blank
SMP PGRI Jekulo Kudus. foto: dok

KUDUS (SUARABARU.ID) – Memasuki hari pertama tahun ajaran baru tahun ini, SMP PGRI Jekulo baru mencatatkan lima siswa baru. Meski demikian, pihak sekolah mengaku tenang dan tetap akan menjalankan kegiatan belajar mengajar sebagaimana biasanya.

Ya, minimnya siswa memang selalu dialami oleh SMP PGRI Jekulo. Sekolah yang berada di Jl KH Ali Sanusi Tambakjaya, Desa Jekulo, Kecamatan Jekulo ini, hampir setiap tahun memiliki jumlah siswa baru yang minim.

Bahkan, tercatat pada tahun 2020, SMP PGRI Jekulo pernah belum mendapatkan satu pun siswa baru yang mendaftar di hari pertama tahun ajaran baru.

“Ya, kami memang biasa kekurangan murid. Tahun ini baru ada lima siswa baru yang masuk ke sekolah kami,”kata Kepala SMP PGRI Jekulo, Harry Susilo, Senin (17/7).

Harry mengungkapkan, kondisi tersebut hal yang biasa terjadi di sekolahnya selama lima tahun terakhir. Namun demikian, kondisi tersebut tidak membuatnya menjadi resah.

“Setiap tahun memang kami kekurangan siswa saat PPDB. Tapi, alhamdulillah, saat proses belajar mengajar berjalan, selalu ada tambahan siswa yang merupakan pindahan dari sekolah lain,”tandasnya.

Untuk itu, kata Harry, dirinya tidak membatasi waktu pendaftaran di sekolahnya. Sehingga, sewaktu-waktu ada siswa baru yang mau bersekolah, pihaknya siap menerimanya.

Untuk menarik minat siswa, pihaknya sudah melakukan sosialisasi dengan memasang spanduk penerimaan siswa baru. Termasuk menggunakan promosi digital melalui media sosial untuk menggaet peserta didik baru.

“Kami sosialisasi lewat media sosial sudah kami lakukan, dan menggunakan jejaring alumni juga sudah,” ujar dia.

Bahkan, kata Harry, sekolahnya juga tidak memungut biaya pendaftaran. Setiap siswa yang masuk ke sekolah tersebut dijamin bebas biaya karena menggunakan bantuan operasional sekolah (BOS).

“Kami juga memberikan seragam sekolah secara gratis tanpa dipungut biaya. Kami berikan seragam batik, pramuka, dan olahraga. ‎Biaya juga tidak ada, karena ada dana BOS,” jelas dia.

Sekolah ‘bengkel’

Meski minim siswa, namun Harry mengaku masih tetap tenang. Sebagaimana terjadi di tahun-tahun sebelumnya, Harry yakin jika pada pertengahan tahun ajaran akan ada banyak siswa yang kemudian belajar di sekolahnya.

“Ya bisa jadi pindahan dari sekolah lain, atau ada yang mendaftar baru. Seperti kelas X saat ini ada delapan siswa dan kelas XI ada 15 siswa,”tandasnya.

Menurutnya, meski kebanyakan siswa di sana ‎memiliki status sosial menengah ke bawah. Namun tidak sedikitnya juga yang sukses. Lulusan sekolah tersebut, kata dia, sudah ada yang menjadi kepala desa, dan bekerja di Kantor Bea Cukai.

“Kemarin juga ada yang menghubungi saya mau membuat reuni, sekarang sudah bekerja di Kantor Bea Cukai,” ujarnya.

Harry juga mengatakan, sekolahnya memang tak terlalu mengejar kualitas akademis dari siswanya. Pihaknya lebih mengedepankan Pendidikan moral pada anak didiknya agar kelak menjadi bekal saat terjun ke masyarakat.

“Sekolah kami ibaratnya bengkel yang bertujuan mendidik siswa utamanya dari sisi moral,”tandasnya.

Ali Bustomi