Oleh : Hadi Priyanto
Daniel Frits Maurits Tangkiisan MA yang mengantongi gelar magister budaya dari sebuah universitas ternama di Belanda dan alumni Universitas Indonesia ini sebenarnya seorang pendiam. Ia tak piawai berorasi dan tak juga meledak-ledak saat berbicara.
Pria sederhana yang hingga kini tinggal di kamar kontrakan di Karimunjawa ini lebih suka berbicara dan berbagi pemikiran dalam kelompok-kelompok kecil.
Sebab menurutnya, dalam dialog ini dapat lebih efektif untuk membuka cara berfikir dan wawasan baru, utamanya soal lingkungan, budaya dan pendidikan yang selama ini menjadi pusat perhatian dia.
Karena itu ia tidak dikenal secara luas di tengah-tengah masyarakat, baik di Karimunjawa maupun Jepara. Daniel hanya dikenal pada kelompok-kelompok kecil aktivis lingkungan, pegiat budaya dan pelaku wisata,
Namun kini, nama Daniel dikenal luas. Bukan hanya di Karimunjawa dan Jepara tetapi juga di Indonesia. Bahkan mulai menarik perhatian internasional karena ia dianggap sebagai martir lingkungan Karimunjawa dan bahkan pejuang HAM Lingkungan.
Karena itu Komnas HAM dan Komisi Yudisial menganggap kasus yang menjerat Daniel menarik perhatian publik hingga kedua lembaga negara ini mengawasi jalannya persidangan. Bahkan Komnas HAM menyampaikan pendapat hukumnya.
Sebelumnya puluhan lembaga masyarakat sipil di Indonesia melakukan advokasi dan menyuarakan pembebaskan Daniel yang sejak tanggal 24 Januari 2024 di tahan di Rumah Tahanan Jepara.
Daniel menjalani takdirnya karena diduga akibat kriminalisasi yang dilakukan oleh orang-orang yang di back up sepenuhnya oleh petambak udang ilegal yang memiliki sumberdaya besar dari hasil tambaknya.
Sebab diperlukan dana yang tidak sedikit untuk memobilissir dukungan guna menjerat Daniel hingga duduk dikursi terdakwa di Pengadilan Negeri Jepara. Tentu ada biaya konsumsi rapat-rapat, transportasi saksi-saksi, biaya notaris, menggerakkan dukungan dalam persidangan, konsumsi aksi, pengadaan kaos hingga pembentukan publik opini melalui media. Juga biaya untuk penasehat hukum. Tentu tidak sedikit biayanya.
Ketika kasus ini mulai bergulir pasca Daniel mengunggah kondisi pantai Cemara yang tercemar limbah tambak udang tanggal 12 November 2022 di akun facebooknya, petambak udang memang masih berjaya dan seakan tak tersentuh hukum. Malah ada kesan pembiaran dari para pemangku kepentingan.
Mereka juga mampu membuat DPRD Jepara berlarut-larut dalam membahas Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. DPRD seakan terbelah. Ada yang setuju Karimunjawa menjadi lokasi tambak udang dan lainnya menolak karena sejumlah regulasi yang mengaturnya.
Inilah yang membuat para aktivis lingkungan dan pelaku wisata Karimunjawa bangkit dan melakukan perlawanan. Sebab kehadiran tambak udang nyata-nyata menjadi ancaman bagi kelestaran alam dan pariwisata Karimunjawa. Salah satunya adalah kritik Daniel dalam akun fb nya
Kini Daniel tengah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jepara 1 Februari 2024. Sedangkan 3 teman seperjuangan Daniel, Datang AR, Rofiun dan Hasanuddin juga dilaporkan oleh seorang petambak yang bernama Sutrisno ke Polda Jateng. dengan pasal yang sama untuk menjerat Daniel, pasal UU ITE yang dikenal sebagai pasal karet karena multi tafsir
Sementara empat orang penyebab kerusakan Taman Nasional Karimunjawa karena buddidaya udang telah ditetapkan sebagai tersangka. Tiga diantaranya, termasuk Sutrisno sejak tanggal 8 Maret 2024 lalu di tahan di Jakarta dan satu orang tersangka dikenakan wajib lapor.
Kini publik tentu menunggu ujung kasus yang menjerat Daniel pada sidang pembacaan vonis 4 April 2024. Benarkah adagium hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah? Masyarakat tentu akan mencatat dan mengingatnya.
Penulis adalah wartawan SUARABARU.ID dan pegiat budaya Jepara