Hutan bakau ini tidak semula jadi, atau alami. Tetapi ini melewati proses panjang. Selain keindahannya yang bisa kita nikmati, kawasan ini juga mampu memberikan kehidupan bagi warganya.
Mereka bisa berjualan di kawasan wisata itu, membuat usaha untuk oleh-oleh seperti yang dilakukan keluarga Mashadi yang mengolah ikan atau kepiting. Memberi kehidupan pada operator perahu, dan tentu saja memberi pemasukan besar bagi desa untuk kemudian digunakan untuk makin menyejahterakan warga.
Itu hasil yang kita lihat. Tetapi bila merunut proses, kita bisa miris. Pada waktu sebelumnya, warga di Pandansari sangat menikmati keberadaan tambak udang yang memberikan hasil luar biasa. Mereka mengeksploatasi kawasan tambak itu, tetapi melupakan konservasi.
Tambak yang Hilang
Naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global dan perubahan iklim, mengakibatkan kawasan tambak bahkan daratan di pantai ini tenggelam dan hilang. “Rumah warga sudah mulai terendam air, dan pendapatan kami semakin menyusut bahkan hilang,” kata Nurjan mantan kades setempat yang kini jadi pengelola desa wisata.
Pada tahun 2007, seorang warga bernama Mashadi menangkap fenomena ini sebagai keprihatinan. Dia berpikir untuk menanam bakau atau mangrove di kawasan bekas tambak yang berubah menjadi laut itu. Satu demi satu pohon ditanam, kemudian Nurjan selaku kepala desa saat itu mendukungnya.
“Banyak yang menganggap saya dan Pak Mashadi gila, menanami bakau di lahan yang sudah berubah jadi laut seluas kira-kira 200-an hektar dari sekitar 850 hektar tambak sebelumnya. Tetapi kami jalan terus,” kenang Nurjan.
Setelah sedikit demi sedikit mulai tampak perubahan, dan lingkungan menjadi lebih baik, warga pun mendukung. Hingga akhirnya kawasan itu benar-benar berubah.
Abrasi berkurang, bahkan kemudian warga merasakan ikan semakin banyak, karena hutan bakau menjadi tempat yang cocok untuk ikan berkembang biak. Kepiting pun berbiak dengan baik. Dan, yang menarik, ikan belayar pun muncul dan menjadi amat banyak, sehingga kemudian dijadikan ikon wisata kawasan itu.
Perjuangan Mashadi yang sempat dianggap gila karena menanam bakau di kawasan tambak yang diterjang abrasi itu, pada tahun 2018 mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Presiden Joko Widodo.
Tentu saja Dusun Wlingi semakin dikenal, meskipun masih terpencil. Jaraknya yang sekitar 10 km dari kota Brebes, kemudian jalan yang buruk tentu tidak banyak memikat pengunjung. Tetapi perjuangan warga yang dimotori Kades Nurjan memang membuahkan hasil. Pemerintah Kabupaten Brebes pun membangun jalan menuju kawasan itu, sehingga aksesibilitas yang menjadi salah satu unsur penting pariwisata mulai teratasi.