blank
Anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudi Indras Wiendarto. Foto: Hp

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Kebijakan pelarangan kegiatan study tour bagi anak-anak sekolah khususnya siswa SMA sederajat di Jateng menuai kontroversi. Anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudi Indras Wiendarto, mengkritisi kebijakan yang sudah diterapkan semenjak 2020 tersebut.

Ramai perihal kebijakan study tour itu mencuat kembali usai terjadi kecelakaan bus rombongan siswa SMK di Subang Jawa Barat yang merenggut nyawa sejumlah siswa.

Menurut Yudi Indras Wiendarto aturan pelarangan study tour yang diterapkan oleh Dinas Pendidikan Jateng  itu harus ditinjau kembali. Terlebih lagi saat ini kurikulum yang diterapkan adalah Kurikulum Merdeka.

Artinya, siswa dituntut untuk bisa mandiri, mengembangkan networking, mengasah entrepreneurship. Lebih penting lagi adalah belajar sesuatu hal yang baru sesuai dengan zamannya.

“Jadi jangan dibayangkan study tour itu mesti piknik lho ya. Itu merupakan kegiatan untuk memberikan pengalaman bagi anak-anak sekolah. Karena kurikulumnya sekarang sudah beda. Pendidikan tidak harus selalu di dalam ruangan kelas,” katanya, Jumat (17/5/2024).

Setidaknya ada tiga alasan aturan tersebut harus direvisi. Pertama, Yudi Indras mengatakan alasan Disdik khawatir adanya kecelakaan saat diperjalanan tidak masuk akal.

Kecelakaan kendaraan merupakan ranah Dinas Perhubungan karena berkaitan dengan kelaikan jalan armada yang digunakan. Jika menyangkut surat izin maupun kemampuan si pengemudi bisa menjadi wewenang kepolisian.

Kekhawatiran itu sebenarnya bisa diantisipasi dari sisi armadanya bukan dilarang kegiatannya. Yakni menerapkan aturan kendaraan yang digunakan untuk study tour yang berusia di bawah lima tahun pemakaian, kondisi bus dalam keadaan laik jalan, sopir bus harus benar-benar memiliki izin serta menguasai medan jalan yang dituju.

Alasan kedua, pendidikan siswa merupakan tanggung jawab pemerintah dan juga orang tua atau masyarakat sehingga diperbolehkan untuk memberikan sumbangsih. Maka kegiatan dengan melibatkan orang tua sah-sah saja.

Melarang kegiatan study tour dengan alasan zero pungutan, lanjut Yudi Indras tidak tepat. Karena seolah-olah sekolah bisa mandiri membiayai semua kebutuhan pendidikan era saat ini. Justru melibatkan orang tua dan pihak swasta menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Alasan ketiga adalah jika ada kekhawatiran rawan penyelewengan terhadap kegiatan study tour maka yang ditindak adalah penyelenggara atau pihak yang “nakal”.

“Jangan kemudian kegiatan siswa yang dikorbankan,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Disdikbud Jateng, Uswatun Hasanah, mengatakan melarang kegiatan study tour untuk sekolah negeri. Alasanya, beragam mulai dari zero pungutan, adanya potensi bisnis dari pihak penyelenggara hingga mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan seperti kecelakaan.

Hery Priyono