blank
Ritual Ruwat Sukerta Toya Juwita, diawali dengan prosesi kirab warga yang membawa aneka sesaji, termasuk sesaji kupat dan nasi tumpeng.(Dok.Prokopim Pemkab Pacitan)

PACITAN (SUARABARU.ID) – Hari ini, Tanggal 9 Agustus 2023 merupakan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS). Terlepas itu, warga masyarakat Desa Kalipelus, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Jatim, menggelar ritual adat Ruwat Sukerta Toya Juwita. Ritual yang menjadi event wisata budaya ini, telah mentradisi turun-temurun, yang dilakukan setiap tahun sekali.

Ruwatan, diyakini sebagai cara spiritual untuk pembebasan dan penyucian diri dari segala malapetaka dan kesialan hidup (sukerta). Caranya dengan memanjatkan doa, sebagai sarana memohon anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Yakni anugerah sehat, selamat, aman, nyaman, damai, tenteram dan bahagia, terhindarkan dari sengsara dan kesialan.

Ritual Adat Ruwatan Sukerta Toya Juwita, digelar di Lapangan Desa Kalipelus. Diikuti oleh semua elemen masyarakat Desa Kalipelus, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan. Baik yang laki-laki maupun perempuan, juga melibatkan para sesepuh (orang tua), remaja, pemuda dan anak-anak.

Ikut hadir dalam acara tersebut, Bupati Pacitan Indrata Nur Bayu Aji. Orang pertama di Kabupaten Pacitan ini, didaulat untuk melakukan pemotongan tumpeng. Dalam kesempatan itu, Bupati, juga menjadi orang pertama penerima air suci Toya Juwita yang dikucurkan dari kendi.

Ritual adat Ruwat Sukerta Toya Juwita ini, dipusatkan di Lapangan Desa Kalipelus. Diawali dengan prosesi kirab yang melibatkan ratusan warga. Mereka berjalan kaki membawa serta aneka sesaji, seperti sesaji kenduri selamatan, sesaji ketupat, tumpeng gunungan, air suci yang diwadah dalam jun (tempat air tradisional yang terbuat dari gerabah).

Para sesepuh Desa Kalipelus, menyatakan, Ritual Adat Ruwat Sukerta Toya Juwita ini, sebagai sarana memohon doa kepada Tuhan Sang Pencipta Alam Raya, agar warga dijauhkan dari segala balak dan cobaan. Dijauhkan dari lilitan Sukerta (sebel sial), dianugerahi kehidupan yang sehat, bahagia, aman, sentosa.

Air (toya) Juwita (suci) yang digunakan untuk ritual ruwatan, diambil dari mata air yang berada di puncak Gunung Linggamanik.

Cikal Bakal

Sumber air dari Gunung Linggamanik ini, konon menjadi cikal bakal penamaan Desa Kalipelus. Dinamakan Kalipelus, karena aliran kali yang menjadi sumber mata air, banyak dihuni oleh hewan sejenis lintah atau dinamai Pelus. Penggabungan kata Kali dan Pelus, kemudian dibakukan untuk penamaan Desa Kalipelus.

Bersama para sesepuh dan tokoh masyarakat, air suci tersebut didoakan dengan terlebih dahulu dimasak dengan menggunakan pawonan (tungku batu). Selanjutnya, air yang sudah selesai didoakan dibagikan kepada warga, sebagai sarana penyucian agar terbebas dari sukerta.

Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji yang turut hadir menyaksikan langsung upacara adat Ruwat Sukerto Toya Juwita tersebut, memberikan apresiasi dan berharap kegiatan ini dapat dilestarikan. Event ini, tandas Bupati, menambah keberagaman tradisi dan budaya di Pacitan dan di Tanah Air.

Kata Bupati, keindahan alam jika didukung dengan ragam tradisi dan budaya, akan menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Pacitan,” tegas Bupati Pacitan Indrata Nur Bayu Aji. Kepada masyarakat, Mas Aji (panggilan akrab Bupati Pacitan), minta untuk menjaga tradisi dan budaya agar tetap lestari.

Rangkaian upacara Adat Ruwat Sukerta Toya Juwita ini, diakhiri dengan acara kembul bujana andrawina (makan bersama) oleh semua masyarakat dan seluruh hadirin. Turut hadir Camat Kebonagung bersama jajaran Forkompimcam.

Bersamaan dengan gelaran ritual adat tersebut, juga diadakan bazar Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), yang menyajikan aneka produk unggulan dan yang menjadi potensi industri masyarakat Desa Kalipelus.
Bambang Pur