Oleh: Amirudin
Alkisah, pada zaman nabi ada sahabat yang sangat miskin, namun taat beribadah. Namanya Tsa’labah bin Hatib.
Setiap hari, ia tekun solat berjamaah bersama nabi. Namun berbeda dengan para sahabat nabi lainnya, setiap kali selesai solat, Tsa’labah bin Hatib langsung pulang.
Hal ini membuat nabi heran. Sehingga suatu saat nabi bertanya kepada Tsa’labah kenapa setelah solat terburu-buru pulang, tidak duduk dan berdzikir dulu seperti para sahabat lainnya.
Tsa’labah sebenarnya enggan menjawabnya karena malu. Namun akhirnya ia dengan jujur mengatakan bahwa dirinya selalu terburu-buru karena harus bergantian baju dengan istrinya.
Mengingat keluarganya hanya memiliki satu pakaian yang pantas dan bisa menutup aurat.
Sehingga kalau pakaian itu dipakai Tsa’labah berjamaah dengan nabi di masjid, istrinya menggunakan pakaian seadanya.
Karenanya ia harus pulang lebih awal agar istrinya juga bisa solat dengan menggunakan satu-satunya pakaian yg bisa menutup aurat itu.
Selang beberapa waktu kemudian, karena terus didera kemiskinan, Tsa’labah memberanikan diri sowan pada nabi. Tsa’labah meminta nabi Muhammad SAW mendoakan dirinya agar diberi kekayaan.
Pada waktu itu, nabi tidak langsung memenuhi permintaan Tsa’labah yang miskin itu. Justru nabi memberi nasehat bahwa harta kekayaan, walaupun jumlahnya sedikit, kalau disyukuri akan lebih baik dari pada harta yang banyak namun membuat pemiliknya kufur.
Namun Tsa’labah yang sudah terlalu lama hidup miskin itu, terus mendesak nabi agar berdoa kepada Allah. Tsa’labah berjanji, apabila nanti dirinya kaya, akan semakin tekun beribadah. Dan sebagian hartanya akan diinfaqkan untuk membantu fakir miskin.
Akhirnya, Nabi Muhammad SAW pun mendoakan, dan memberi seekor domba betina untuk diternak.
Setelah beberapa tahun domba pemberian Rasullullah itu beranak-pinak. Dari puluhan, ratusan hingga ribuan. Tsa’labah pun menjadi kaya raya.
Namun mulai ada perubahan sikap dan gaya hidupnya. Ia mulai jarang ikut berjamaah bersama Rasulullah. Bahkan kini, seiring semakin bertambahnya kekayaan, Tsa’labah tidak lagi terlihat datang berjamaah.
Tsa’labah semakin disibukkan dengan harta kekayaannya. Ia sudah melupakan sholat berjamaah. Ia juga melupakan janjinya yang akan menginfakan hartanya untuk fakir miskin.
Maka Nabi pun mengutus dua orang sahabat untuk mengingatkan Tsa’labah. Namun utusan nabi itu tidak dihiraukan Tsa’labah yang sudah kaya raya.
Mengetahui hal itu, Nabi Muhammad merasa kecewa dengan sikap Tsa’labah. Selang beberapa bulan, Rasullullah kembali mengutus dua sahabat lainnya ke Tsa’labah.
Namun, kembali tidak dihiraukan. Hal ini membuat Rasullullah semakin kecewa dan bersabda: celakalah Tsa’labah yang ingkar janji untuk tekun beribadah dan menginfakan hartanya.
Kewajiban Zakat
Kisah Tsa’labah ini, menjadi salah satu asbabun nuzul-sebab turunnya ayat Al Qur’an tentang kewajiban zakat. Terutama surat At Taubah ayat 75-77 dan 103. ( Asbabun nuzul lainnya terkait dengan zakat adalah kisah abu Lubabah dan beberapa sahabatnya yang tobatnya sempat tertolak).
Ayat-ayat tentang zakat itu intinya adalah perintah Allah agar Rasulullah tegas memungut zakat dari orang kaya untuk didistribusikan kepada fakir miskin.
Surat AT Taubah: 103: dengan tegas menyatakan: “Ambillah sebagian dari harta benda mereka sebagai bentuk sedekah (zakat). Untuk membersihkan harta benda dan mensucikan jiwa”.
Mendengar turunnya beberapa ayat Al Qur’an tentang zakat dan kekecewaan Rasulullah, Tsa’labah merasa tidak tenang. Ia pun sowan kepada nabi dengan membawa harta benda untuk membayar zakat. Namun hal itu ditolak oleh nabi.
Tsa’labah pulang dengan penuh kegundahan. Ia menyadari bahwa harta kekayaannya justru membuat dirinya tidak lagi taat beribadah. Bahkan ia ingkar dengan janji yang diucapkan pada Rasulullah.
Bukankah kekayaannya itu karena doa nabi? Bukankah dombanya yang kini jumlahnya sudah tidak terhitung itu, berasal dari satu ekor domba pemberian nabi?
Tsa’labah merasa sangat menyesal telah ingkar janji. Hidupnya semakin tidak tenang. Apalagi sampai Rasullullah wafat, zakatnya tidak diterima.
Sepeninggal Rasulullah, Tsa’labah mendatangi Abu Bakar untuk membayar zakat. Namun ditolak oleh Khalifah pertama itu.
Ketika kekhalifahan berganti ke Umar dan Usman, Tsa’labah juga mendatangi keduanya. Namun Umar dan Usman juga menolak.
Akhirnya Tsa’labah hidup dalam ketidaktenangan. Ia sangat menyesal telah menyepelekan dua kali utusan Rasullullah. Ia juga menyesal tidak menghiraukan para keluarga dan sahabatnya yang telah memberi nasehat.
Ia sangat menyesal telah mengecewakan Rasullullah yang telah mendoakan dan memberinya seekor domba betina.
Ia menyesal Harta bendanya tidak membuatnya semakin taat beribadah, namun justru sebaliknya.
Semoga dari kisah ini, kita bisa mengambil pelajaran. Semoga berapapun harta kekayaan yang dimiliki, membuat kita bisa bersyukur dan memanfaatkannya untuk beribadah. Untuk infaq, sedekah dan zakat, guna membantu fakir miskin.
Amirudin, Ketua Panitia Zakat Fitrah Takmir Masjid Baitul Mujahidin Perum Purnamandala Bumireso Wonosobo