“Kalau dihitung-hitung, satu bulan bisa nabung sekian. Ya, sudah cari-cari sesuatu untuk simpanan. Akhirnya ketemu beli rumah itu (KPR BTN Syariah). Jodohnya di situ, nomor rumahnya juga 46 sama dengan nama usaha…”
HENDRIK (44) serius memandangi laptop di atas meja kerja dengan dikelilingi pelat logam di sudut-sudut kios. Jangan bayangkan kerapian meja kerja kantoran dengan berkas-berkas yang tersusun rapi.
Usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) yang dirintis Hendrik bergerak pada jasa pembuatan pelat nomor kendaraan dan stempel dengan brand angka ‘46’. Tentu banyak alat perkakas dan pelat logam bertebaran.
Di atas meja kerja dalam kios itu, Hendrik sekaligus menjadi tempat Hendrik menaruh alat hingga benda produksi. Ada pelat nomor kendaraan bermotor, nomor rumah, stempel, printer, kertas desain, kertas bahan stempel, alat perkakas, dan lain-lain.
Dia fokus mengutak-atik desain stempel menggunakan aplikasi CorelDRAW di laptop yang cukup berdebu laiknya di sebuah bengkel. Revisi kecil desain untuk membuat stempel sedang diupayakan untuk menyelesaikan pesanan seorang pelanggan yang menyambangi bengkel, di Jalan Kedungmundu Raya No 123, Kelurahan Tandang, Kecamatan Tembalang Jumat 16 Februari 2024 siang.
Sosok berambut cepak ini cukup mahir membuat desain stempel menggunakan CorelDRAW. Ogah bertele-tele, Hendrik cepat saja menyelesaikan revisi pesanan pelanggannya itu. Tak lebih dari 10 menit, seorang perempuan muda pemesan stempel nama perusahaan itu tak harus berlama-lama menunggu proses pembuatan stempel jadi.
“Karena kebiasaan Mas, lama-lama ya bisa (tangkas menggunakan CorelDRAW). Bisa cepat karena sudah terbiasa juga,” katanya.
Awal Merintis Usaha
Hendrik bercerita kurang lebih sudah 15 tahun dia memulai usaha kecil pengrajin pelat dan stempel yang dinamai Pelat dan Stempel 46. Hal itu bermula saat dia berhenti kerja di sebuah gudang di Kota Semarang sekitar tahun 2009-an.
Dia lantas ikut sang adik untuk bekerja menjadi pengrajin pelat nomor kendaraan dan stempel. Saat itu masih di kawasan Tlogosari, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang.
“Dulu kerja di gudang perusahaan di Semarang tapi bangkrut. Saya nganggur, adik saya sudah kerja jadi perajin pelat nomor kendaraan dan stempel. Saya diajak, terus ikut 3-4 hari kerja saya dilihatnya sudah cepat bisa kerja. Terus ditawari untuk buat dan jaga usaha sendiri,” katanya.
Bukan perkara mudah memulai usaha, apalagi perihal cara berkomunikasi dengan pelanggan. Maklum, pada pekerjaan sebelumnya, Hendrik tak banyak berkomunikasi dengan orang. Berbeda dengan saat merintis usaha yang harus berkomunikasi tatap muka langsung dengan konsumen.
“Satu bulan itu mulai buat sendiri tanpa didampingi adik. Awalnya ngewel (deg-degan/canggung), komunikasi belum pengalaman, kerja ditunggui konsumen langsung juga ngewel,” selorohnya kepada Suarabaru.id.
Bagi Hendrik, ada komitmen yang harus dipegang sebagai seorang yang sedang merintis usaha sendiri. Dia menikmati betul ritme kerja yang dilakoninya. Apalagi harus babat alas atau mencari pelanggan pada awal-awal usaha.
“Awal-awal dinikmati yang penting totalitas kerja. Nanti konsumen tahu sendiri, yang penting janji ditepati. Misalnya pesanan dijanjikan sore jadi, ya harus jadi,” kata dia.