JAKARTA (SUARABARU.ID) – Tim Advokasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) menjunjung prinsip keadilan, kebebasan berpendapat, serta kelestarian dan keberlanjutan lingkungan hidup. Karena itu Tim Advokasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia memberikan dukungan penuh terhadap pembelaan hukum untuk Daniel Frits Maurits Tangkilisan, yang saat ini dijadikan Terdakwa dan sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Jepara atas pelanggaran Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 27 ayat (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Tim Advokasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia menegaskan bahwa perkara yang menimpa terdakwa Daniel pada dasarnya bukanlah masalah hukum mengenai Undang – undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), melainkan merupakan suatu tekanan dan pembungkaman terhadap gerakan prolingkungan hidup (Strategic Law Suit Against Public Participation – SLAPP), yang biasa dilakukan seperti dalam kasus ini.,” ujar Gita Paulina T Purba, penasehat hukum Daniel dari Tim Advokasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia yang tergabung dalam Koalisi Advokat Pembela Pejuang Lingkungan Hidup dalam Konperensi Pers yang berlangsung di Sekretariat ILUNI UI, Lantai 2 Gedung Rektorat, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat sore 8 Maret 2024
Menurut Tim Advokasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia, rekam jejak Daniel sebagai seorang aktivis lingkungan hidup harus menjadi pertimbangan kuat bagi Majelis Hakim. Apalagi status Karimunjawa yang dipersoalkan dalam kasus ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Biosfer oleh UNESCO pada tahun 2017, Taman Nasional dan Kawasan Stategis Pariwisata Nasional
“Karena itu, pembungkaman dan kriminalisasi terhatap Daniel tidak hanya merupakan pelanggaran atas hak-hak asasi manusia, juga merupakan pelanggaran hak-hak atas generasi mendatang akan lingkungan hidup yang lestari,” tutur Gita Paulina T Purba. Kriminalisasi terhadap Daniel adalah dosa generasi ini kepada generasi mendatang, tambahnya
Ia menjelaskan, ketika Tim Advokasi ILUNI UI masuk dalam proses peradilan yang sedang berjalan, kami menemukan banyak pelanggaran dan kejanggalan dalam proses hukum atas terdakwa Daniel. Pertama, pelanggaran pada proses pemeriksaan di Polres Jepara sampai dengan proses persidangan di PN Jepara. Berita Acara Pemeriksaan, keterangan dan jawaban Pelapor dan Saksi-saksi yang dibuat di Polres Jepara banyak yang sama dan serupa, sehingga kuat dugaan kasus Daniel adalah kasus kriminalisasi yang sudah direncanakan.
Ia menguraikan, kejanggalan lain pada proses ini adalah proses Penyidikan di Reskrim Unit I Polres Jepara dilakukan tanpa melalui proses penyelidikan, karenanya tanggal Laporan Polisi ditetapkan sama dengan tanggal Perintah Penyidikan, yaitu: 1. Laporan Polisi Nomor: LP/B/17/II/2023/SPKP/Polres Jepara/POLDA JAWA TENGAH, tanggal 8 Februari 2023 2. Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.sidik 21/ II/2023/RESKRIM/, tanggal 8 Februari 2023 3. Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan Nomor: B/21/II/2023/RESKRIM, tanggal 8 Februari 2023.
Selanjutnya menurut Gita Paulina T Purba, Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka No. S.Tap/82/VI/2023/Reskrim tanggal 8 Februari 2023 di keluarkan pada tanggal yang sama yaitu tanggal 8 Februari 2023. “Namun, Penyidik menyadari hal tersebut, Penyidik meminta dokumen tersebut ditukar, dan tanggalnya diganti menjadi tanggal 1 Juni 2023, sehingga menjadi Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka No. S.Tap/82/VI/2023/Reskrim, tanggal 1 Juni 2023.
Disamping itu, proses Pelimpahan II dari Reskrim Unit I Polres Jepara ke Kejaksaan Negeri Jepara yang kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jepara dilakukan secara singkat, tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam, sudah keluar nomor registrasi dan jadwal persidangan pada 24 Januari 2024. Hal ini cukup mengagetkan tim Penasehat Hukum Saudara Daniel, karena di waktu yang bersamaan, tim hukum sedang mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan ke Kejaksaan Negeri Jepara yang tentunya sudah tidak bisa digunakan.
Sementara itu Marthin Ismawan dari Tim Advokasi ILUNI UI yang juga menjadi penasehat hukum Daniel menjelaskan, berdasarkan fakta persidangan di PN Jepara terungkap bahwa perkara ini berlanjut atas rekomendasi oknum pengacara PELAPOR yang berdasarkan jejak digitalnya memiliki keberpihakan terhadap tambak udang di Karimun Jawa.
Tim Advokasi ILUNI UI mendorong penegak hukum, dalam hal ini Jaksa dan Hakim untuk menerapkan mekanisme ANTI-SLAPP. Daniel adalah seorang aktivis lingkungan, yang lebih dari 80% kegiatannya di media sosial mendukung keberpihakan terhadap kelestarian dan keberlanjutan lingkungan hidup di Karimun Jawa. “Kami menyerukan kepada Kejaksaan Agung RI, khususnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) agar lebih serius dalam menjalankan Pedoman Jaksa No. 8 tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Marthin Ismawan menegaskan, Jaksa harus bisa mengidentifikasi kasus-kasus yang diindikasi sebagai pembungkaman atas aktivis lingkungan hidup. Kejaksaan Agung harus mengevaluasi kinerja Jaksa dalam kasus ini agar kedepannya dapat bekerja secara profesional. Tim Advokasi ILUNI UI dalam hal ini juga meminta kepada Pengadilan agar menerapkan Keputusan Mahkamah Agung Nomor: 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakukan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
“Kami percaya bahwa dengan dilaksanakannya sertifikasi Hakim Lingkungan setiap tahunnya, jajaran Mahkamah Agung dan Pengadilan-pengadilan dibawahnya dapat dengan lebih baik memberikan putusan yang berpihak kepada keadilan dan kepada lingkungan. Kami meminta agar seluruh Penegak Hukum turut menjamin kepentingan generasi yang akan datang atas kelestarian lingkungan Indonesia, dalam hal ini khususnya lingkungan Karimunjawa,” tegasnya.
“Kita harus bersama-sama melawan segala bentuk ketidakadilan terhadap lingkungan, terhadap hak-hak asasi manusia, dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberpihakan pada kelestarian lingkungan hidup. “Kami berharap proses peradilan di PN Jepara dapat berjalan dengan adil dan objektif, serta membuktikan bahwa hak untuk menyuarakan kepentingan lingkungan adalah hak yang sah dan dihormati dalam sistem hukum Indonesia,” pinta Marthin Ismawan.
Hadepe