TEGAL (SUARABARU.ID) – Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih kerap terulang di wilayah hukum Jawa Tengah. Kasusnya sudah banyak terungkap. Walaupun pelakunya juga sudah ditangkap dan dipidana,namun belum menimbulkan efek jera.
Saat ini Polda Jateng menangani 39 kasus perdagangan orang. Pelaku yang ditangkap 46 tersangka. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah, kasusnya masih dalam penyelidikan.
Menurut Kasubdit IV Ditintelkam Polda Jateng, AKBP Kelik Budi Antara,banyak faktor yang menimbulkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Antara lain akibat faktor kesempatan, ekonomi, pendidkan, dan faktor sosial budaya. Faktor ekonomi dan pendidikan adalah faktor terbesar penyebab terjadinya hal itu.
“Modus tindak pidananya juga cukup beragam. Ada yang memulai dengan kegiatan perekrutan calon tenaga kerja, misalnya. Guna menutupi kedok, mereka bahkan memfasilitasi sarana dan prasarana penampungan, lengkap dengan bonus les bahasa asing, belajar masak, kursus pijat, dll,” kata AKBP Kelik Budi di sela sosialisasi pencegahan TPPO di Hotel Karlita Tegal, Selasa (27/6/2023).
Setelah calon korban tersebut berhasil ditaklukkan dengan berbagai iming-iming, para pelaku kemudian mulai menawarkan pilihan lowongan pekerjaan. “Di tahap inilah, para pelaku mulai mengeluarkan tindak ancaman, kekerasan, penculikan, penyekapan, utang-piutang, penipuan maupun pemalsuan,” tambahnya.
Tujuan dari tindakan pelaku juga cukup beragam. Ada yang menjurus ke eksploitasi seksual, eksploitasi tenaga kerja, perdagangan organ tubuh, pornografi, pedofil, adopsi ilegal, anak jalanan (mengemis), pengedar narkoba, dan sebagainya.
Untuk menekan agar TPPO tidak semakin subur di Jawa Tengah, Direktorat Intelijen dan Keamanan (Ditintelkam) Polda Jateng bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jateng, menggelar Sosialisasi Pengendalian dan Pengawasan Kantor Perusahaan Penempatan Pekerja Migran (P3MI).
Samakan Presepsi
Kasubdit IV Ditintelkam Polda Jateng, AKBP Kelik Budi Antara mengatakan, kegiatan ini untuk menyamakan persepsi dan langkah, antara P3MI dengan pemerintah.
“Jika sudah ada pemahaman yang sama, maka diharapkan pelanggaran-pelanggaran dapat diminimalisir, diperkecil atau bahkan ditiadakan. Data kepolisian mencatat, terdapat sedikitnya 1.337 korban DPPO. Sebanyak 1.03 diberangkatkan ke luar negeri, sedang 301 lainnya masih di tahap persiapan,” tegasnya.
Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja, Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah, Candra Yuliawan menyebut, pekerja migran yang berangkat secara prosedural dapat dipastikan baik dan aman . Pasalnya, seluruh jaminan telah ditanggung perusahaan, termasuk jaminan kesehatan. Jika terdapat masalah, maka telah tercatat pada Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).
“Hal yang merepotkan adalah pekerja migran yang berangkat tidak sesuai prosedur. Mereka pergi tanpa izin, sehingga gampang menimbulkan masalah. Hal seperti itu yang sedang digalakkan Polda untuk diselesaikan,” ucapnya.
Diketahui, memang tidak sedikit pekerja migran Indonesia yang tergiur dengan pendapatan besar dan bekerja enak, namun perizinan maupun pemberangkatannya ditempuh melalui ‘jalur tikus’. Padahal, itu sangat berisiko dan merugikan banyak pihak. Apabila terjadi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan viral di media sosial, maka yang paling rugi yaitu pihak korban dan keluarganya. Di sisi lain, pihak aparat pemerintah, masyarakat, agen /perusahaan yang memberangkatkan tenaga kerja juga ikut dirugikan.
P3MI diharapkan ikut membantu Pemerintah memberi pemahaman kepada calon pekerja migran, agar tidak menjadi korban perdagangan orang, meski dengan iming-iming penghasilan menggiurkan.
***/wied