SEMARANG (SUARABARU.ID) – Savitri Kartika Dewi yang divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang, melalui Kuasa Hukumnya, Wahyu Rudy Irianto, SH, MH menyatakan tak gentar menghadapi kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Semarang.
“Kami telah menerima salinan surat pemberitahuan dari Mahkamah Agung, bahwa berkas kasasi perkara Savitri Kartika Dewi sudah diterima MA. Harapan kami, MA segera mengeluarkan putusannya, agar perkara tersebut selesai dan tidak terkatung-katung,” kata Rudy, belum lama ini.
Dia sangat yakin, permohonan Savitri dalam kontra memori kasasi yang diajukan tim Kuasa Hukum akan dikabulkan oleh Majelis Hakim MA.
“Dalam kontra memori kasasi itu, kami sudah beberkan secara detail, dalil-dalil hukum untuk menjawab dalil-dalil dari JPU. Semoga, melalui jawaban kami itu, semakin meyakinkan majelis hakim, bahwa putusan PN Semarang yang membebaskan klien kami adalah benar dan tepat,” tegasnya.
Peran Mafia
Perkara Savitri ini ternyata juga mendapat perhatian dari berbagai kalangan penegak hukum, khususnya para advokat yang peduli terhadap hukum yang berkeadilan. Mereka diantaranya tim yang tergabung dalam LBH Peduli Hukum Info Depok Law Firm, Guntur Putra, SH, Adi Suman Pasaribu, SH dan Teguh Fitriyanto, SH.
Ketiganya meyakini bahwa kasus tumpang tindih hak dalam sebidang tanah, tak lepas dari keberadaan mafia tanah. “Dari pengalaman dalam menangani kasus tanah, meneguhkan keyakinan kami, peran mafia tanah sangat dominan,” ujar Guntur.
Menurutnya, mafia tanah sangat lihai memanfaatkan kesempatan untuk menguasai tanah-tanah, khususnya yang tampak tidak terurus. Tanpa peran mafia, sangat tidak mudah untuk menerbitkan sertifikat ganda maupun yang tumpang tindih.
“Semua tanah yang sudah bersertifikat, pasti tercatat dan terdokumentasi di kantor pertanahan. Sangat tidak masuk akal, ada lebih dari satu sertifikat atas sebidang tanah yang semua sertifikat itu, dikeluarkan BPN yang sama,” tegas Guntur.
Guntur berharap majelis hakim bijak dalam menyikapi permasalahan ini. “Jangan sampai rakyat yang beritikad baik dalam membeli tanah menjadi korban permainan mafia,” tandasnya.
“Biasanya, pelaku adalah yang memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam pertanahan. Bisa oknum pemerintahan, dan tidak menutup kemungkinan oknum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jadi harus diwaspadai, notaris yang berada di belakang terbitnya akta itu,” tuturnya.
Adi Suman Pasaribu mengingatkan pesan Jaksa Agung, ST Burhanudin yang sangat antusias menghentikan praktik-praktik kotor dalam penguasaan tanah di negeri ini. Pesan Jaksa Agung agar tidak memberikan ruang gerak kepada mafia tanah, semestinya harus diimplementasikan jajarannya. Para jaksa harus bersikap tegas juga melawan mafia tanah. “Sangat ironis bila kemudian ada indikasi keberpihakan jaksa justru kepada oknum yang patut diduga mafia tanah,” tegasnya.
“Salah satu namun bukan satu-satunya ciri mafia tanah itu adalah memiliki banyak sertifikat tanah, tetapi tanah tersebut tidak difungsikan maksimal. Jika hanya memiliki sebidang tanah dan difungsikan, hampir dipastikan dia itu adalah pemilik yang mendapatkan haknya dengan benar. Sebaliknya, jika seseorang memiliki banyak bidang tanah dan ditelantarkan, patut diduga adalah barisan mafia tanah,” tegasnya.
Suman berharap, jaksa mencermati ciri-ciri itu dalam merespon perkara yang berhubungan dengan sengketa tanah. Jangan malah bertindak yang antiproduktif dengan kebijakan Jaksa Agung.
“Percuma Jaksa Agung mengeluarkan Surat Edaran (SE no.16 Tahun 2021), bahkan membentuk satuan tugas (Satgas) untuk antisipasi gerak mafia tanah, jika jajaran di bawahnya tak serius menjerat mafianya. Lebih ironis lagi, jika sebaliknya, jaksa malah lebih berpihak pada mafia,” ungkap Sekretaris LBH Peduli Hukum Info Depok Law Firm itu.
Guntur dan Suman mengaku sama sekali tidak punya pemikiran bahwa JPU dalam perkara Savitri ini lebih berpihak pada mafia. “Sama sekali tak pernah terlintas dalam benak kami seperti itu. Hanya, ada baiknya, JPU me-review kembali rekam jejak para pihak, khususnya dalam bidang pertanahan, agar tidak keliru dalam bersikap,” kata Suman.
“Lebih baik melepas seribu penjahat daripada menghukum seorang yang tidak bersalah,” ujarnya.
Ning S