blank
Ilustrasi. Reka: wied SB.ID

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran yang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI menuai kritik pakar komunikasi Antonius Benny Susetyo yang biasa disapa Romo Benny.

Menurutnya keberadaan pasal yang melarang penayangan peliputan investigasi kepada wartawan merupakan ancaman kebebasan bagi pers.

“Pasal yang membatasi ruang gerak media bisa membahayakan fungsi kritis media dalam membongkar segala jenis kejahatan,” ucapnya saat ditemui di Jakarta, Rabu, (15/5).

Menurut Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP itu, relasi kuasa dalam mengendalikan media  untuk mengungkap fakta yang tersembunyi kerap kali ditutupi demi melestarikan kekuasaan kolutif.

blank
Doktor Komunikasi Politik dan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo. Foto: Dok/SB

“Ini jangan sampai terjadi, lantaran akan merugikan negara dan menguntungkan relasi kekuasaan”, ujarnya.

Pentingnya media membangun keadaban demokrasi Pancasila, kata Romo Benny, maka eksistensi media harus di jaga dari intervensi yang berlebihan membuat media kehilangan peranan menjaga demokrasi.

“Media sebagai pilar Demokrasi yang independen tidak boleh dikuasai oleh penguasa”, paparnya.

Media yang melakukan investagi memiliki tangung jawab moral untuk menegakan media sebagai pilar menjaga eksistensi kebebasan dan mencari kebenaran.

Mengutip Krismanto (2003:7), Romo Benny menyebut, investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang dan kemudian orang tersebut mengomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil”, jelasnya.

Benny juga mengutip apa yang ditulis kumparan.com, yakni larangan menayangkan produk jurnalisme investigasi itu termaktub di pasal 50B. Berikut bunyi selengkapnya pasal tersebut:

Selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:

  1. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian;
  2. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait rokok;
  3. penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
  4. penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat;
  5. penayangan aksi kekerasan dan/atau korban kekerasan;
  6. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik;
  7. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual,biseksual, dan transgende
  8. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural;
  9. penayangan rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran;
  10. menyampaikan Isi Siaran dan Konten Siaran yang secara subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran; dan
  11. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, penodaan agama, kekerasan, dan radikalisme-terorisme.

“Jurnalisme investigasi adalah salah satu jenis jurnalistik yang mengedepankan penelusuran panjang dan mendalam terhadap isu yang dianggap janggal atau rahasia,” ujar Romo Benny.