Denny Mulder, SH, MH. Foto: Dok/Tim

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Sekretaris Jendral Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Peduli Hukum Indonesia (Sekjen DPP LPHI) Denny Mulder, SH, MH mengungkap kekhawatiran dan rasa was-was atas turunnya Peraturan Pemerintah Nomor: 25 Tahun 2024 sebagai perubahan PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dia mengatakan, PP yang ditandatangani Presiden Joko Widodo 30 Mei 2024 itu rawan konflik. “Rentan dan sangat memungkinkan menimbulkan permasalahan baru. Selain rawan konflik kepentingan, juga rawan konflik horizontal,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (8/7/2024).

Ia mengatakan, poin penting dalam perubahan itu adalah adanya penyisipan pasal yaitu pasal 83A yang memberi peluang bagi Ormas Keagamaan mendapat izin pengelolaan pertambangan. “Pasal ini berpotensi memicu kecemburuan. Baik antar ormas keagamaan itu sendiri, maupun dengan masyarakat di lingkungan lahan tambang itu sendiri,” ungkap Denny.

Menurut Denny, ormas keagamaan di Indonesia sangat banyak. Semua agama yang diakui ada ormasnya, bahkan satu agama bisa memiliki puluhan ormas. “Nah, ormas mana yang mau diberi izin? Apakah semua?” ucap dia.

Potensi konflik lainnya yang tidak boleh diabaikan adalah kecemburuan sosial dari masyarakat adat lingkungan lahan pertambangan itu sendiri. Sebagai warga yang menerima dampak negatif keberadaan tambang, tentu juga ingin ikut sejahtera dari hasil alam di wilayah itu.
“Sejatinya mereka lebih berhak mendapat kesempatan mengelola lingkungannya guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan,” ungkap Denny.

“Saya khawatir masyarakat adat sekitar konsesi tidak terima dan melakukan perlawanan terhadap ormas keagamaan penerima izin. Dan bila ini terjadi, alangkah dzolimnya pemerintah mengadu masyarakat dengan ormas keagamaan yang seharusnya mengayomi umat,” tambah Denny.

Ormas nonkeagamaan yang memiliki badan usaha ekonomi dan memiliki kemampuan pengelolalaan pertambangan, menurut Denny juga perlu diperhatikan. Jika terabaikan, mereka juga berpotensi menimbulkan konflik. “Sesama asset bangsa, bukankah mereka juga punya peran dan kontribusi terhadap pembangunan negeri ini?” katanya.