blank
Kelompok Fatayat Nahdlatul Ulama (Foto: google).

Oleh: Umi Nadhiroh

JEPARA (SUARABARU.ID)- Minggu, 5 Mei 2024 besok, akan menjadi salah satu sejarah perkembangan Fatayat NU di Kabupaten Jepara. Konferensi cabang yang salah satu agendanya akan menentukan ketua baru, tentu menjadi evaluasi organisasi sekaligus forum konsolidasi untuk menentukan strategi pengembangan berkelanjutan.

Konferensi kali ini menjadi menarik karena beriringan dengan pilpres serta pemilihan kepala daerah (pilkada). Fatayat merupakan kader-kader perempuan NU, sehingga umumnya sudah tuntas dari pengkaderan diri sebagai pelajar atau IPPNU. Oleh karenanya, kader fatayat yang terdiri dari ibu-ibu muda dalam rentang usia 30- 40 tahun menjadi ceruk suara yang sangat menjanjikan.

Upaya mobilisasi politik terhadap kader fatayat setidaknya menarik bagi para calon kepala daerah. Bagi istri calon kandidat pilkada misalnya, aktif dan turut menjadi kader Fatayat tentu langkah “jitu” memengaruhi psikologi kader lain untuk memilih. Sebaliknya, bagi kader Fatayat yang tidak ada hubungan apapun dalam status kontestasi pilkada tentu lebih obyektif sekaligus memperkuat posisi “khittah” organisasi dari perebutan politik praktis.

Pada pilpres dan pemilihan legislatif (pileg) kemarin misalnya, sejumlah calon legislatif memanfaatkan soliditas sekaligus jejaring struktur dalam jenjang jabatan organisasi untuk menjadi tim sukses dan tim pemenangan. Hasilnya tentu dapat dirasakan oleh sejumlah kandidat saat meraih kemenangan atau kekalahan melalui mobilisasi kader Fatayat. Tak ayal, kontestasi politik pilkada jelas mempengaruhi peta perebutan kursi ketua PC Fatayat NU untuk lima tahun ke depan.

Gerak manuver sudah terbaca dari sejumlah himbauan yang bernada perintah dari pengurus NU dalam sejumlah level kepengurusan ke pengurus fatayat setempat. Satu komando ingin diciptakan oleh pengurus NU tanpa menyadari bahwa Fatayat sesungguhnya adalah badan otonom NU. Makna otonom merupakan karakter keputusan, kebijakan, dan perjalanan organisasi Fatayat ditentukan sendiri oleh diri kader-kader Fatayat bukan oleh pengurus NU.

Pembacaan kontestasi pro politik pilkada dan menjunjung langkah “khittah” organisasi, setidaknya menjelma pada munculnya dua calon ketua PC Fatayat NU Jepara.

Kemunculan itu bisa dilihat dari beredarnya sejumlah flyer memohon dukungan kepada Santi Andriyani, dosen UNISNU sekaligus kader fatayat Tahunan. Kader fatayat yang merintis langkah pengkaderan NU dari IPPNU ini disinyalir mendapatkan dukungan dari sejumlah mantan aktivis IPPNU serta kedekatan program dari LKKNU.

Pada posisi lain, muncul calon yang dikomunikasikan dari sejumlah aktivis PAC Fatayat maupun kader-kader silent majority bernama Anis Fariqoh dari Pecangaan. Kader asal Pecangaan yang mendapatkan gelar sarjana dari kampus di Semarang itu, sudah malang melintang mengisi berbagai ceramah agama dan kajian tentang wanita sebagaimana rutin dilakukan bagi PC Fatayat NU ke Rumah Tahanan Jepara saat Ramadhan.

Kemunculan dua calon ketua itu tentu tidak hampa pengaruh serta tarikan kepentingan. Ada suasana dinamis yang seringkali muncul antara “brang lor” dan “brang kidul”, sebuah istilah pemilahan pengaruh kaderisasi di NU Jepara dari sejak dulu.

Perebutan pengaruh NU politis dan NU khittah sangat memungkinkan terjadinya kemunculan kandidat lain dalam proses pencalonan nanti. Hal ini mengingat para mantan ketua IPPNU di sejumlah kecamatan pada saat ini juga menjadi ketua fatayat tingkat kecamatan, sebagaimana Nalumsari dan Mayong.

Hal yang lebih penting adalah, konferensi menjadi bukti bahwa proses kaderisasi dan regenerasi kader muda NU masih berjalan dengan baik dalam segala rintangan dan tantangan.

Selamat berkonferensi para sahabat Fatayat dan Garfa-nya. Konferensi adalah milik kader Fatayat, bukan milik bapak NU, ibu muslimat NU, apalagi rekanita IPPNU.

Semoga melahirkan keputusan kebijakan organisasi yang lebih baik, dan kematangan kader menentukan ketua terpilih nantinya dengan menjaga rekomendasi dan pemilihannya.

(Penulis adalah Kader Fatayat Nalumsari dan Alumni MA Matholi’ul Falah Kajen Pati)