KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Pagelaran Eksotika Tjintjinggoeling (PET) merupakan even di daerah Kebumen barat, mengangkat kembali budaya lokal yang mulai meredup di era sekarang.
PET ini diadakan atas inisiatif warga Dukuh Romakebon, Desa Jatinegara, Kecamatan Sempor, Kebumen, yang peduli pada budaya yang ada di daerahnya.
Yang menarik, kegiatan ini mengusung semangat gotong royong yang luar biasa dan didukung penuh oleh seluruh warga Dukuh Romakebon Desa Jatinegara. PET ini digelar selama tiga hari, pada 5-7 Juli 2024.
Perhelatan budaya tersebut digelar di wilayah Dukuh Romakebon, Desa Jatinegara, Sempor, dengan serangkaian acara yang dikemas apik. Memadukan budaya lokal yang ada dipadu dengan unsur modernitas. Mulai dari acara bersih makam leluhur, kirab budaya, penampilan kesenian lokal, pengajian dan kenduri massal sampai kegiatan wisata sejarah.
Warga Romakebon merasa sangat antusias dengan acara PET ini, dan berkeinginan acara tersebut menjadi agenda rutin tahunan di Dukuh Romakebon, Desa Jatinegara.
Bondan Aprilianto selaku konseptor acara menyampaikan maksud kegiatan ini. Mulai dari menggugah kembali semangat berkehidupan dari inspirasi sejarah masa lalu dengan cara melestarikan budaya dan sejarah.
Menurut Bondan, pagelaran itu juga untuk mempertebal keyakinan beragama, keharmonisan sosial, serta peningkatan ekonomi dan pendidikan masyarakat untuk kelangsungan hidup ke depan. Semua tercermin dari setiap acara yang di implementasi dalam PET.
“Yang tidak kalah penting adalah pelestarian alam dan bumi sebagai bentuk kasih sayang kita terhadap bumi dan alam semesta yang terkadang tersakiti karena cara olah dan perilaku kehidupan modern yang terkadang kurang peduli lingkungan,”terang dia.
Acara budaya di Dukuh Romakebon Desa Jatinegara di utara Kota Gombong yang dikemas dengan perpaduan budaya lokal serta kreasi modern ini sangat unik, langka dan menarik.
Sudah selayaknya berbagai pihak, termasuk Pemerintah Kabupaten Kebumen, patut mendukung kegiatan tersebut. Sukses untuk warga Dukuh Romakebon dan para inisiator. Mereka mampu merawat budaya lokal di tengah derasnya globalisasi.
Komper Wardopo