JEPARA (SUARABARU.ID) – Sianita Arighi mengaku bangga bisa menampilkan kebesaran Ratu Kalinyamat dalam tarian. Sebab ratu yang dikenal sebagai Perempuan Perintis Antikolonialisme itu memiliki posisi kultural yang kuat dalam hati sanubari masyarakat Jepara dan bahkan Jawa Tengah.
Ratu Kalinyamat menurut Sianita, juga tercatat mampu mengantarkan Jepara ke puncak kejayaannya dan sekaligus peran besarnya dalam syiar Islam. “Masjid Mantingan yang dibangun tahun 1559 dan merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia adalah saksi bisu betapa peran besar beliau dalam pengembangan agama Islam,” tuturnya. Sianita juga mengajak warga Jepara untuk meneladani karakter dan spirit perjuangan Ratu Kalinyamat
Karena itu ketika akan digelar Drama Tari Ratu Kalinyamat Sianita Arighi menyambut hangat. “Melalui tarian saya ingin menggambarkan kebesaran Ratu Kalinyamat yang telah melakukan laku bertapa untuk memohon keadilan Hyang Maha Kuasa atas kematian saudara dan suaminya,” ujarnya
Wanita kelahiran Surakarta, 1 Juni 1995 ini memang dikenal sebagai pelaku seni tari. Ia memiliki rekam jejak yang panjang di dunia tari tradisional. Sebab sejak berusia 9 tahun ia telah mulai bergabung dengan Kemantren Langen Projo Mangkunagaran dan Pakarti, sanggar tari khusus para abdi keraton.
Sianita Arighi, demikian nama wanita yang karena kemampuan dalam olah tari tradisional kemudian tampil di banyak negara mewakili Indonesia. Sarjana ilmu komunikasi ini juga pernah mendapatkan peran sebagai Ratu Kalinyamat dalam film Sang Ratu yang digarap oleh Didin Ardiyansyah mewarisi darah seni dari ayahnya, almarhum R. Sriyono atau yang juga dikenal dengan panggilan Kanjeng Raden Tumenggung Kriyodiningrat.
Bagi Sianita darah seni yang mengalir dari ayahandanya menjadi motivasi yang sangat bernilai. Karenanya ia ingin dengan sungguh-sungguh menuntut ilmu kepenarian tradisional Jawa khususnya tari klasik gaya Surakarta.
Sarjana Ilmu Komunikasi ini sejak usia 4 tahun sudah mengenal kesenian tari. Namun baru pada tahun 2004 ia memulai karirnya lewat Sanggar Tari Soeryo Soemirat Istana Mangkunegaran Surakarta. Saat itu usia Sianita 9 tahun.
Berkat kesungguhan dan ketekunannya, putri pasangan almarhum R. Sriyono dan Sukini Yulistyani ini telah memiliki banyak pengalaman khususnya di bidang seni tari. Beberapa prestasi pernah diraih Sianita. Bahkan ia pernah tampil dalam opening dancer Miss World 2013. Juga menjadi kontingen pekan seni mahasiswa nasional tahun 2014 dan 2016, serta insan tari UNS 2016 dan 2017.
Sianita juga pernah mendapatkan kepercayaan menjadi bagian dari perwakilan Indonesia di ajang London – Indonesia Weekend 2016 di London Inggris. Kala itu ia berkolaborasi dengan Didik Nini Thowok. Juga perwakilan Indonesia di acara Dans Festival 2015 mewakili istana Mangkunegaran di Singapura. Bukan hanya itu, Sianita juga menjadi penari jathilan mewakili Indonesia di Changi Festival 2010 di Singapura.
Selain itu beberapa karya tari telah di hasilkan antara lain, Donahue (2015), Kenya Gumregah (2018), dan juga sebagai 5 terbaik tingkat Jawa Tengah (2020).
Saat ini finalis 5 besar putri Solo 2015 ini telah berdomisili di Kabupaten Jepara. Beberapa acara yg pernah melibatkan Sianita antara lain, Diplomatic Tour 2018 Jepara, Hari Jadi Jepara tahun 2018 dan 2019 serta Parade Jawa Tengah 2018.
Dalam perbincangan khusus dengan SUARABARU.ID, Sianita Arighi menuturkan proses tumbuhnya cinta pada seniu tari klasik. “Ayah yang semula menanamkan pentingnya nguri-uri budaya Jawa warisan leluhur. Benih itu ditanam ayak sejak masih kecil. Saat saya usia 4 tahun telah bisa menari,” ujar Sianita.
Bahkan kemudian mendapatkan kesempatan untuk berlatih di Kemantren Langen Projo Mangkunagaran dan Pakarti, sanggar tari khusus para abdi keraton, tutur Sianita.
Bukan hanya seni tari yang diajarkan. Tetapi juga makna filosofis gerakan-gerakan tari yang diajarkan. “Juga manfaatkannya bagi perkembangan peradaban dan budaya bangsa ditengah-tengah persaingan budaya dunia,” tutur Sianita. Kecintaan itu akhirnya tumbuh hingga semakin menambah kekagumannya pada seni tradisi
Seperti halnya pegiat seni tradisi lain, Sianita merasa bahwa budaya adhiluhung bangsa membimbing dan menuntun dia untuk menjalani proses secara ikhlas. “Semua dilakukan agar budaya dan seni tari tradisi tetap lestari,” tutur Sianita.
Ia sadar, tidak mudah melestarikan seni tradisi ditengah-tengah penetrasi budaya asing yang sangat dahsyat, tambahnya.
Hadepe