum ada nama daerah Gombong dan Kebumen.

Menurut pengamat sejarah Teguh Hindarto dari Historical Study Trip, nama-nama daerah ini muncul setelah Perang Jawa yang berakhir  pada 1830.

Teguh menyatakan, Kawasan Gombong dan sekitarnya dulu bernama Roma atau Rema Jatinegara, yang berstatus kabupaten di bawah Kasultanan Yogyakarta. Remo Kawal adalah desa di bawah naungan Remo Jatinegara.

Dalam dokumen kolonial tercatat bahwa Diponegoro berada di Remo Kawal tanggal 16 Februari 1830 dan di Kejawang (Sruweng) 17 Februari 1830 untuk persiapan perjanjian damai yang akan dilaksanakan di Menoreh (Magelang).

Peserta telusur sejarah bersama pemandu Historical Study Trip di kawasan Sempor, Kebumen, Minggu 7/7.(Foto:SB/Humas HST)

Demikianlah beberapa fragmen pembahasan sejarah yang dikemas sembari berjalan-jalan atau mengendarai motor yang diselenggarakan untuk kesekian kalinya oleh Historical Study Trips (HST) pada Minggu (7 Juli).

Dalam tema “Festival Budaya” kali ini, Historical Study Trips bekerja sama dengan Pagelaran Eksotika Tjintjinggoeling (PET). Sejumlah peserta  diajak berjalan-jalan menyusuri sejumlah makam kuno di kawasan yang di era sebelum Perang Jawa berakhir (1830) disebut Roma atau Rema Jatinegara dan Roma atau Kamal.

Teguh Hindarto yang sekaligus menjadi pemandu dan narator di setiap lokasi yang dipilih untuk disinggahi yang mewakili jejak perlawanan Diponegoro, memberikan penjelasan secarta rinci berdasar kajian sejarah.

Peserta juga diajak melihat Sungai Tjintjinggoeling di utara Gombong yang dimanfaatkan menjadi bendungan Sempor dari atas bukit Kedoya. Dari lokasi perbukitan ini  mereka mendengar penjelasan Alona Ong berkaitan sejarah bendungan Sempor.

Waduk Sempor yang masih berfungsi  hingag saat ini, diresmikan Presiden Soeharto pada 1978. Namun sejatinya banguna  untuk irigasi teknis itu telah  direncanakan sejak era kolonial, dan dieksekusi di era Soekarno serta disempurnakan atau dituntaskan di era Soeharto.

Even wisata sejarah kali ini cukup istimewa,  karena mengkolaborasikan antara budaya dan sejarah. Sebelum kegiatan trip dimulai, peserta diajak mengikuti ritual budaya melalui penyembelihan kambing oleh masyarakat Roma Kebon.

Melalui kegiatan field trip atau study trip  kali ini, Historical Study Trip hendak menyampaikan pesan bahwa sejarah bisa dinikmati sembari melakukan kegiatan menyenangkan. Bisa dengan berjalan kaki atau menaiki kendaraan bermotor.  Bahkan mobil dan keluar dari ruangan kelas.

Teguh Hindarto selaku founder Historical Study Trips menambahkan,  jika institusi pendidikan formal yaitu sekolah belajar mengenai peristiwa sosial politik dan bangunan yang jauh dari kota kita, maka melalui study trip bisa belajar memahami peristiwa historis di desa dan kota dan bangunan yang tidak jauh dari rumah kita sendiri.

Dengan demikian peserta terkoneksi dengan sejarah desa atau kotanya sendiri serta memahami cakrawala dan dinamika masa lalu untuk cermin masa depan.

Komper Wardopo