blank
DIBORGOL - Terdakwa ZA kondisi tangan diborgol dengan terdakwa lain turun dari mobil tahanan disambut istri dan anak. (Foto: Sutrisno)

TEGAL (SUARABARU.ID) – Seorang Kakek ZA (72) warga Tegal Selatan, Kota Tegal meringkuk di tahanan karena dilaporkan oleh anak kandungnya sendiri K (pelapor). ZA dilaporkan diduga karena melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap korban anaknya sendiri K.

Penasehat hukum korban (pelapor), Feri Junaedi SH menyampaikan, sebenarnya kliennya, dan pihaknya sebagai penasehat hukum dari pelapor sudah berupaya untuk mendamaikan kedua pihak namun, pelapor karena sering menerima perbuatan kekerasan terus menerus dari terlapor jadi belum bisa untuk memaafkan.

“Pada dasarnya kami dari pihak penasihat hukum sudah berupaya untuk bisa mendamaikan, namun tadi karena trauma tersendiri dari pelapor. Bahkan kita berupaya menghubungi kakak-kakaknya saat berada di penyidik namun, satupun tidak ada yang datang. Setelah di Pengadilan beliau-beliau muncul,” kata Feri usai sidang di Pengadilan Negeri Tegal, Senin (5/2/2024).

Pada dasarnya kata Feri tidak ada keniatan seorang anak melaporkan bapaknya atau memenjarakan ayahnya sendiri namun karena keseringan bahkan kejadian berkali-kali maka sang anak melaporkan.

Sementara Penasehat Hukum terdakwa, dari LBH JMN Tegal David Surya SH menyampaikan,

tadi sudah saksikan sendiri di jalannya persidangan dengan terdakwa ZA dalam persidangan menghadirkan para saksi dan terkuak bahwa terdakwa ZA tidak punya karakter sebagai seorang yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Bahkan, tiga dari empat anaknya menyatakan bahwa Bapak ZA adalah orangtua yang baik.

Feri menjelaskan, dalam persidangan juga terungkap bahwa ada berita-berita yang sengaja dikirmkan di link WhatsApp keluarga yang rasakan itu bentuk intimidasi.

Selanjutnya yang terungkap di persidangan bahwa Pak ZA di usia yang ke 70 tahun, tepatnya dua tahun lalu pernah didatangi oleh aparat penegak hukum hanya karena dia menggunakan gas anaknya sendiri ketika itu gas elpiji miliknya habis kemudian menggunakan gas anaknya.

“Apakah hal itu bentuk intimidasi atau bukan kami serahkan kepada publik yang menilai. Apakah seorang aparat penegak hukum perlu hingga turun menyelesaikan masalah gas habis.”

“Dari awal hingga saat ini kami menghargai majelis hakim terus menerus meupayakan agar terjadinya perdamaian. Hingga hari ini majelis hakim minta anak-anaknya segera memperhatikan terdakwa. Karena terdakwa usianya sudah lanjut dan tidak tahu hingga kapan  beliau masih ada bersama dengan kita,” kata David.

David bersukur mendapat majelis hakim yang benar-benar mencari keadilan. Bukan sekadar mencari kepastian hukum. Ujar David sama seperti ira-ira putusan pengadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa, demi keadilan. Jadi bukan kepastian hukum. Dan hukum jangan selalu dianggap sebagai alat untuk mengekang kebebasan atau kemerdekaan seseorang. Hukum justru untuk mendapatkan keadilan.

“Justru di sini kami melihat terjadi kriminalisasi kepada klien kami ZA dan kami juga meminta kepada aparat penegak hukum entah itu Polres, Polda, Kejari, Kejati untuk memperhatikan perkara ini dan segera menghentikan penuntutan. Saya berharap ada restorasi justice yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi agar perkara ini tidak berlanjut. Dan benar-benar akhirnya terdakwa bisa merasakan kebebasannya lagi dimasa tuanya yang bekerja selama 20 tahun sebagai supir menghidupi anak-anaknya,” pinta David.

David juga menghadirkan saksi dari pengurus masjid. Bahwa terdakwa kata David juga seorang yang soleh, yang rajin beribadah, bahkan seorang pengurus masjid saja mau melakukan dukungan simpati dari jamaah masjid tanpa dibayar.

Latar belakang kasus tersebut terang David terungkap dalam persidangan karena adanya kotoran kucing yang tidak dibersihkan, lalu terdakwa menegur anaknya kemudian terjadi peristiwa seperti ini. Dan ada kalimat-kalimat seperti kamu sudah miskin, sudah kere kalimat dari seorang anak kepada seorang ayahnya. “Itu ada di BAP juga terungkap di persidangan,” bebernya.

Saat ditanya dugaan KDRT yang sering dilakukan oleh terdakwa David mengatakan, kalau terdakwa terungkap dipersidangan tidak pernah. Bahkan anak ketiganya, dan istri yang saat ini tidak pernah mengalami apapun, pengurus masjid dan tetangga juga tidak ada history telah melakukan KDRT.

Laporannya KDRT pasal 44 tapi kami melihat ada dugaan kriminalisasi, dipaksa terus untuk naik perkara ini padahal seharusnya perkara ini sudah berakhir sejak dikepolisian bahkan begitu naik kejaksaan ini harusnya sudah berakhir. Upaya perdamaian sudah berkali-kali dan sudah disampaikan ke majelis namun memang pihak korban selalu menolak dengan alasan trauma untuk bertemu ayah kandungnya sendiri. Dari pihak terdakwa saat ini sudah melakukan permintaan maaf bahkan didepan hakimpun beliau minta maaf.

Sidang menghadirkan saksi, istri terdakwa Roc, S Muf (anak pertama), S Mua (anak kedua), S Rah (anak ketiga), dan Ketua RW setempat yang juga Tamir Musola M Har. Seluruh saksi yang hadir minta terdakwa bisa dibebaskan.

Humas Pengadilan Negeri Tegal, Syarif Hidayat SH menyampaikan, perkara pidana Nomor 2/PID.SUS/2024/PN.Tegal berlangsung Senin, (5)2/2024) terdakwa ZA dengan majelis hakim, Indah Novi Susanti SH MH (ketua), Windy Ratna Sari SH MH dan Sami Anggraeni SH MH (anggota) Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yogi Aranda SH MH. Pasal yang dilanggar, pasal 44 ayat (1) UURI Nomor 23 Tahun 2024 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.

Terpisah korban (pelapor) K yang merupakan anak kandung terdakwa menyampaikan, alasan melaporkan ayah kandungnya sendiri karena terdakwa sudah terlalu dari sikap dan dari ucapannya.

“Saya melaporkan Bapak saya sendiri karena sudah terlalu dari sikap, dari tingkah dan ucapannya selama saya sendiri. Selama saya belum menikah Bapak saya sudah memperlakukan seperti ini, tetangga juga tahu cuma tetangga tidak bisa membantu saya dalam masalah ini. Akhirnya tetangga juga pikirnya saya durhaka, berani sama orang tua tapi pas kejadian terkahir ini saya memberanikan diri mevideo pas kejadian. Karena saya tidak bisa ditolong sama tetangga,” terang Pelapor.

“Saya memberanikan diri sama asisten saya merekam karena saya sudah cukup disakiti sama babeh saya, fisik saya, mental saya selama ini. Sekarang saya punya anak dan punya suami. Didepan anak saya seperti itu. Jadi saya melindungi mental anak. Bahkan kata Pelapor mengeluarkan darah dimata sebelah bawah,” terang Pelapor.

Sebenarnya kata pelapor masalah sepele. Masalah kotoran kucing. Mengingatkan membuang kotoran kucing dengan cara yang keras, tidak sopan sama asisten pelapor.

“Saya cuma mengingatkan jangan seperti ini tapi Babeh saya selalu ga terima. Saya yang kena tonjokan, kena jambakan, tangan saya diplintir.  Mungkin Babeh saya emosi tapi saya kan tidak mau diperlakukan seperti ini terus sama Bapak kandung saya sendiri. Saya juga pengin perlindungan dari Bapak saya tapi saya ga mendapatkan itu,” urainya.

Menurut pelapor kalau dirinya masih sendiri tidak ada yang melindungi. “Sekarang saya kan sudah punya suami. Jadi suami saya yang tidak terima, saya juga tidak terima kenapa saya diperlakukan seperti ini. Tetangga juga tidak ada solusinya akhirnya saya melaporkan sendiri ke Polres,” ujar Pelapor.

Terdakwa ZA usai menjalani sidang menyampaikan bahwa pihaknya sudah berupaya untuk melakukan damai. “Sudah. Ya mudah-mudahan diterima lah. Kita mintanya ya damai lah,” kata ZA singkat.

Sutrisno