blank
Pawai dugderan dengan mengusung Warak Ngendhog, selalu dilaksanakan jelang bulan puasa oleh umat Islam. Foto: dok. SB.ID

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Prosesi Dugderan untuk menyambut Ramadan di Kota Semarang, dinilai menjadi even sakral masyarakat sejak zaman dulu. Hal itu disampaikan Sekretaris Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Anang Budi Utomo, Rabu (28/2/2024).

Menurutnya gelaran Dugderan yang menampilkan bedug raksasa dan gunungan ganjel ril akan menambah kesan menarik dalam menyambut datangnya bulan Ramadan.

Anang menyatakan, Dugderan adalah tradisi rutin tahunan yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mengumumkan awal puasa Ramadhan.

“Hakikat Dugderan adalah pemerintah memberikan pengumuman dimulainya awal puasa Ramadhan di Kota Semarang,” kata Anang, Rabu (28/2/2024).

Dia menyatakan, upacara penyambutan Ramadhan tersebut merupakan prosesi yang sakral. Menurutnya, setiap kegiatan yang akan dilakukan harus menjunjung tinggi nilai budaya yang ada di Kota Semarang.

blank
Sekretaris Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Anang Budi Utomo. Foto: hp

“Saya termasuk orang yang meminta Dugderan harus bersifat sakral. Sebaiknya jangan dicampur dengan apresiasi lain yang mengarah sifatnya hura-hura. Senangnya itu dalam konteks menyeluruh etnis yang ada di Kota Semarang,” katanya.

Begitu pula, Anang menilai, sebulan sebelum pengumuman awal puasa tersebut diawali dengan Pasar Dugderan terlebih dulu dapat memupuk perekonomian Kota Semarang makin tumbuh.

Termasuk di antaranya, menjadi langkah pembinaan terhadap pengrajin dan seniman Warak Ngendhog yang menjadi ikon Dugderan. Dengan adanya Dugderan yang meriah ini, Warak Ngendhog akan menjadi fokus perhatian masyarakat.

“Warak Ngendhog bisa ditampilkan mewakili unsur etnis yang ada. Warak Ngendhog ikon Dugderan, sudah semestinya menjadi unggulan yang harus ditingkatkan, jangan sampai hilang dari arena Dugderan,” katanya.

Nantinya, selain Pasar Dugderan yang digelar di Aloon-aloon Semarang, Dugderan kali ini akan ditandai pula dengan kirab budaya dari Balai Kota Semarang hingga Masjid Agung Semarang.

“Ini sekaligus menjadi upaya untuk mengenalkan budaya awal Kota Semarang seperti itu,” kata Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut.

Sebelumnya diberitakan, prosesi Dugderan kali ini akan diselenggarakan dua hari jelang Ramadan. Sebulan sebelumnya, tepatnya mulai Rabu (28/2/2024) akan diselenggarakan Pasar Dugderan di Aloon-Aloon Semarang.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, Wing Wiyarso, mengatakan, Dugderan merupakan prosesi tahunan yang menjadi kearifan lokal warga Ibu Kota Jawa Tengah.

Dengan mengedepankan akulturasi budaya melalui Warak Ngendhog, Dugderan sudah menjadi budaya masyarakat Kota Semarang saat menyambut bulan suci Ramadan.

Menurutnya, Disbudpar Kota Semarang pada 2024 akan mengemas prosesi Dugderan lebih menarik dengan memamerkan bedug raksasa di Aloon-Aloon Masjid Agung Semarang.

“Kami akan kemas lebih oke lagi. Insya-Allah untuk penyerahan dan pembacaan suhuf halaqah, kami akan coba ubah setting-nya, kami pamerkan pemukulan bedug raksasa,” ujarnya.

Pihaknya menyebut, gunungan ganjel rel besar di dekat beduk akan menjadi pemecah keramaian. Terdapat gunungan kue khas Kota Semarang tempo dulu dengan ukuran kecil di empat sisi alun-alun.

“Sehingga, masyarakat tidak perlu saling berdesakan. Prosesi suhuf halaqah rombongan wali kota akan lebih oke lagi,” ujarnya.

Nantinya, Dugderan 2024 juga akan diawali dengan kirab budaya dari Balai Kota Semarang menuju ke Masjid Agung Semarang. Setiap kecamatan akan mengangkat budaya dan kearifan lokal masing-masing.

“Bergada atau pasukan 40-an. Walaupun tahun ini baru 16 peserta, mereka akan ikut kirab dan dinilai. Didukung komunitas lain seperti Sam Poo Kong, Tay Kak Sie, Tosan Aji, dan lain-lain,” ujar Wing.

Hery Priyono