blank
Kelenteng Cu An Kiong Lasem, diperkirakan menjadi kelenteng tertua di Jawa. Foto: Hayatun Nufus Kamila

REMBANG (SUARABARU.ID) – Lasem merupakan salah satu kota di Rembang yang terkenal dengan sebutan Tiongkok Kecil. Di sana ada tiga Kelenteng yang sangat terkenal, yaitu Gie Yong Bio, Pie An Bio dan Cu An Kiong.

Dari salah satu kelenteng tersebut, Cu An Kiong menjadi paling tua di antara tiga kelenteng di sana. Justru tak hanya di Lasem, konon kelenteng itu tercatat sebagai bangunan tertua di Jawa.

Kelenteng Cu An Kiong berada di Jalan Dasun No. 19, Pereng, Soditan, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan kelenteng ini dibangun, oleh siapa dan tahun berapa.

Dikutip dari kesengsemlasem. com, kelenteng Cu An Kiong diperkirakan sudah berdiri pada abad ke-15 dan pernah dipugar pada tahun 1838. Karena usianya yang panjang, Cu An Kiong pun dinobatkan sebagai kelenteng tertua yang berdiri ditanah jawa.

Gapura berwarna pink menyambut saya saat memasuki area kelenteng, saya menemui tulisan-tulisan tiongkok dan beberapa gambar seperti relief. Beberapa ornament di area kelenteng, hingga ukiran- ukiran yang ada di langit-langit. Catnya memang sudah ga kusam, tetapi masih tetap artistik.

Beberapa bagian yang ada di kelenteng terpampang gambar-gambar. Jika dilihat seperti membentuk sebuah cerita.  Narasinya pun menggunakan tulisan tiongkok. Kelenteng Cu An Kiong ini cukup luas dan memiliki beberapa ruangan.

“Ada bagian altar dan ruangan lain yang khusus diisi oleh puluhan Kio atau tandu untuk mengangkat dewa apabila ada acara kirab tertentu,” ujar Irwan, penjaga kelenteng.

Di depan kelenteng terdapat sungai Babagan. Sungai Babagan merupakan jalur utama masuknya warga Tionghoa ke Lasem dulu. Sebelum tahun 1300-an, orang-orang Tiongkok mulai berdagang.

Kapalnya berlabuh di sekitar Pantai. Pada saat itu, lebar Sungai cukup luas, sehingga bisa digunakan lalu-lalang kapal. Dari perdagangan itulah warga Tionghoa beraktivitas di Lasem.

Pada  waktu itu, Kelenteng Cu An Kiong dibangun oleh orang Tionghoa dengan menggunakan kayu jati yang sangat melimpah. Bahkan tiang penyangga Kelenteng  merupakan dua buah kayu jati yang belum pernah diganti sampai sekarang.

Semenjak selesai dibangun, kawasan di sekitar kelenteng bertambah ramai dan menjadi kota Lasem seperti sekarang ini.

Tidak untuk Umum

“Kelenteng itu tidak dibuka untuk umum melainkan untuk berdoa para umat. Setiap saya datang kesana pintu pagarnya sengaja ditutup, kalau tidak nanti pengunjung asal masuk sembarangan,” ujar Niswa seorang warga yang pernah berkunjung ke tempat tersebut.

Mesti begitu, sejarah tentang pembangunan kelenteng ini masih simpang siur. Hal tersebut dikarenakan orang-orang Tionghoa yang membangun kelenteng, menurut kisahnya, ini sebagian besar buta huruf sehingga sangat sedikit catatan tertulis  mengenai berdirinya kelenteng.

Selain itu, pada masa penjajahan Belanda,  banyak catatan sejarah yang hilang. Namun di balik semua itu, kelenteng Cu An Kiong memiliki keindahannya tersendiri.

Lasem juga pernah menjadi daerah dengan populasi Tionghoa terbanyak se-wilayah pantura jawa. Jika dahulu ada begitu banyak orang Tionghoa di Lasem, tentu kelenteng ini penuh semarak.

Seiring berjalannya waktu, Lasem yang dahulu semarak karena geliat ekonominya pun muali meredup. Di awal abad ke- 21, para warga Tionghoa, terutama generasi yang lebih muda tidak lagi tertarik untuk tinggal di Lasem.

Hayatun Nufus Kamila-Mg