3d White abstract background image

Oleh Marjono

SAYA pernah membaca diksi besar di sebuah media yakni melawan KPK sama halnya melawan rakyat. Kalimat itu membuat saya unjuk jempol ke atas. Lantas, Ketua KPK non aktif FB menjadi tersangka pada kasus suap dalam rentetan perkara mantan Mentan, SYL, mungkin dunia berbalik, unjuk jempol ke bawah. Praperadilan sedang diupayakan dan keputusan kita nanti.

Zaman sekarang rasanya susah mencari urat malu, karena tiap hari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah bekerja keras, bahkan operasi tangkap tangan (OTT), tapi koruptor tetap saja melawannya.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjabarkan OTT yang dilakukan KPK, yakni kasus Kabupaten Meranti, suap pembangunan jalur kereta api di Dirjen Perkeretaapian, dan proyek Smart City kota Bandung.

Sektor pengadaan barang dan jasa memang merupakan titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Secara total ada 73 kasus dalam proses penyelidikan dan 85 kasus yang sudah naik ke tahap penyidikan. KPK menetapkan adanya 89 tersangka. (cnnindonesia.com, 15/8/2023).

Asset recovery pada semester pertama berjumlah Rp166,36 miliar. Alex menyatakan, ratusan miliar pemulihan aset itu terdiri atas Rp32,75 juta uang pengganti. Selain itu, tim KPK berhasil menyita hasil rampasan tindak pidana korupsi sebesar Rp124,22 miliar dan denda sebesar Rp9,39 miliar. Adapun jumlah kasus serta capaian tersebut dihitung dari awal tahun hingga 30 Juni 2023.

Belum lagi tangkapan dari Saber Pungli, Satgas Dana Desa, BPK, dll. Juga Kejagung. Melihat tren demikian, nampaknya para penguras duit negara ini tak juga fobia atau menciutkan nyali maupun jera sama sekali untuk meraup uang haram dari tindak pidana korupsi.

KPK sudah pada track-nya, yakni melakukan upaya pencegahan, seperti melakukan sosialisasi, sekolah KPK, maupun edukasi lain lewat pemutaran film, penerbitan buku, penyertaan LHKPN bagi pejabat, penandatanganan Pakta Integritas bagi pejabat maupun calon legislatif, dll, di samping melakukan tindakan penangkapan, OTT hingga memenjarakan koruptor.

Perilaku koruptor tersebut seolah sudah kehilangan, dihilangkan dan menghilangkan diri atas rasa malu-nya di hadapan keluarga, kerabat, dan di hadapan publik. Kita lihat saja, mereka di televisi mengenakan rompi oranye sempat-sempatnya dan nampak diri yang tak berdosa, melambaikan tangan, cium jauh, bersenyum-senyum.

Tak sedikit koruptor maupun keluarganya justru berjuang keras menutup-nutupi atas tindakan korupsi yang dilakukan anggota keluarganya, entah alasan kekayaannya itu hasil dari bisnis, mendapat warisan maupun tabungan juga hasil jerih payah dari honor-honor lainnya.

Mereka merekayasa membangun argumen yang seakan nampak keluarganya bersih, lewat pengalihan rekening, liburan wisata ke luar negeri, dll, sehingga tak jarang di mata tetangga dan kehidupan sosial lainnya mereka nampak menjadi filantropis dan atau samaritan yang baik.

Memang, kalau melihat besaran angka setiap bulan, bahkan tahun terkait tangkapan KPK bukan patokan semakin berkurangnya secara kuantitas pelaku korupsi. Dengan kata lain, banyaknya tangkapan KPK berarti bertambahlah orang-orang yang sudah tidak punya malu di tengah masyarakat kita yang tersandra kemiskinan. Senses of crisis lenyap begitu saja.

Penduduk Miskin

Catatan Badan Pusat Statistik, menyebutkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 mencapai 25,9 juta orang, turun 460 ribu orang dibandingkan September 2022 atau 260 ribu orang dibandingkan Maret 2022. Angka kemiskinan juga turun menjadi 9,36 persen dibandingkan September 2022 sebesar 9,57 persen dan Maret 2022 sebesar 9,54 persen.

Putusnya urat malu koruptor mungkin karena kerasnya keinginan untuk menjadi pusat perhatian publik meskipun dilakukan dengan cara kontra produktif, diluar logika publik, bahkan mereka kadang kebelet (tak mampu menahan) semua hasrat materialistiknya yang sudah tidak beralas kebutuhan, tapi lebih pada keinginan. Ingin status/kelas sosial baru bahkan sensasi baru, sehingga budaya instant meringkusnya.

Terbitmya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mensyaratkan bakal calon anggota legislatif (caleg) tidak maju kontestasi demokrasi setelah lima tahun selesai menjalani pidananya. Hal ini penting, untuk memberikan efek jera terhadap narapidana khususnya kasus korupsi.

Maka kemudian, core values ASN saat ini yang telah ditetapkan secara nasional dengan tujuh nilai inti utama, yaitu Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. Core Values ASN tersebut kemudian disingkat dengan nama “BerAKHLAK” yang telah diluncurkan Presiden Jokowi pada 27 Juli 2021, dan menjadi titik tonggak penguatan budaya kerja, yang tidak hanya dilakukan pada ASN tingkat pusat namun juga pada tingkat daerah. Aneka nilai tersebut, harapannya mampu menekan angka korupsi di  negeri ini.

Bangsa yang Malang

Dalam relasi ini, mengapa kemudian pendidikan karakter, pola asuh dan edukasi di keluarga, bahkan sejak dalam rahim menjadi amunisi dahsyat menghapus ideologi korupsi dalam kehidupan generasi milenial. Pada tataran kecil, menyontek di sekolah, PNS yang memakai gas melon, warga pindah ke desa/kelurahan lain hanya untuk berebut zonasi sekolah anaknya, berebut BPNT, menyuap polisi di jalan, mencuri setrum listrik, menjadi joki tes CASN, plagiasi di  kalangan akademisi, dll adalah fakta riil bentuk korupsi dan atau gratifikasi yang harus kita kerdilkan.

Model ujian atau tes dengan CAT (Computer Assisted Test),  beasiswa KIP, pemberian bonus atlet peraih medali, pembayaran maupun bantuan non tunai, dll  itu semua merupakan edukasi hingga level grassroots untuk memerangi korupsi dalam aspek luas. Selain keteladanan pemimpin dalam penegakan integritas dan layanan bersih, kemudian pengembalian gratifikasi juga bagian ing ngarsa sung tuladha untuk membuat koruptor berangsur rikuh-pekewuh dan tobat tidak mempraktikkan korupsi.

Dibukanya kanal-kanal aduan dan kontrol masyarakat untuk turut mengawasai jalannya pembangunan di negeri ini akan mampu mempersempit ruang gerak koruptor. Tantangan penting yang perlu dijawab oleh seluruh pemangku kepentingan, adalah menciptakan aktor-aktif yang tumbuh mengakar secara organik bagi masyarakat sebagai sebuah gerakan melawan korupsi, antikorupsi.

Gerakan ini bergerak membangun kesadaran kolektif dan memanfaatkan komunitas media untuk menyuarakan transparansi dan akuntabilitas, kejujuran juga pengorbanan.

Kesadaran personal dan pengawasan masyarakat harusnya bisa menjadi senjata penggugah urat malu para koruptor kembali peraturan dan norma yang benar. Semoga kita tidak menjadi bangsa yang malang. Sudah saatnya kita tak lagi menyembunyikan aktor korupsi,dan sudah waktunya kita berani membunyikan peluit keras stop praktik korupsi.

Marjono, Kepala UPPD/Samsat Kabupaten Tegal, JawaTengah