blank
Ilustrasi wanita dalam periode kehamilan. Foto: Dok/iStock

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Stunting hingga saat ini masih menjadi permasalahan kesehatan balita di Indonesia. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Melansir dari laman Kemenkes, anak dengan stunting biasanya ditandai dengan tinggi badan yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD (-2SD) di bawah median panjang, atau tinggi badan berdasarkan umur (1).

Dampak dari stunting tidak hanya pada tinggi badan yang kurang, namun juga perkembangan intelektual, kognitif, motorik yang buruk, bahkan mengurangi produktivitas, sehingga menyebabkan kerugian ekonomi di masa depan. Maka dari itu, pencegahan terutama pada 1000 HPK sangat diperlukan, yakni mulai dari bayi dalam kandungan hingga usia 23 bulan.

Periode kehamilan

Pemeriksaan kehamilan rutin atau antenatal care (ANC) merupakan salah satu usaha pencegahan stunting selama masa kehamilan. Selama hamil ibu disarankan untuk periksa minimal enam kali, satu kali pada trimester pertama, dua kali pada trimester kedua, dan tiga kali pada trimester ketiga.

Paling sedikit 2 kali pemeriksaan oleh dokter atau dokter spesialis kebidanan dan kandungan pada trimester pertama dan ketiga dengan memakai USG. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memantau kesehatan ibu dan janin, salah satunya melalui penimbangan berat badan ibu dan pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) secara berkala.

Hal ini dilakukan untuk mengetahui pemenuhan gizi ibu hamil dan janin. Pada ibu yang masuk kategori kekurangan energi kronis (KEK) pemberian PMT atau makanan tambahan untuk mengejar kenaikan berat badan selama kehamilan harus dilakukan.

Selain melakukan pemeriksaan rutin, selama kehamilan ibu perlu rutin minum tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan, mengkonsumsi beragam jenis bahan makanan seperti makanan pokok, protein hewani, kacang-kacangan, buah dan sayur, minum air 8-12 gelas perhari (2-3 liter) perhari, serta menambahkan 1 porsi makanan utama atau makanan selingan dari sebelumnya.

Periode menyusui (bayi 0-6 bulan)

Pada periode ini, pencegahan stunting dilakukan dengan cara mendorong ibu pasca melahirkan untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) terutama memberikan kolostrum dan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama. Selain itu, juga diberikan promosi mengenai pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, disertai pemantauan tumbuh kembang rutin minimal satu bulan sekali di posyandu atau puskesmas.

Sebagai upaya pencegahan penyakit, dianjurkan pula untuk pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi. Untuk ibu, pada 1-2 hari pasca bersalin akan diberikan suplementasi kapsul vitamin A.

Baduta (bawah dua tahun) 6-23 bulan

Intervensi gizi dilakukan dengan mendorong ibu untuk tetap memberikan ASI hingga anak berusia 23 bulan. Selain itu, usaha pencegahan lainnya yakni mendorong pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) setelah anak berusia lebih dari 6 bulan.

Intervensi juga pelengkap lainnya dilakukan dengan menyediakan obat cacing, pemberian suplementasi zinc, menyediakan fortifikasi zat besi pada makanan, imunisasi dasar dan lanjutan, pemberian suplementasi vitamin A (kapsul biru atau merah) dan melakukan perlindungan pada penyakit seperti malaria dan diare.

Ning S