Jangkar Damp Awang di Pantai KArtini Rembang. Fotoo: Aninda

KEANEKARAGAMAN budaya dan adat di wilayah Nusantara telah melahirkan berbagai legenda secara turun–temurun. Nenek moyang kita menggunakan legenda–legenda tersebut untuk memberikan pesan moral tentang nilai–nilai kehidupan yang sesuai dengan budaya dan adat pada zaman tersebut.

Sampai saat ini masih banyak legenda dan cerita rakyat yang abadi dalam ingatan nenek moyang kita.  Cerita yang melegenda tersebut mungkin merupakan cara para pendahulu untuk mengajarkan sejarah kepada generasi penerus secara rahasia karena tekanan kolonial pada masa tersebut.

Salah satu legenda yang terkenal di Rembang adalah jangkar Dampo Awang yang merupakan legenda pertarungan antara Dampo Awang melawan Sunan Bonang. Bahkan benda yang diyakini oleh masyarakat sebagai jangkar kapal Dampo Awang masih terjaga di Taman Kartini Rembang.

Alkisah, Dampo Awang merupakan seorang musafir dari negeri Cina. Saat menjelajah lautan ia singgah di pesisir Pulau Jawa. Kemudian Dampo Awang mendengar kesaktian Sunan Bonang. Ia pun bertekad untuk mengetes kemampuan Sunan Bonang.

Kapal pun ia arahkan ke Pantai Regol. Di sana ia berpapasan dengan rombongan yang sedang berjalan. Tak disangka, orang itu adalah Sunan Bonang yang berjalan bersama dengan santri. Keesokan harinya, Dampo Awang mencari Sunan Bonang di padepokan.

Dampo Awang berteriak memanggil Sunan Bonang yang sedang mengajar santri. Sunan Bonang berusaha sabar saat dipanggil dengan cara tidak sopan. Tetapi, Dampo Awang terus memanggil Sunan Bonang.

Sunan Bonang pun menghampiri si musafir tersebut. Sunan Bonang pun terkejut karena ternyata Dampo Awang adalah orang asing. Layaknya orang asing ia pun diperlakukan sebagai tamu. Namun, Dampo Awang tetap bersikukuh ingin mengadu ilmu dengan Sunan Bonang. Karena terus didesak, pertarungan pun terjadi antara Sunan Bonang dan Dampo Awang.

Sunan Bonang memenangi pertarungan. Ia kemudian mengikat Dampo Awang di tiang kapal. Kapal Dampo Awang itu pun ditendang Sunan Bonang ke lautan. Kapal itu hancur berantakan. Konon, layarnya terdampar di daerah Bonang dan menjadi Watu Layar. Sementara jangkarnya terdampar di Rembang. Tepatnya di Pantai Kartini yang kini disebut sebagai Dampo Awang Beach.

Terlepas dari hal tersebut sangat penting untuk mengambil pelajaran dari legenda tersebut. Tak kalah penting juga untuk mencari kebenaran dibalik legenda tersebut. Mungkin saja jika kita menggali sejarah dapat menemukan jatidiri yang luhur dari kelompok masyarakat. Jika bukan kita, siapa lagi yang akan menjaga dan melestarikan sejarah.

Aninda Eka Rahayu