Sejumlah narasumber berbicara dalam dialog mengenai pro kontra study tour di Kota Semarang, belum lama ini.

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah (Jateng) Yudi Indras Wiendarto mendorong agar banyak pembenahan tata kelola study tour.

Dengan banyaknya pro kontra terhadap study tour, dia setuju tetap diadakan program sekolah tersebut namun dengan banyak ketentuan dan aturan yang harus dipenuhi.

“Karena kurikulim saat ini kurikulum merdeka.  Siswa-siswi diajarkan mandiri, kreatif, dan mampu menyelesaikan banyak masalah,” ujarnya dalam sebuah diskusi belum lama ini.

Yudi Indras Wiendarto  menekankan bila tujuan destinasi study tour harus terukur, bukan hanya sekedar piknik semata.

Study tour harus, ketempat-tempat yang ada muatan-muatan edukasi. Ada suatu kondisi belajar menyelesaikan masalah.  Proses perencanaannya tidak menjadi satu otoritas atau kelompok.   Direncanakan sama-sama, ada anak-anak, libatkan stakeholder lain, dari Asosiasi Pariwisata (Asita) juga terlibat,” kata dia.

Ke depan, lanjut dia, proses dari awal hingga akhir harus ada pertanggung-jawaban yang baik.  Pengecekan seperti apa sarana transportasi, destinasi, dan akomodasinya serta memakai aturan yang berlaku.

“Contoh, gunakan moda angkutan darat pakai bus. Artinya bus harus ada ketentuan boleh ada aturan misal bus usia bus, pengemudi punya SIM, armada sudah uji kelaiakan kendaraan,” kata dia.

Serap Aspirasi 

Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah Sunarto, menngungkapkan bila dinas terbuka dengan kurikulum merdeka.

Substansinya, kata dia, mengembangkan setiap potensi peserta didik. Siswa-siswi diharapkan bisa berkembang mulai dari pengetahuan, keterampilan, dan yang terkait bertumbuh semuanya.

“Ki Hajar Dewantoto bilang ‘Setiap orang menjadi guru dan setiap rumah menjadi sekolah’ artinya di manapun bisa sekolah, di tempat umum adalah tempat belajar,” kata dia.

Dengan memakai dasar itu, maka outing class itu bisa mengunjungi ke museum, ada situ-situs, dan alam.

“Termasuk membangun rasa cinta tanah air. Anak-anak perlu tahu apa saja yang dimiliki republik ini apa saja, kearifan lokalnya apa?  Namun demikian semua hal yang jadi regulasi maka akan keluar lewat regulasi lagi. Pada intinya semua aspirasi serap, sebagai bagian dari upaya kita membuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi saat ini,” tutur Sunarto.

Sebab, kata Sunarto, mulanya ada kebijakan zero pungutan termasuk surat edaran larangan study tour di Jawa Tengah yang dibawahi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah turun saat Covid 19.

“Saat itu ekonomi sulit, sekarang sudah mulai pulih. Mungkin bisa jadi dasar perencanaan untuk kebijakan baru karena sekarang pelahan ekonomi juga sudah mulai membaik,” katanya.

Pelaksanaan Study Tour Harus Dikembalikan pada Marwahnya  

Akademisi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Yuli Utanto mengatakan bila hari-hari ini, study tour lebih dimaknai sebagai ajang jalan-jalan.

“Apa yang membuat siswa bahagua di sekolah salah satunya memang study tour. Namun pelaksanaanya tidak seperti seharusnya. Maka tata kembali tujuannya apa, pengetahuan yang akan didapatkan apa saja,” kata dia.

Yuli Utanto menggambarkan apa yang dirasakan siswa-siswi di dunia pendidikan hari ini. Dia mengutip pernyataan Ki Hajar Dewantoro yang mengatakan bila ‘sekolah seperti taman’ dan anak-anak gembira ketika diajak bermain.

“Hari ini kebalikannya. Kalau masuk sekolah itu cemberut, kalau bunyi bel pulang itu malah ceria. Nah, appakah study tour dilarang dalam menyelesaikan permasalahan? Itu salah satu yang membuat gembira anak-anak,” kata dia.

Perihal iuran, seharusnya kata dia, bisa disiasati ddengan cara menabung, dan kerja sama  dengan stake holder.

“Misalnya ke Borobudur digratiskan masuknya siswa atau kalau tak gratis ya ada setengah harga. Nah itu bisa menekan biaya yang dikeluarkan orang tua.  Kemudian hak belajar anak ditumbuhkan, tentu dengan regulasi yang membahagiakan dan memudahkan anak,” katanya.

Kunjungan Study Tour Capai 10 Juta Orang

Endro Wicakso Kepala Bidan Pemasaran Pariwisata Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Jateng mengatakan, kunjungan wisata dari study tour/outing class di Jawa Tengah mencapai sekira 10 juta kunjungan setiap tahunnya.

Angka iutu cukup menyumbang dari 56 kunjungan wisatawan di Jawa Tengah, termasuk wisatawan nusantara dan mancanegara tahun lalu mencapai 56 juta kunjungan.

“Itu baik(kunjungan)  dari internal di Jawa Tengah sendiri maupun dari provinsi lain ke Jawa Tengah,” katanya.

Pelarangan study tour saat ini diakuinya memang berdampak kurang positif bagi sektor pariwisata. Karena pariwisata pelakunya banyak mulai dari destinasi wisata, pelaku usaha kecil mikro dan menengah (UMKM), pramuwisata, pelaku travel agen, bus wisata dan lain-lain.

Lebih jauh soal study tour, Endro bilang, bila wisata di Jawa Tengah tak hanya sejarah san alam, akan tetapi ada studi kreatif, hingga studi industri.

“Ada Kawasan industri, yang di mana ini juga bisa membawa suasana keilmuan semangat baru bagi siswa-siswi,” kata dia.

Diaz Aza