blank
Ilustrasi. Foto: Widiyartono R

blank

BELAJAR ilmu itu membawa keberuntungan, wawasan dan teman bertambah banyak. Namun segala yang ada di dunia ini pada akhirnya ada titik jenuh dan ini  yang sulit dihindari.

Bukan berarti jenuh menuntut ilmu, namun metode yang monoton tanpa variasi bisa membuat cepat bosan. Dan seperti itu yang sering dirasakan. Setelah lama berkelana di belantara tiada tepi, saatnya mengevaluasi segala yang pernah kami.

Hasil evaluasi ternyata mengejutkan. Dengan bantuan dan bimbingan guru, saya dapat meresapi berbagai hal yang sebelumnya tidak pernah saya pikirkan. Betapa banyak orang yang semula dianggap benar, ternyata keliru. Demikian juga suatu perkara yang semula kami abaikan justru itu layak diikuti.

Suatu ketika, saat kami berkumpul ada rekan menuturkan pengalaman yang mirip dengan pengajaran terselubung. Suatu hari, setelah jamaah salat maghrib, rekan itu disuruh membaca bagian dari Al Quran oleh gurunya.

Ayat yang dibaca pada halaman terakhir juz tujuh ini oleh sebagian ahli hikmah disebut dengan istilah “Pembantu Arab”. Ketika sampai pada kalimat …. Laa tudrikuhul abshaaru wahuwa yudrikul abshaara wahuwal lathiiful khabiir, tiba-tiba dia disuruh berhenti.

“Ulangi lagi,” pinta gurunya. Dalam hati, dia ragu. Perasaan tidak ada yang salah dengan bacaannya. Dia lalu hati-hati mengulangnya. Setelah selesai, tidak langsung melanjutkan kalimat berikutnya. Dia hanya diam menunggu reaksi guru.

Dia melihat guru menarik napas panjang dan berkata, “Bacaanmu sudah cukup bagus. Besok saya minta kamu menemui saya untuk membaca kalimat itu lagi. Tapi ingat kamu harus benar sudah hafal.”

Perintah itu dituruti. Semalaman dia menguatkan hafalannya. Esoknya, begitu menghadap guru, dia menyampaikan sudah hafal. Dia tidak jadi dites. Hanya saja, sebelum pamit, dia diberi amanah agar membaca tiga kali setiap selesai salat.

Dia yakin yang barusan diterima itu termasuk cara guru memberi ijazah atau wejangan ilmu. Menurutnya, dia termasuk murid yang lebih diperhatikan sehingga banyak hal diterima dalam bentuk simbul dan penjelasan yang safaknya umum.

Meski amanah itu sudah dilaksanakan, dia belum bisa memahaminya. Tiap kali ditanyakan pada guru, dijawab, tidak pernah diberi tahu. Dia hanya mengikuti agar amalan itu minimalnya  dibaca setiap pagi dan  petang.

Setiap kali dia akan meninggalkan amalan itu hatinya merasa tidak tenang.  Apalagi setelah mengetahui arti kalimatnya dari Alquran terjemah, sehingga dia mulai memahaminya. Dan bagi dia amalan itu dinilai yang banyak menyita konsentrasinya dibanding yang lain.

Pemahaman ekstra perlu diterapkan untuk mengkajinya. Dia yakin, kelak bisa menemukan makna dan manfaat yang lebih mendalam. Hingga suatu saat, dia bertemu teman lain.

Dia juga menceritakan baru menerima wejangan dari Ayahnya. Dia menuturkan, wejangan itu sebagai kunci dari keselamatan. Artinya, setinggi apa pun ilmu yang dimiliki, jika tidak selamat, ya tidak ada manfaatnya.

Merasa tertarik dengan amalan itu, Ahmad mendesak Hambali memberitahukan kepadanya. Awalnya ditolak, karena amalan itu masih baru dan belum dimatangkan. Namun dengan berbagai upaya, Hambali bersedia, dengan catatan dia  datang ke rumahnya malam hari.

Pura-pura menghafal

Saat waktunya tiba, Hambali memerintahkan Ahmad membuka bagian dari surat Al An’am. Dia terkejut, karena ayat itu sudah sering dia baca. Maka, untuk membesarkan hati teman, Ahmad tidak mengatakan kalau dia sudah hafal.

Dia pura-pura menghapal kata demi kata, di depan Hambali. Setelah yakin bacaannya lancar, Hambali membuka rahasia ayat itu.  Rasa ingin tahunya terjawab. Ayat pendek yang dihapalkan lebih dua bulan itu mengandung penjabaran luas. Dan mewakili berbagai jenis ilmu hikmah.

Maka, pelajaran dia itu berakhir ketika Ahmad membacakan arti kalimatnya, “Dia tidak bisa dicapai dengan penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”

Setelah hafal amalan itu, dia menjadi malas dengan wirid panjang. Dia fokus ke amalan yang baru. Dan ketika menggunakan amalan itu banyak hal dia alami. Pernah suatu saat, dia menghadapi orang dari kampung lain yang akan menyerbu kampungnya.

Kekuatan mereka sekitar 100 orang. Saat itu, dia ditemani lima teman, dan satu diantaranya adalah Hambali yang tempo hari mengajarkan doa kepadanya. Sepanjang perjalanan dia tidak menyuruh temannya  berdoa agar menang atau kebal senjata, melainkan doa minta selamat.

Dia membaca bagian dari ayat pada surat Al Anam, itu ratus kali, karena perjalanan mereka dua kilo meter. Yang berikutnya benar-benar tidak terbayangkan. Gerombolan yang tadinya siap mengeroyok pun kehilangan semangat.

Masruri, penulis buku praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan Cluwak Pati