Dinas Kominfo Kabupaten Wonogiri, menggelar acara literasi digital penginderaan hoaks dalam menyongsong pelaksanaan Pemilu serentak 2024.(SB/Bambang Pur)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Hoaks (hoax) adalah informasi palsu atau bohong, yang direkayasa seolah-olah benar. Seiring dengan pesatnya perkembang Teknologi Informasi di jejaring internet, menjadikan hoaks memperoleh kemudahan menyebar luas di masyarakat melalui media sosial (Medsos).

Apa yang menjadi penyebabnya ? Karena telah terjadi polarisasi masyarakat, yang sebagian besar dari mereka masih enggan berpikir kritis dan kurang memperoleh literasi digital. Di sisi lain, ada indikasi sikap kurang percaya kepada pemerintah, berikut belum pandainya masyarakat memilih dan memilah sumber informasi mana yang akurat dan yang abal-abal.

Berbagai hal yang menyangkut hoaks, Jumat (27/10), menjadi topik bahasan dalam gelaran kegiatan literasi digital. Acara ini, digelar di Graha Personalia Setda Wonogiri oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Wonogiri. Dikemas dengan tema ”Berpikir Kritis Hadapi Hoaks Jelang Pemilu.” Dengan sub tema, melalui literasi digital dengan materi penginderaan hoaks.

Acara tersebut dibuka oleh Kepala Dinas Komunikasi Informatika (Diskominfo) Kabupaten Wonogiri yang diwakili Kabid Statistik Informasi dan Komunikasi Publik, Broto Susilo. Menampilkan nara sumber dari Mafindo Surakarta, Guntur Tri Nugroho dan Erwina Tri S.

Ikut menjadi peserta kegiatan, komisioner dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Wonogiri. Berikut perwakilan dari mahasiswa STABN dan Stainmas serta dari Universitas Duta Bangsa, para pemilik akun dan konten di Medos, serta wartawan.

Bermata Dua

Kemunculan hoaks di Medsos dapat berlangsung setiap saat, di semua tahapan pelaksanaan Pemilu. Karena memiliki tujuan untuk merekayasa komunikasi dan memanipulasikan informasi, demi memunculkan terjadinya pengacuan di masyarakat melalui teknis penyimpangan khabar, dengan cara menciptakan miskomunikasi dan disinformasi.

Serangkaian rekayasa pengacuan informasi tersebut, dengan sengaja dilakukan guna mempengaruhi massa pemilih. Tujuannya, demi mendapatkan kepentingan sepihak, yakni dalam upaya meraih kemenangan dalam Pemilu.

Kemunculan hoaks, dapat dilakukan di semua tahapan pelaksanaan Pemilu. Utamanya yang memiliki potensi memunculkan kerawanan. Mulai dari pendaftaran pemilih, penyiapan logistik, kampanye, hari H pencoblosan, saat penghitungan dan penetapan suara. ”Yang ditakutkan, bila pengacauan informasi melalui hoaks ini, sampai berdampak memunculkan konflik horisontal,” tegas Guntur.

Produksi hoaks bertujuan untuk membidik para pengguna internet yang potensial guna dijadikan sasaran. Sebab, tambah Erwina, sekitar 60 persen penduduk di Indonesia aktif berkegiatan di Medsos. Kemunculan hoaks di Medsos Tahun 2020 mencapai sebanyak 2.298, ini menunjukkan bahwa per hari muncul 6 sampai 7 hoaks. Tahun 2021 sebanyak 1.888 hoaks atau per hari mencapai 5 sampai 6 berita bohong. Tahun 2022 jumlah hoaks versi Mafindo mencapai sebanyak 1.698.

Kata Erwina, kemajuan Tekonologi Informasi (TI) yang berkembang pesat, telah memunculkan fenomena bagai pisau bermata dua yang memiliki ketajaman sama. Karena itu, masyarakat diseru untuk pandai-pandai berlaku bijaksana dalam menyikapinya, agar tidak menjadi korban hoaks.
Bambang Pur