Oleh : Hadi Priyanto
Karena memperjuangkan kelestarian alam Karimunjawa Daniel Frits Maurits Tangkilisan saat ini harus meringkuk di tahanan Rutan Jepara dan duduk sebagai pesakitan di Pengadilan Negeri Jepara dalam kasus UU ITE. Sementara 3 orang kawannya sesama aktivis yaitu Datang Abdul Rokhim, Rofiun dan Hasanudin juga telah mendapatkan panggilan dari Polda Jateng karena dilaporkan oleh salah satu petambak udang dalam kasus yang sama.
Daniel, demikian ia akrab disapa, memang dikenal sebagai aktivis lingkungan yang konsisten mendedikasikan sebagian hidupnya untuk kelestarian alam dan budaya Karimunjawa. Bahkan sejak tahun 2011, ia telah ikut terlibat dari ritual budaya Barikan dan kemudian tahun 2017 ia memilih menjadi penduduk Desa Karimunjawa.
Di budaya Daniel ikut andil dalam merintis Barikan Qubro yang sekarang jadi even besar di Karimunjawa. Juga ikut di komunitas Purnama Merindu yang menyatukan beberapa sanggar seni yang ada di Karimunjawa untuk latihan bersama. Juga menggelar pameran tentang sejarah RA Kartini. Daniel juga memiliki banyak murid di beberapa desa di Karimunjawa sebab dia suka mengajar Bahasa Inggris pada masyarakat Karimunjawa dan sering juga mengajar Bahasa Indonesia pada orang asing. Daniel juga ikut mendirikan Yayasan Kejora yang bertujuan untuk mendidik anak-anak Karimunjawa
Karena perhatiannya yang besar pada lingkungan, ia juga bergabung dalam Organisasi Kawali dan Lingkar Juang Karimunjawa yang memperjuankan kelestarian alam Karimunjawa. Bukan hanya tambak udang yang ditolaknya karena merusak lingkungan, ia juga mengkritisi pembangunan startup hotel PT. LHI yang serampangan tanpa memperhatikan kaidah lingkungan, perijinan dan sosial masyarakat di Kemujan
Ia juga sedang menterjemahkan buku Het Hoge Huis aan de Javazee : de geschiedenis van een zeeroverseiland (Rumah Tinggi di Laut Jawa : Sejarah sebuah Pulau Bajak Laut), karya Joop van den Berg yang diterbitkan BZZToH, ‘s-Gravenhage, 1991. Dalam buku itu Karimunjawa pada tahun 1810 bernama Crimon Jawa dan saat itu dikenal sebagai pulau bajak laut. Harapannya, masyarakat Karimunjawa memiliki literasi tentang sejarah dan budaya wilayahnya.
Namun ternyata nama Daniel tidak asing bagi para pegiat wisata dan aktivis lingkungan, khususnya anak-anak muda di Desa Tempur. Ia dikenal sebagai mentor anak-anak muda dalam pengembangan Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara sebagai daerah tujuan wisata di lereng Muria dengan konsep ekowisata atau ecotourism
Konsep ekowisata adalah suatu model wisata alam di daerah yang masih alami dengan tujuan menjadikan keindahan alam sebagai daya tarik wisata serta mendukung usaha konservasi dan meningkatkan pendapatan perekonomian masyarakat setempat. Ini pula yang dilakukan Daniel di Karimunjawa bersama-sama para aktivis lingkungan dan pelaku wisata lainnya yang akhirnya menyeretnya sebagai terdakwa.
Sejak tahun 2017, Daniel sering mengunjungi desa yang dikenal juga sebagai kaldera purba Gunung Muria. Setidaknya setahun 3 atau 4 kali ia ke desa Tempur. Bukan seluruhnya mengajak wisatawan, tetapi juga hanya untuk sekedar ngobrol dan minum kopi dengan anak – anak muda.
Namun sebenarnya Daniel telah mengunjungi desa ini mulai tahun 2006, menjadi guru bahasa Belanda di sebuah sekolah di Jepara. Menurut Imam Sukoco, seorang guru SD di Tempur, pasca bencana alam di Tempur banyak lembaga swadaya masyarakat yang kemudian memiliki perhatian terhadap desa ini. Diantaranya adalah LSKR dari Salatiga dan Greenpeace. Juga dari pemuda NU Jepara
Daniel juga menjadi salah satu yang aktif datang ke Tempur dan melakukan kajian bersama para aktivis Jepara. Hasil kajiannya, bencana dahsyat tersebut diakibatkan adanya alih fungsi hutan. Ia kemudian sesekali datang ke Tempur.
Daniel memang sangat mengagumi keindahan alam pegunungan desa Tempur yang kala itu belum begitu dikenal. Bahkan dapat dikatakan desa pegunungan paling indah di Kabupaten Jepara yang masih alami.
Desa Tempur sendiri dibagi dalam dua wilayah, yaitu wilayah dataran tinggi yang melingkari desa yang terdiri dari tebing gunung yang membentuk pegunungan serta wilayah daratan rendah di bagian tengah yang merupakan bekas kawah purba Gunung Muria. Kaldera ini tempat sebagian besar penduduk bermukim.
Dari utara ke selatan desa ini berada di bawah 7 gunung yaitu gunung Tumpuk, Tremulus, Palu Ombo, Sapto Argo, Candi Angin, Gajah Mungkur dan gunung Tugel. Desa Tempur memiliki variasi ketinggian antara 850 m sampai dengan 1.700 m dari permukaan laut.
Di Desa Tempur Daniel kemudian berkenalan dengan banyak pemuda. Salah satunya adalah Rudi Ichlan, 33 tahun yang tinggal di Dukuh Karang Rejo Desa Tempur yang kala itu menjadi sedang KKN di SDN 2 Tempur dan aktif di kegiatan kepramukaan.
Bahkan Rudi pernah dikirim menjadi relawan saat terjadi erupsi Merapi hingga mengakibatkan Mbah Marijan meninggal
Karena itu Rudi memiliki minat yang sama dengan Daniel dan juga ingin menghidupkan adat istiadat dan budaya sebagai daya tarik pendukung pariwisata. Ia mengaku sedang dan ingin belajar menjadi pegiat budaya dan juga pariwisata.
Karena itu berkenalan dengan Daniel yang berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan juga program Magister Budaya di sebuah Universitas di Belanda bagi Rudi Ichlan adalah sebuah keberuntungan. Ia bagaikan menemukan seorang teman, kakak, mentor dan bahkan guru. Sebab ia banyak memberikan wawasan baru yang sebelumnya tidak diketahui
Sebab dari diskusi ini Rudi yang tahun 2017 mendirikan komunitas Sadar Kebersihan mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman tentang pentingnya menjaga kelestarian alam, kebersihan lingkungan, mempromosikan potensi wisata, pengembangan obyek wisata berbasis alam dan budaya serta membangun basis gerakan untuk memberdayakan warga.
Daniel juga sering mengedukasi cara menerima wisatawan dan pentingnya bahasa, minimal bahasa Inggris dalam pengembangan pariwisata dalam obrolan ringan sembari menikmati kopi. Juga promosikan lagu-lagu lokal Tempur yang diciptakan oleh anak anak muda kreatif desa Tempur. Apa yang dilakukan Daniel sangat mengena, utamanya dalam perubahan pola pikir anak-anak muda yang efeknya sangat dirasakan dengan munculnya sikap “handarbeni” alam Desa Tempur
Jika ia membawa wisatawan, asing maupun domestik, Daniel juga memperkenankan kopi Tempur pada wisatawan. Menurut Rudi Ichlan, ia tidak bisa memungkiri jasa Daniel sangat besar bagi pengembangan wisata desa Tempur. Kebaikan dan ke ikhlasan Daniel akan tetap diingat oleh masyarakat Tempur, kendati ia kini meringkuk di Tahanan Rutan Jepara, karena kriminalisasi dengan menggunakan UU ITE.
Sebagai seorang sahabat Rudi Ichlan berdoa, Daniel dapat dibebaskan dari segenap dakwaan yang telah menjeratnya dan hukum tak tercitrakan tajam ke bawah tumpul ke atas seperti yang selama ini terjadi.
Penulis adalah pegiat budaya dan Wartawan SUARABARU.ID