SEMARANG (SUARABARU.ID)– Tanpa pengetahuan yang memadai, kemudahan yang ditawarkan teknologi, seperti pinjaman online (pinjol), justru berpotensi menciptakan masalah sosial dan ekonomi yang berkepanjangan. Peningkatan literasi keuangan masyarakat, harus menjadi kepedulian bersama.
”Mencermati dampaknya yang memprihatinkan, sudah sepatutnya masyarakat mendapatkan informasi dan pemahaman yang menyeluruh, terkait praktik pinjaman online (pinjol), yang banyak ditawarkan saat ini,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam diskusi daring bertema ‘Pinjol Solusi atau Masalah?’, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (4/10/2023).
Diskusi yang dimoderatori Dr Radityo Fajar Arianto MBA (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pelita Harapan) itu, menghadirkan R Wijaya Kusumawardhana ST MMIB (Staf Ahli Menteri Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI).
BACA JUGA: Ini Dia Pemimpin yang Peduli Kebudayaan Indonesia
Lalu ada pula Sarjito SE SH MBA MKn (Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa Keuangan RI) dan Dr Y Ambeg Paramarta SH MSi (Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM Kemenkumham RI) sebagai narasumber.
Selain itu juga, hadir Drs Y Jacki Uly MH (Anggota Komisi III DPR RI) dan Sudaryatmo (Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia/YLKI) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan terkait pinjol, harus segera diatasi dengan menerapkan tata kelola yang baik, dalam praktik peminjaman uang secara online di masyarakat.
BACA JUGA: Hebat, Desa Tempur Raih Sertifikat Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
Apalagi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, banyak masyarakat terjebak meminjam pada perusahaan pinjol ilegal, yang tidak terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kasus yang melibatkan pinjol pun merebak, dengan berbagai dampaknya.
Kondisi itu, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, diperparah dengan rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia.
Akibatnya, tegas anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, debitur pinjol mudah terjebak jeratan utang, hingga tidak mampu membayar cicilan, yang berujung pada terganggunya ekonomi dan sosial keluarga.
BACA JUGA: Sekdes Asemrudung Dipecat, Nyatakan Keberatan kepada Camat Geyer
Diungkapkan dia, kondisi itu harus segera diatasi, mengingat potensi meluasnya dampak sosial dan ekonomi terhadap keluarga, berpotensi mengganggu proses pembangunan sumber daya manusia Nasional yang tangguh di masa depan.
Sedangkan R Wijaya Kusumawardhana mengungkapkan, pihak Kemenkominfo saat ini sedang gencar memberantas situs-situs terkait judi online, pinjol dan pornografi dari dunia digital.
Dampak dari situs ilegal itu, ujar Wijaya, tidak hanya menyasar pada orang dewasa saja, tetapi sudah mulai menyasar anak-anak dan kalangan generasi muda.
BACA JUGA: Remaja 14 Tahun Bacok Pengatur Buka-Tutup Jalan di Penawangan
Disebutkan dia, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 215,6 juta orang, dengan 43,6 persennya melakukan transaksi secara online, atau rata-rata tiga kali sebulan.
Nilai transaksi digital pada 2022 di Indonesia, ujar dia, tercatat senilai 266 miliar dolar AS, dan diproyeksikan pada 2025 diperkirakan mencapai 421 miliar dolar AS.
”Semakin besarnya transaksi online, membuka peluang bagi pertumbuhan ekonomi Nasional. Namun yang jadi masalah adalah, pinjol yang ilegal,” imbuhnya.
BACA JUGA: Talk Show dan Pembuatan Batik Ecoprint di SMP Muhammadiyah Keling
Terpenting, tegas Wijaya, adalah penguatan literasi keuangan masyarakat dalam upaya menghindari diri dari pinjaman online ilegal.
Sementara itu, Sarjito menegaskan, awal mula hadirnya pinjol adalah untuk mendorong inklusi keuangan terhadap masyarakat Indonesia, yang belum memiliki akses ke bank, agar lebih produktif.
Masyarakat Indonesia, tambah dia, seharusnya hanya memilih pinjol yang berizin dari OJK, yang saat ini jumlahnya 101 situs.
Disebutkannya, OJK punya cara dan regulasi yang melindungi konsumen pinjol, dan dilayani dengan baik sesuai aturan yang berlaku.
Bila pinjam pada pinjol resmi, hanya mempersyaratkan data wajah lewat kamera, share lokasi dan microphone untuk suara. ”Tidak diperbolehkan meminta phone book. Bila ada yang meminta, laporkan ke saya,” tegasnya.
Selain itu, pada pinjol resmi denda maksimal bila peminjam tidak mampu membayar adalah 100 persen pinjaman. Otoritas Jasa Keuangan juga menyediakan hotline pengaduan di nomor telepon 157, jika menghadapi masalah terkait pinjol.
Riyan