Kain-kain ecoprint antas diolah menjadi produk-produk busana perempuan pada umumnya.

Selain untuk baju, Ecoprint Cla-10 juga memroduksi beragam tas, hingga sepatu, bahkan mug.

“Harganya sekira Rp 200 ribu – Rp 500 ribu untuk lembaran kain. Untuk baju Rp 350 ribuan ke atas, kalau Rp 75 ribu, untuk sepatu Rp 300 ribu-an. Kalau dari pengalaman ada yang bilang  harga di sini paling murah,” ujar Siti.

Kendala dan Tantangan

Pengurus UMKM Cla-10 Ecoprint tentu masih punya kendala sebagaimana pelaku usaha lainnya.

“Kendalnya kita justru masih susah mengapresiasi diri. Jadi misalnya ada kerjaan masih sungkan untuk menetapkan tarif. Namun akhirnya misal kalau ongkos jahit biasanya disesuaikan tarif normal. Jadi tidak ada rasa pekewuh (sungkan) lagi,” ujar Siti Suparni.

Tantangan selanjutnya soal order memang masih mengandalkan saat pameran. kalau warga sekitar tentu belum memungkinkan karena harganya menengah keatas untuk ukuran di desa.

blank
Ning Nawal (tengah) istri wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen (saat itu masih menjabat) memborong sejumlah produk UMKM Cla-10 Ecoprint, di Balai Desa Lembah Manah, Desa Karanganom Kabupaten Klaten beberapa waktu lalu)) Foto: Diaz Azminatul Abidin/Suarabaru.id

Dipesan Istri Wagub hingga Wisman

Sementara itu anggota pengurus lainnya Eni Hariyati mengatakan sudah cukup banyak mengikuti pameran untuk menjual produk-produk.

Mulai di daerah sekitar seperti festival di Candi Prambanan, Kebun Buah Mangunan di DI Yogyakarta, hingga Ibu Kota DKI Jakarta.

Peminatnya juga menyasar beragam kalangan mulai mereka masyarakat umum, pekerja kantoran, pejabat hingga wisatawan mancanegara.

Menurut dia, ada wisatawan luar negeri suka dengan motif-motif latar belakang yang abstrak dan tidak terlalu berwarna cerah.

“Pernah di pameran di Prambanan ada yang laku, yang beli orang luar negeri juga. Mereka ternyata suka yang abstrak, kalau Indonesia punya pasti warna yang nge-jreng, menurut orang luar tidak artistic dan tidak natural,” katanya.

Selain itu pada sebuah Festival di Gedung Balai Desa Lembah Mana Desa Karangano, produknya juga dilirik dan diborong rombongan dari istri Wakil Gubernur Jateng saat itu Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin) yakni Ning Nawal.

Binaan YDBA

Dalam gerakan pemberdayaan perempuan di Desa Karanganom, Kabupaten Klaten Jawa Tengah itu, potret pengembangan UMKM Cla-10 Ecoprint itu melibatkan swasta hingga pemerintah.

Dari pihak swasta, Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) mendampingi untuk pelatihan mental dasar (basic mentality),  penerapan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) dan lainnya.

YDBA juga mengajak Cla-10 Ecoprint untuk mengikuti pameran-pameran supaya makin eksis dengan pasarnya.

“Kami berharap dengan mengikuti pameran kelas international (Trade Expo Indonesia), YDBA tidak hanya membantu memperkenalkan produk Cla-10 Klaten di pameran tersebut, tetapi juga mendorong produk UMKM agar bisa masuk pasar global,” kata Ketua Pengurus YDBA Sigit P Kumala.

Gayung bersambut, Pemerintah Desa setempat sebagai kepanjangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Pemprov Jateng di ligkup paling dekat juga memberikan wadah dan perhatian lebih.

Pemerintah Desa setempat membuatkan kios di tanah desa sebagai workshop untuk Cla-10 Ecoprint.

“Pemerintah Desa memfasilitasi tempat ini sebagai workshop jadi semua kegiatan ibu-ibu bisa dilakukan di sini. Suatu waktu kami juga membelikan bibit pohon indigo untuk pewarna alam yang ditanam di tanah desa,” kata Tri Mulyanto Basuki sekretaris desa setempat.

Dia juga bangga ada UMKM dari desanya yang bisa bersaing hingga menjadi salah satu UMKM asal Jateng di skala lokal dan nasional namanya.

Diaz Azminatul Abidin