blank
Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto. Foto: Dok/SB

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Polda Jateng memberikan imbauan kepada para orang tua agar tak mudah mengijinkan anak-anaknya yang masih di bawah umur mengendarai motor atau mobil, apalagi melintas di jalan raya.

Hal ini disampaikan, Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, menyusul adanya sejumlah anak dibawah umur terjaring polisi saat patroli dalam Operasi Keselamatan Lalu Lintas Candi 2024.

“Masih ditemukan anak-anak di bawah umur yang melanggar lalu lintas. Untuk ini kami berupaya kepada orang tua agar anaknya diberikan arahan,” kata Satake, Kamis (7/3/2024).

Menurut Satake, fenomena pelanggaran lalu lintas oleh anak di bawah umur, sering terjadi di Jawa Tengah. Berdasar data, diketahui pada tahun 2023 terdapat 15.321 anak usia di bawah umur 15 tahun yang tercatat sebagai pelanggar lalu lintas.

Padahal, ungkap Satake, setiap kecelakaan selalu berawal dari pelanggaran lalu lintas. Untuk itu dia berharap agar orang tua tidak mudah mengijinkan anak di bawah umur mengendarai kendaraan bermotor. “Melalui operasi keselamatan lalu lintas, kita berupaya menekan kecelakaan lalu lintas, termasuk juga kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak-anak,” tandasnya

Ia menyebut, mengemudi tidak hanya membutuhkan kesiapan fisik dan mental, tapi juga skill serta pengetahuan berlalu lintas yang baik. “Jangan mudah memberikan akses kendaraan kepada anak-anak. Secara legal, seseorang baru bisa mendapatkan SIM di usia 17 tahun dan mempunyai KTP,” tandasnya.

Perlu Pelibatan Orang Tua hingga Komunitas

Pemerhati pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES) Ali Formen, PhD, mengaku turut prihatin terhadap fenomena banyaknya anak-anak di bawah umur yang mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya dan menjadi pelanggar lalu lintas.

Koordinator Program Studi S1 dan S2 PG PAUD Unnes ini juga prihatin terhadap anak yang menjadi korban kecelakaan.

“Saya melihat faktor di balik semua ini, memang kompleks. Keluarga menjadi salah satunya. Soal keluarga ini, saya melihat, pertama-tama karena faktor keluarga yang permisif. Maksudnya keluarga memang memberikan anak mereka akses kepada alat transportasi bermotor. Jadi kuncinya di permissiveness dan penanaman disiplin dalam keluarga untuk tidak mengijinkan anak mengendarai kendaraan khususnya motor,” kata Ali Formen.