blank
Tour Budaya IICF 2024 yang berlangsung di lapangan sepak bola UKSW. Foto: UKSW

Ia mengungkapkan, sebagai Kampus Indonesia Mini, UKSW terbukti tidak hanya mengedepankan prestasi akademik semata namun juga menjadi tempat untuk menyemai toleransi yang mendukung pengukuhan Salatiga sebagai kota toleransi di Indonesia.

“Mari kita memanfaatkan momentum IICF 2024 untuk mempererat persatuan dan sebagai sumber kekuatan bagi kota untuk saling menghargai perbedaan,” tuturnya.

Tour Budaya dilanjutkan dengan kegiatan kunjungan Rektor Intiyas ke setiap stand etnis. Dalam acara ini, ia didampingi oleh Ketua IICF 2024 Angelina Dityaprastiani Barapadang, Wakil Rektor Bidang Pengajaran, Akademik, dan Kemahasiswaan Prof. Dr. Ferdy S. Rondonuwu, S.Pd., M.Sc., serta Direktur Direktorat Kemahasiswaan Giner Maslebu, S.Si., S.Pd., M.Si. Selain itu juga hadir Kapolsek Salatiga, Komandan Kodim 0714/Salatiga, Komandan Korem 073/Makutarama, Kepala Satpol PP Salatiga, Dinas Lingkungan Hidup Salatiga, dan Dinas Pendidikan Salatiga.

Warisan

Seolah diajak berkeliling Indonesia, wawasan setiap pengunjung akan keragaman budaya Indonesia kian diperluas dalam acara yang berlangsung sejak pagi hingga malam hari ini. Di bawah naungan tenda-tenda megah dan dekorasi tradisional, ratusan pengunjung dapat mengamati, berinteraksi, bahkan mencicipi aneka hidangan khas daerah.

Tidak hanya itu, sajian keragaman budaya dalam bentuk penampilan lagu daerah, musik dan tarian, kuliner maupun aksesoris serta atribut daerah lainnya, menjadikan IICF sebagai wadah untuk merawat warisan budaya daerah yang mendukung SDG’s 11 Sustainable Cities and Communities dalam indikator merawat warisan budaya lokal, regional maupun budaya nasional.

Salah satunya yaitu bersama kelompok etnis Patomen, yakni Parurukat Togat Mentawai. Berasal dari gugusan pulau jauh di daerah Sumatera Barat, Deesti Marnida Sakerebu selaku salah seorang anggota etnis, dengan bersemangat menceritakan sebagian dari budaya khas daerahnya seperti rumah tradisional bernama Uma, kuliner khas subbet yang berbahan dasar keladi, hingga aksesoris pakaian tradisional berbahan manik-manik berupa kalung bernama inu dan ikat kepala bernama luat.