Oleh: Amir Machmud NS
// bola bagai dia jinakkan/ kendali kaki seperti punya mata/ melengkung ke titik presisi/ penjaga gawang ternganga/ dalam pesona yang tak dia mengerti…//
(Sajak “Keajaiban Free Kick”, 2023)
KAU simakkah aura riang ekspresi Lionel Messi selepas mencetak gol ke gawang FC Dallas lewat free kick untuk Inter Miami, 7 Agustus lalu?
Di tribune VIP, sang pemilik klub, David Beckham tak kalah pula terbuncah gembira. Dia berdiri, merentangkan tangan. Senyumnya mengembang.
Sebagai sesama pemilik free kick ajaib, Becks tahu bagaimana sejuta rasa yang menjalari ketika seorang pemain sukses menjaringkan gol dari bola yang meluncur melengkung itu.
Bersama Inter Miami, sejauh ini Leo Messi tampak “lepas” bersenang-senang. Berbeda dari gesturnya yang “tidak los” saat masih bersama Paris St Germain di Ligue 1. Tendangan bebasnya yang khas mematikan itu bagai menemukan muara kegembiraan justru ketika dia bermain di klub milik salah satu tokoh free kick parabolik.
Dengan catatan 64 gol free kick, Messi sedang menunggu rekor baru untuk menembus capaian Beckham. Dalam kariernya di Manchester United, Real Madrid, AC Milan, LA Galaxy, dan PSG, Beckham membukukan 65 gol tendangan bebas. Tendangan yang, dari kajian akademik, berporos pada kemampuan mengelola kekuatan parabolik.
Sementara itu, rekor 77 gol ada di kantung capaian Juninho Pernambucano, pemain Brazil yang dikenal mematikan dengan “ajian” tendangan bebas bersama Olympique Lyon pada 1990-an hingga awal 2000-an.
Di Barcelona, Leo Messi mematangkan teknik tendangan sudut sampai ke titik tersulit, berupa “Free Kick Panenka”. Teknik tinggi ini lazimnya ada dalam eksekusi penalti, akan tetapi La Pulga bisa mempraktikkan lewat free kick. Tendangannya pelan, melintas presisi ke arah tengah gawang, dan kiper terkecoh karena umumnya bola meluncur ke sudut kanan atau kiri gawang.
“Master” Juninho
Messi memang bukan pesepak bola utama dalam jenis eksekusi ini. Selain Juninho yang diakui sebagai “profesor tendangan bebas”, ada pula sejumlah “raja”: dari Pele, Victor Legrotaglie, Diego Maradona, Ronaldinho, Zinedine Zidane, Roberto Baggio, Gianfranco Zola, David Beckham, Andrea Pirlo, Zlatan Ibrahimovic, Xherdan Shaqiri, Sunshuke Nakamura, hingga Omar Abdulrahman. Pada masa lalu, Brazil juga memiliki sejumlah “seniman” seperti Rivelino, Nelinho, Socrates, Zico, Rai, dan Dirceu.
Di luar nama-nama itu, Anda tentu mengenal pula sejumlah ahli tendangan mematikan. Dari Johan Neeskens, Arie Haan, Lothar Mathaeus, Ronald Koeman, hingga Roberto Carlos, Steven Gerrard, Cristiano Ronaldo.
Berbeda dari karakter free kick, eksekusi mereka lebih berkarakter kanon yang keras dan lurus. Sifat luncurannya tidak kita dapati dalam keindahan sepakan kick lengkung ala Messi atau Beckham.
Aura Gembira
Di Inter Miami, Leo Messi bermain dengan aura kegembiraan, lebih mirip anak-anak yang penuh gairah mencurahkan nalurinya.
Pelatih nasional Argentina, Lionel Scolani, yang secara khusus memanfaatkan liburan ke Amerika, menyaksikan aksi-aksi Messi. Dia berkesimpulan, ketika berada dalam atmosfer membahagiakan, semua potensi kehebatan Messi bakal muncul.
Karena faktor itukah maka dia lebih tampak “lepas” dalam mengekspresikan semua alam bawah sadar kemampuannya? Atau lantaran tingkat kekompetitifan MLS yang di bawah rata-rata liga di Eropa?
Apa pun itu, performa Messi tak hanya bicara tentang mengejar dan mematahkan rekor, tetapi keindahan teknik sepak bola bisa dipancarkannya dengan hati ringan.
David Beckham tampaknya harus bersiap-siap rekornya disalip. Bukan tidak mungkin pula Juninho harus merelakan rekor yang selama ini dianggap sulit tersamai bakal dikejar dan dilewati oleh Lionel Messi.
— Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —