blank
Claudia Candra Pengawas Tempat Pemungutan Suara (TPS) 02 di Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, saat mengawasi jalannya penghitungan suara, Rabu 14 Februari 2024. Foto: Diaz Azminatul Abidin

“Sebagai pengalaman pertama itu sangat menyenangkan, selain menambah teman baru juga pengalaman baru tentang pengetahuan pemilu…”

PARASNYA ayu semringah saat bertugas. Claudia Candra (22) memakai setelan baju batik bergaya kekinian, dengan lengan panjang. Nuansa warna merah muda sangat terasa. Aura keanggunan bertambah, teringat para perempuan Jawa dengan baju-baju kebaya di desa-desa. Mereka kerap dipanggil ‘Mbakyu’. Sebuah panggilan bagi perempuan Jawa yang lebih tua secara garis keturunan, atau untuk mereka yang “dituakan” meski di usia muda.

Setelan santainya sudah disesuaikan dengan para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bertugas. Bawahan yang digunakan celana warna coklat muda. Pun dengan warna sepatu yang cerah, putih dan krem. Menggambarkan gairah menjalani pekerjaannya.

Rompi hitam bertulis Bawaslu pada bagian dada kiri, membalut setelan casual Claudia hari itu. Sementara di bagian punggung rompi hitam itu bertulis ‘Pengawas TPS’. Aura itu tampak saat sesi penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 02 Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Rabu 14 Februari 2024.

Ya, Claudia Candra gadis muda penggemar K-pop itu turut andil dalam pengawasan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ini kedua kalinya Claudia terlibat dalam coblosan pemilu lima tahun lalu. Bedanya, pada Pemilu 2024 dia menjadi petugas pengawas TPS.

Claudia Candra kali ini punya tanggung jawab besar, dalam pengawasan pemilu di lingkungan tempat tinggalnya. Baginya, pengawasan pemilu menjadi penting, karena sudah menjadi tugasnya menjadi Pengawas TPS.

Claudia menjadi salah satu sosok gadis paling muda yang tertarik menjadi pengawas TPS, untuk jalannya pesta demokrasi Pemilu 2024.

”Alasan menjadi Pengawas TPS, salah satunya ingin mengetahui jalannya pemilihan umum seperti apa,” kata dia kepada suarabaru.id, Senin 19 Februari 2024.

Sebagai anak muda, tentu Claudia memiliki dunianya tersendiri. Anak pertama dari dua bersaudara kelahiran Kota Semarang itu, merupakan penggemar K-pop. Dia cukup mengikuti seluk beluk tentang K-pop, salah satu yang digemarinya yakni sosok Jaehyun, penggawa grup NCT.

Namun hal itu tak lantas meninggalkan hak dan tanggung jawabnya, akan pesta demokrasi di Indonesia. Claudia juga ingin melek (membuka mata) akan pengetahuan tentang penyelenggaraan pemilu.

Menjalani pekerjaan sebagai penulis di salah satu media massa, juga tak menyurutkan keinginannya untuk menjadi Pengawas TPS di bawah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah tahun ini.

”Sebagai pengalaman pertama menjadi Pengawas TPS itu sangat menyenangkan, selain menambah teman baru dan pengalaman baru,” kata lulusan di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Semarang itu.

Banyak kegiatan bimbingan teknis (bimtek) tentang jalannya pemilu dan pengawasan pemilu dilakoninya, sebelum pencoblosan dimulai. Hal ini untuk menyerap ilmu pengetahuan tentang penyelenggaraan pemilu, khususnya pada bab pengawasan.

”Penuh pengetahuan baru ternyata. Kebetulan waktu bimtek yang ditentukan Bawaslu Jawa Tengah itu, dilakukan setelah pulang kerja, jadi cukup bisa membagi waktu,” ucapnya.

Tugas Pokok Pengawasan Pemilu
Sebagai Pengawas TPS dalam Pemilu 2024 ini, Claudia harus mengawasi jalannya pemilu sesuai dengan regulasi yang sudah ditetapkan. Hal ini supaya tidak terjadi pelanggaran dalam penyelenggaraannya.

Ada rambu-rambu yang telah disampaikan Bawaslu, mengenai apa-apa yang harus dilakukan petugas Pengawas TPS. ”Di TPS yang saya awasi tidak terjadi pelanggaran,” tuturnya.

Meski demikian, bukan berarti TPS bebas dari ketidaktepatan jalannya pencoblosan. Biasanya ada saja hal-hal yang tidak sesuai ketentuannya. Bisa jadi karena ketidaktahuan atau memang sebuah kesengajaan.

”Akan tetapi dari cerita teman-teman yang lain, ada Daftar Pemilih Khusus (DPK) dari luar kota untuk mencoblos di sebuah TPS, tanpa mengikuti sebuah ketentuan. Ada juga yang tidak klop penghitungan antara jumlah buku tamu dan jumlah undangan. Ada juga karena di hari pemilu hujan deras, tenda tempat pemungutan suara ambrol, sehingga harus ada pengawasan lebih untuk pencoblosannya,” ujarnya.

Claudia Candra merupakan salah satu perempuan muda yang memilih “jalan ninja” menjadi Pengawas TPS. Menjadi Pengawas TPS ternyata membuatnya mendapatkan banyak ilmu baru tentang penyelenggaraan pemilu, khususnya dalam pengawasan pemilu.

Ilmu pengetahuan ini tak didapatkannya sebelumnya. Pengalaman yang berharga bagi Claudia Candra sebagai perempuan, untuk keterlibatannya dalam pengawasan pemilu.

Untuk diketahui, Bawaslu Jawa Tengah melantik 117.299 Pengawas TPS di wilayah itu. Di mana keterlibatan perempuan mencapai 41 persen, sementara laki-laki sebanyak 59 persen.

Angka yang cukup besar bagi para ‘Mbakyu’ dalam menjalankan peran perempuan, khususnya dalam pengawasan pemilu untuk pesta demokrasi ini.

Sebagai anak muda, Claudia juga merasa ingin keterlibatan perempuan bisa makin banyak. Tak Cuma secara kuantitas angka, namun pustaka pengetahuan pemilu bisa disampaikan kepada khalayak lebih banyak melalui peran perempuan.

Untuk pengalaman yang didapatkannya itu, dia merasa perempuan punya pendekatan yang berbeda saat menyampaikan pesan kepada khalayak. Utamanya tentang apa itu hak dan tanggung jawab warga negara dalam pemilu.

”Misalnya tentang apa yang boleh dan tidak boleh dalam pelaksanaan pemilu, bisa disampaikan pesannya ini kepada masyarakat. Dimulai dari teman, lingkungan, dan ke arah yang lebih besar. Misalnya memaku flyer atau baliho Alat Peraga Kampanye (APK) di pohon atau fasilitas umum itu dilarang, dan masih banyak lagi,” ujar dia.

blank
Asri Dwi Indrihastuti Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) di Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, saat melihat penghitungan suara di TPS 13 Kelurahan Gemah, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, Rabu 14 Februari 2024. Foto: Diaz Azminatul Abidin

Adaptif pada Perubahan Aturan Pemilu
Perempuan lain yang terlibat dalam pengawasan pemilu di Jawa Tengah yakni, Asri Dwi Indrihastuti. Ibu dua anak itu menjadi Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) di Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang.

Sebagai perempuan, dia ingin menjadi bagian dalam suksesnya Pemilu 2024. Dia juga sudah terlibat dalam Pemilihan Wali Kota Semarang sebelumnya. Pekerja di salah satu radio swasta di Kota Semarang itu, tertantang untuk upgrade ilmu pengetahuan tentang jalannya pemilu.

”Tantangannya adalah, bagaimana bisa terus update tentang kepemiluan. Karena dalam pemilu banyak hal-hal yang sangat dinamis. Jadi bagaimana saya mengikuti ritme perubahan-perubahan yang ada. Semisal perubahan-perubahan aturan baik itu PKPU maupun Perbawaslu,” jelas dia, Senin 19 Februari 2024.

Menjadi pekerja swasta dan ibu rumah tangga, juga tak lantas membenamkan fungsi atau peran perempuan dalam pengawasan pemilu. Pendidikan tentang pemilu juga penting bagi dirinya untuk dibagikan ke khalayak, baik di dalam tugas maupun di luar tugas, seperti saat bermasyarakat.

”Tugasku banyak sekali, sesuai namanya Panwascam (Panitia Pengawas Kecamatan), kami mengawasi setiap tahapan yang berjalan di tingkat kecamatan. Mulai pengawasan tahapan penetapan DPT, hingga saat ini tahapan rekapitulasi, kami awasi semua,” ujarnya.

Panwascam, lanjut Asri, juga melakukan tugas perekrutan jajaran pengawas kelurahan dan pengawas TPS se-Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang.

”Di mana jumlah TPS di Kecamatan Pedurungan, jadi yang terbanyak di Kota Semarang, yakni 544 TPS,” ucap dia.

Ada banyak temuan di lapangan yang berpotensi menjadi pelanggaran dalam pemilu, di mana hal ini harus menjadi edukasi lebih ke masyarakat. Pesan untuk pemilu yang lebih bermartabat, harus menjadi pustaka ilmu pengetahuan khalayak dari beragam kalangan.

”Misalnya beberapa temuan, di antaranya kampanye di luar jadwal, money politics, dan di masa kampanye banyak sekali pelanggaran terkait pemasangan APK,” ungkapnya.

Lebih jauh, Claudia Candra dan Asri Dwi Indrihastuti merupakan ‘Mbakyu-mbakyu’ dari generasi yang berbeda. Mereka berdua sebagai perempuan punya saran, ke depannya untuk para perempuan, agar bisa menjadi tonggak jalannya pemilu.
Tentu tidak hanya sebatas mengisi kuota perempuan saja, baik dalam kontestasi politik, penyelenggaraan pemilu, maupun pengawasan pemilu.

Menurut mereka, perempuan lebih berdaya, perempuan itu sangat kuat dan justru perempuan sangat cermat dalam segala hal. Jadi keduanya sepakat menolak, bila perempuan hanya dipandang sebatas dalam keterlibatan pada pengawasan pemilu untuk memenuhi kuota 30 persen saja.

”Sarannya adalah, diperkuat lagi peran perempuan dengan diadakan kelas-kelas untuk belajar tentang kepemiluan. Sehingga untuk kegiatan penyelenggaraan dan pengawasan pemilu ke depan, semakin banyak lagi perempuan-perempuan yang berkontribusi,” kata Asri.

Diaz Azminatul Abidin