blank
Hari pertama sekolah jurnalistik diisi materi hukum Pers dan etika komunikasi oleh Sri Mulyadi dari PWI Jateng. Foto: Dok/PWI

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Mengikuti pelatihan menulis melalui Sekolah Jurnalistik mendorong mahasiswa memiliki keterampilan khusus dan punya daya saing ketika lulus dari perguruan tinggi kelak.

Itu sebabnya, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (FH Unissula) Semarang bekerja sama dengan PWI Jawa Tengah akan menjadikan Sekolah Jurnalistik sebagai kegiatan yang simultan, kontinyu, dan berlanjut.

Hal tersebut disampaikan Dekan Fakultas Hukum Unissula Dr H Jawade Hafidz SH MH saat membuka Sekolah Jurnalistik PWI Jateng Angkatan XVII di Ruang FH Unissula, Kaligawe, Semarang, Senin 4 Desember 2023. Kegiatan tersebut akan berlangsung selama dua hari hingga Selasa 5 Desember 2023, dan diikuti 39 peserta.

”Dari program yang dirintis sejak 2016 ini, kami yakini sangat potensial dan bermanfaat secara luas, yaitu memberikan output saat mahasiswa lulus nanti,” kata Jawade, Selasa (5/12/2023).

Hadir dalam kesempatan itu, Wakil Dekan II FH Unissula Arpangi, dan Ketua Dewan Kehormatan Provinsi PWI Jateng Sri Mulyadi, yang sekaligus pengajar.

Menurut Jawade, apa yang ditempuh oleh FH Unissula sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional, yaitu agar mahasiswa punya keahlian khusus. Dia juga menyebut, keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan ini, sebagai cara memperkuat kesadaran untuk terampil dalam tulis menulis sehingga mereka punya kedaulatan.

Jawade meminta agar semua peserta mengikuti kegiatan ini dengan penuh kedisplinan, fokus, dan semangat. Pasalnya, tidak semua mahasiswa memiliki kesempatan mendapatkan ilmu dari para wartawan senior.

”Jadi kegiatan ini bukan formalitas. Ada nilai-nilai fundamental di dalamnya. Dengan nara sumber yang berpengalaman, kalian bisa belajar bagaimana teknik mencari berita, pemahaman tentang hukum pers, cara wawancara, dan menulis opini yang bagus, yang bisa diinformasikan kepada masyarakat luas,” tandasnya.

Sementara itu Ketua PWI Jateng, Amir Machmud NS mengatakan, data di lapangan menunjukkan ada keengganan dari kalangan mahasiswa untuk mendokumentasikan apa yang ada dalam pikirannya ke dalam tulisan.

”Mereka lebih puas membuat video, podcast, ataupun Youtube, ketimbang menyimak tulisan artikel populer, yang ada di media dan jurnal ilmiah,” katanya.

Perspektif Berbeda

mir menyampaikan apresiasi terhadap FH Unissula yang masih mempertahankan Sekolah Jurnalistik ini dalam upaya menggunakan bahasa tuturan ketimbang bahasa simbol.

Menurut dia, mahasiswa saat ini ketika berinteraksi dengan sesama melalui platform media sosial, yang terjadi adalah kalimat-kalimat yang menggunakan bahas simbol seperti sticker atau emoji ketimbang menggunakan daya kekuatan imajinasi dalam menulis sesuatu.

”Itu sebabnya mengapa mahasiswa sering kesulitan ketika harus menghadapi tulisan yang bersifat ilmiah seperti tugas-tugas paper, tugas akhir, dan skripsi,” tambah dosen jurnalistik di sejumlah perguruan tinggi di Jateng itu.

Maka, kata dia, Sekolah Jurnalistik akan memberikan perspektif berbeda saat materi diajarkan, dimana peserta akan terlatih menyusun teks dan bergembira dalam menuangkan pandangan-pandangan melalui artikel populer.

Sementara itu hari pertama Sekolah Jurnalistik diisi materi Hukum Pers dan Etika Komunikasi oleh Sri Mulyadi. Di depan peserta, Mbah Mul panggilan akrabnya memaparkan tentang perusahan pers, etika mencari dan menulis berita. Dia juga berbagi pengalaman, bagaimana menyenangkannya bisa menulis dan karyanya dibaca oleh orang lain.

Selain Sri Mulyadi, pemateri lainnya adalah i Setiawan Hendra Kelana yang membedah soal konvergensi media, lalu Widiyartono yang mengajarkan Teknik Menulis Artikel Ilmiah Populer dan Budi Sutomo yang mengupas tentang Teknik Menulis Pendapat Hukum.

Ning S